Sirnanya Masa Jaya Bus Pantura

Sirnanya Masa Jaya Bus Pantura

Devteo Mahardika - detikJabar
Senin, 22 Jan 2024 16:00 WIB
Bus pantura di Cirebon.
Bus pantura di Cirebon. Foto: Devteo Mahardika/detikJabar
Cirebon -

Bus pantura sedari dulu dikenal menjadi 'penguasa' jalanan pada era kejayaannya. Bus pantura memang menyimpan banyak cerita. Bus trayek pantura tetap menolak sirna di tengah transformasi transportasi.

Bus pantura memang telah merasakan masa kejayaan. Namun, kini kejayaan itu memudar. Beberapa armada bus telah berhenti beroperasi. Persaingan transportasi yang lebih cepat dan nyaman setelah ada tol membuat bus pantura harus berovulsi. Ya, demi bisa menjaga eksistensinya sebagai 'penguasa' jalanan.

Jalur pantura memang kian sepi, tak sedikit warung di pantura tutup imbas karena lalu lintas yang sepi. Di tengah sepinya pantura, bus trayek pantura tetap beroperasi. Lantas, siasat perusahaan otobus (PO) untuk tetap mengeruk cuan di pantura?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PO Sahabat asal Cirebon salah satu perusahaan yang tetap melayani trayek Cirebon-Jakarta via pantura. PO Sahabat tak menampik pantura memang tak seramai dulu. Namun, ia tetap berupaya melayani para penumpang dan pelanggan setianya. Sebab, sebagian masyarakat pantura masih mengandalkan bus trayek Cirebon-Jakarta untuk bekerja atau beraktivitas.

"Kenapa kita masih mempertahankan rute bus pantura? Karena masih ingin memberikan pelayanan transportasi umum buat masyarakat pantura," kata Kepala Bagian Operasional PO Sahabat Sunarto saat ditemui detikJabar, Rabu (17/1/2024).

ADVERTISEMENT

Sunarto mengatakan perusahaannya masih mengoperasikan 10 unit bus untuk trayek Cirebon-Jakarta via pantura. Tarif trayek Cirebon-Jakarta via pantura dari PO Sahabat adalah Cirebon-Merak Rp 120.000, Cirebon-KP Rambutan Rp 80.000, dan Cirebon-Pulogebang Rp 80.000.

"Bus bumel atau bus pantura ini uniknya penumpang masih bisa menawar tarif dari bus," ucapnya.

Meski sudah ada tarif yang ditentukan, tetap saja tawar menawar masih menjadi bagian keunikan tersendiri ketika menggunakan bus pantura. Sunarto pun menjelaskan alasan masih muncul tawar menawar.

"Kenapa masih ada tawar menawar antara crew bus dan penumpang, karena masih didominasi sama penumpang jarak dekat. Kebanyakan yang naik mulai anak sekolah sama karyawan pabrik," ungkapnya.

PO Sahabat pertama kali mengaspal pada 1984. Uniknya, hingga kini PO Sahabat tak menerapkan jadwal keberangkatan setiap waktu. Sunarto menyebut jadwal kebarangkatan armada bus PO Sahabat menyesuaikan ramai tidaknya penumpang.

"Mulai operasionalnya dari jam 05.00 WIB sampai 12.00 WIB, siang. Karena kalau lebih dari jam 12 sudah tidak ada penumpang," terangnya.

"Jumlah penumpang mulai ramai dari bus pantura yang masih beroperasi sampai sekarang ya mulai dari daerah Patrol Indramayu sampai Cikopo Cikampek," katanya menambahkan.

Bus pantura juga memiliki ciri khas, yakni suara klakson. "Dulu pakai klakson besar sebenarnya sih cuma variasi sebagai ciri khas bus pantura. Tapi pelan-pelan kalau udah denger klakson pasti penumpang langsung kumpul buat naik," ujarnya.

Cerita Masa Jaya

Sunarto menceritakan masa jaya bus pantura. Ya, sebelum kendaraan pribadi tambah banyak, Tol Cipali belum beroperasi, hingga travel belum menjamur. Bus pantura menjadi primadona. Sunarto menyebut sekali pemberangkatan dari Cirebon menuju Jakarta bisa tembus 80 penumpang, begitupun sebaliknya dari Jakarta ke Cirebon.

"Dulu ya waktu masa kejayaan bus pantura, ramai sekali penumpangnya, dan pasti bus selalu penuh," tutur Sunarto.

Sunarto pun bercerita soal kru bus yang menikmati kejayaan. Menutupi kebutuhan hidup harian hingga tahunan pun terbilang enteng bagi para kru bus pantura. Rumah, kendaraan, hingga pendidikan anak semuanya bisa tercukupi.

"Kan ada istilah tuh, pas dulu lagi jaya-jayanya sopir bisa punya rumah, kendaraan, dan kebutuhan hidupnya sangat tercukupi," ucap Sunarto sembari tertawa kecil mengenang masa jaya bus pantura.

Sunarto menjelaskan saat berada di masa kejayaan, bus pantura memiliki tiga orang dalam satu kru. Di mana dalam satu kru itu yakni sopir, kernet, dan kondektur. "Kalau dulu nih, satu unit bus jumlah krunya ada tiga orang, dan mereka selaku bergantian saking ramainya jumlah penumpang," ujarnya.

Untuk sisa unit yang masih beroperasi di jalur pantura hingga saat ini, Sunarto menuturkan, merupakan unit keluaran tahun 2016. "Ada 4 bus non-AC, dan 6 bus yang masih menggunakan AC," terangnya.

Masa Sulit

Setelah merasakan masa jaya di era tahun 2000-an, perlahan bus pantura mulai berjuang untuk tetap eksis. Trayek pantura mulai sepi. Menurut Sunarto, kendaraan pribadi dan bus lebih memilih melintas tol trans Jawa, termasuk beroperasinya Tol Cipali. Ketika berjaya 80 penumpang bisa diangkut setiap kali jalan. Namun, kini hanya 20 hingga 30 penumpang setiap kali jalan dari Cirebon menuju Jakarta.

"Kalau dulu kan jumlah kendaraan pribadi masih sedikit, dan sekarang kan udah banyak mobil pribadi. Apalagi dengan adanya Tol Cipali jumlah penumpang di jalur pantura makin sedikit," terangnya.

Bukan jadi rahasia umum, saat bus pantura pada zaman kejayaannya, membawa keberkahan bagi pihak lain di antaranya pengamen dan pedagamg asongan. Namun Sunarto menjelaskan, dengan adanya Tol Cipali tentunya bus pantura kini tidak dapat berbagi rezeki bagi pengamen dan pedagang asongan.

"Ya begitulah, sekarang trayek pantura hanya cukup menutupi biaya operasional. Dulu kan bisa bawa rezeki buat pengamen sama pedagang asongan," ucapnya.

Masa jaya itu telah berganti dengan upaya untuk tetap tak sirna. Kendati demikian, PO Sahabat tetap optimis pantura terus eksis. Selain tol, Sunarto juga menyebut bus pantura bersaing dengan travel 'gelap', atau pengelola travel yang tak berizin. Ia berharap pemerintah bisa menertibkan travel yang tak berizin.

"Diharapkan penertiban izin trayek karena banyaknya travel gelap terutama di wilayah Ciledug, Kuningan dan Indramayu yang membuat PO bus semakin merugi," tegasnya.

Selain travel gelap, dia menuturkan, banyaknya kendaraan bus dengan izin pariwisata yang mengangkut dan melayani penumpang reguler dengan tujuan akhir pangkalan-pangkalan penumpang di wilayah DKI Jakarta juga menambah penderitaan bus pantura.

"yang mana kendaraan-kendaraan itu tidak berizin yang sangat berdampak kepada perusahaan kendaraan yang memiliki izin trayek. Maraknya jual beli pangkalan atau jalur oleh oknum yang seakan-akan jalur tersebut milik dari yang bersangkutan," pungkasnya.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads