Jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Kuningan sejak Januari hingga Maret 2024 telah mencapai 299 kasus. Enam orang di antaranya meninggal dunia.
Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan H Iud Sudarman mengatakan, jumlah tersebut tak jauh berbeda dengan data periode yang sama di tahun 2019 lalu. Justru yang mengejutkan, kata Iud, adalah angka kematian yang mencapai 6 kasus hanya dalam kurun waktu tiga bulan.
"Tahun 2023 kemarin angka kematian karena DBD juga sama enam kasus, tapi terhitung dalam kurun waktu satu tahun, tapi tahun 2024 ini hanya dalam tiga bulan saja. Mudah-mudahan tidak ada lagi kasus meninggal dunia karena DBD," ujar Iud, Rabu (20/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iud menambahkan, lonjakan kasus DBD di Kabupaten Kuningan hampir terjadi setiap musim penghujan seperti sekarang. Namun demikian, kondisi ini tidak menjadikan Kabupaten Kuningan masuk dalam kategori Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Pada tahun lalu, jumlah kasus DBD total mencapai 630 kasus. Tahun ini dalam kurun waktu tiga bulan sudah mencapai 299 kasus, sebenarnya tidak jauh beda dengan periode yang sama di tahun 2023 lalu. Jadi bisa dibilang masih aman dan tidak masuk dalam kategori KLB," ujarnya.
Namun demikian, Iud mengatakan, kondisi musim penghujan saat ini patut menjadi perhatian semua pihak. Pasalnya, di musim seperti ini biasanya nyamuk aedes aegypti berkembang biak.
"Terutama untuk daerah pemukiman padat seperti wilayah Kecamatan Kuningan, Jalaksana, Kramatmulya, Cilimus dan Cigugur, dimana mobilisasi masyarakat cukup tinggi dan kondisi lingkungan yang kurang terperhatikan. Musim penghujan banyak menimbulkan genangan air di sekitar rumah, alangkah baiknya hal ini diperiksa dan dibersihkan karena bisa menjadi sarang nyamuk," ujar Iud.
Iud mengakui, tingginya kasus DBD ini banyak disikapi masyarakat yang mengajukan permintaan tindakan fogging. Padahal, kata dia, kegiatan fogging bukan solusi utama pemberantasan DBD karena hanya membunuh nyamuk dewasa saja. Melainkan yang terpenting adalah kesadaran masyarakat melaksanakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) serta menjaga lingkungan mencegah genangan air yang sangat disukai nyamuk untuk bersarang dan berkembangbiak.
"Sejak jauh hari kami telah melayangkan surat imbauan kepada seluruh Puskesmas untuk melakukan sosialisasi pencegahan di lingkungan kerjanya masing-masing. Termasuk mengajak seluruh perangkat desa agar bisa menggerakkan warganya melakukan gerakan bersih-bersih lingkungan, memberantas sarang nyamuk hingga menerapkan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J)," ujarnya.
Program G1R1J adalah dimana setiap rumah harus punya satu anggota keluarga yang bertugas memantau keberadaan sarang nyamuk aedes aegypti yang disebut Jumantik alias Juru Pemantau Jentik. Selain itu laksanakan program 3M plus yaitu menguras, menutup dan mendaur ulang plus melakukan pencegahan seperti menabur serbuk ABT di tempat air, menanam tanaman anti nyamuk seperti bunga lavender hingga memelihara ikan pemangsa jentik seperti cupang dan lainnya.
(dir/dir)