Ubi Cilembu sangat terkenal karena kelezatan, kelegitan, dan rasa manisnya yang istimewa. Ubi khas daerah Cilembu, di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang ini telah menjadi kudapan yang membuat perut kenyang tanpa makan nasi sekalipun.
Tanaman ubi Cilembu bersifat 'ngareuy' (merambat), dan yang diolah sebagai kudapan yang lezat itu adalah umbinya. Ubi Cilembu umumnya disajikan dengan cara dioven. Orang Sunda menyebut ubi sebagai 'hui'. Hui Cilembu.
Namun, di Sunda banyak pula pangan alternatif dari jenis umbi-umbian. Meski terbilang jarang, bukan berarti umbi-umbi selain ubi Cilembu tidak ada. Umbi-umbi langka itu pengolahannya hingga menjadi pangan siap santap juga tidak terlalu sulit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para peneliti dari universitas baru-baru ini telah menghimpun data mengenai umbi-umbi yang bisa dijadikan bahan pangan. Bahkan para peneliti juga telah membuat kebun benih khusus umbi-umbi langka itu.
Di antaranya yang dilakukan Aep Supriyadi, dkk. dari SITH Institut Teknologi Bandung sebagaimana yang dilaporkan dalam studi berjudul "Melestarikan Umbi Langka Sumedang- Jawa Barat Melalu Pembuatan Koleksi Sumber Benih untuk Menunjang Pengembangan Pangan Alternatif".
Merujuk kepada penelitian tersebut dan sejumlah sumber lainnya, berikut 7 umbi yang bisa dimakan selain ubi Cilembu:
7 Umbi-umbian di Sunda Selain Ubi Cilembu
1. Ganyong
Ganyong sering juga disebut ganyol, atau senitra. Tanaman ini disebut-sebut bukan asli Sunda, melainkan tumbuh pula di sejumlah daerah lainnya di Asia. Meski punya beragam nama lokal, nama ilmiah untuk tanaman ini adalah Canna edulis Ker.
Dikutip dari Aep Supriyadi, dkk. ganyong merupakan tanaman tegak yang tingginya mencapai 90 cm-180 cm hingga 3 meter atau lebih.
Tanaman ini punya daun lebar, di bagian tengah tulang daun menebal, dan warna daunnya seragam. Bunganya berwarna merah jingga. Umbinya dapat mencapai panjang 60 cm dikelilingi oleh bekas-bekas sisik dan akar tebal berserabut.
Ganyong diambil umbinya. Umbi yang muda bisa dikukus atau direbus sebelum disantap. Tetapi, jika akan dijadikan tepung (diambil pati), usia panennya harus lebih lama.
Umbi ganyong yang disebut enak untuk direbus adalah yang masa tanamnya 6-10 bulan. Sementara jika masa tanam 15-18 bulan, Ganyong cocok diambil pati.
"Bila akan diambil patinya maka dipanen pada waktu berumur 15-18 bulan dan harus segera diolah seketika. Tepung pati ganyong mudah dicerna baik sekali untuk makanan bayi maupun orang sakit yang sulit menelan," tulis studi itu.
2. Iles-iles
Iles-iles (Amorphophallus muelleri) sering disebut juga coblok atau porang. Umbi tanaman ini bisa dimakan. Iles-iles muasalnya dari India lalu menyebar ke Timur melalui Myanmar dan Thailand hingga sampai di Indonesia.
Tanaman iles-iles cukup bandel, yaitu dapat tumbuh di berbagai medan. Iles-iles bisa tumbuh di tepi hutan, di bawah rumpun bambu, di pinggiran sungai, bahkan di antara semak belukar.
Iles-iles masih satu kerabat dengan Suweg, tanaman yang juga bisa dimakan umbinya. Tanaman ini kini sudah dikembangkan sebagai komoditas pertanian.
Tujuan pertanian itu adalah menjadikan umbi iles-iles atau umbi porang menjadi bahan pangan seperti menjadi beras porang, tepung, ito-konnyaku atau shirataki (mie khas Jepang).
3. Suweg
Suweg (Amorphophallus paeoniifolius) berkerabat dengan Iles-iles dan yang menjadi pembeda utamanya adalah iles-iles tumbuh dengan umbi tunggal.
Secara tampilan, Suweg sangat mirip dengan bunga bangkai raksasa. Yang membedakan antara keduanya jelas adalah ukurannya. Umbi suweg bisa dikonsumsi.
Umbi Suweg bisa dijadikan bahan pangan dengan cara mengolahnya menjadi kudapan rebus atau dengan mengolahnya menjadi tepung.
Dikutip dari situs Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM), suweg disebutkan kaya akan serat.
"Memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga cocok untuk dikonsumsi oleh penderita DMT2 (Diabetes Melitus Tipe 2). Selain itu, umbi suweg juga berpotensi untuk diolah menjadi postbiotik karena memiliki kandungan pati resisten yang tinggi dan kaya akan serat glukomanan," tulis situs itu.
4. Gadung
Di Kota Bandung ada daerah bernama Cigadung yang tersusun atas dua kata 'Ci' yang berarti cai atau air dan 'Gadung' yang merujuk pada tanaman gadung.
Tanaman ini sering dianggap racun jika dikonsumsi tanpa tahu cara pengolahan yang benar. Namun, jika diolah dengan baik, maka gadung bisa menjadi alternatif bahan pangan.
Gadung (Dioscorea hispida) berasal dari India lalu tumbuh menyebar sampai ke Nusantara. Dikutip dari Aep Supriadi, dkk. Gadung merupakan perdu yang tumbu memanjat pada pohon lain. Tingginya dapat mencapai 5-10 meter. Batangnya bulat, berbulu dan berduri tersebar sepanjang batang dan tangkai daunnya.
Daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3 helai daun, bunga tersusun dalam ketiak daun, berbulir, berwarna kuning, wangi, berbulu dan jarang sekali dijumpai
Bagian umbi Gadung berbentuk bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit umbi berwarna gading atau kuning, umbinya muncul dekat permukaan tanah.
Yang perlu dilakukan sebelum mengonsumsi Gadung adalah dengan menurunkan kadar sianidanya. Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan RI pada 2020 untuk menghilangkan racunnya, Gadung diiris dan dicuci. Irisan gadung kemudian direndam dengan air abu lalu pendam di dalam tanah selama tiga hingga empat hari. Cuci kembali dan remas-remas hingga hingga air cuciannya bening, tidak berwarna putih.
Ada pula yang hanya merendamnya dan mencuci gadung pasca-perendaman pada air mengalir seperti air sungai.
5. Kimpul
Satu lagi yang bisa dimakan dari jenis-jenis umbi di Sunda, yaitu Kimpul atau Bentul (Xanthosoma sagittifolium). Dikutip dari Florafaunaweb, disebutkan bahwa kimpul tumbuh dengan cepat.
Di Singapura menurut situs resmi pemerintah setempat, Kimpul disebut Yautia, yaitu herba yang tumbuh cepat dan tingginya mencapai 2 meter.
Daunnya berbentuk anak panah yang terkulai ke bawah, menghasilkan banyak umbi berwarna cokelat pucat dengan daging berwarna merah muda, kuning atau putih.
Yautia dibudidayakan secara luas sebagai tanaman pangan di banyak negara karena umbinya yang dapat dimakan. Di Kuba dan Puerto Riko, tanaman ini digunakan untuk membuat sancocho, mondongo, pasteles dan alcapurrias.
6. Garut
Ingat kisah terciptanya nama Garut ketika seorang Eropa menyebutkan kata 'kakarut' (tergores) dengan ucapan 'Gagarut'? Nah, Garut selain menjadi nama daerah di Jawa Barat juga menjadi nama lokal untuk umbi-umbian.
Umbi Garut (Maranta arundinacea) menjadi salah satu kekayaan alam di Sunda yang bisa dimakan. Setiap daerah punya nama khusus untuk tanaman ini. Misalnya di Kecamatan Situraja, Sumedang Umbi Garut disebut Sagu.
Pada tahun 2023 di Kabupaten Garut telah ada kreasi kudapan sehat berbahan Umbi Garut.
Dilansir detikJabar, sekelompok mahasiswa dari Universitas Garut menyulap tanaman ubi Garut menjadi camilan enak. Camilan yang diberi nama Snarbirut ini, bermanfaat bagi para ibu hamil, karena kaya akan kolagen.
Snarbirut, atau singkatan dari Snack Bar Umbi Garut ini, diproduksi oleh sejumlah mahasiswa dari Fakultas Pertanian (Faperta) Uniga. Snarbirut terbuat dari ubi Garut, tanaman lokal, yang diklaim hanya ada di Kota Dodol. ubi Garut ini kemudian dijadikan tepung dan diolah dengan beragam bahan pangan lainnya.
7. Kentang Hitam
Kentang hitam punya manfaat sama dengan kentang putih yang sering didapatkan di pasaran sebagai bahan pangan.
Dikutip dari Aep Supriyadi, dkk. Kentang hitam (Plectranthus rotundifolius) merupakan tanaman umbi yang menjalar, dengan tinggi 40-100 cm.
Batangnya tegak, sedikit merambat, bersegi empat, tebal, dan agak berbau. Daunnya tunggal, tebal, bermembran, saling berhadapan dan berselang-seling, bentuknya bulat telur, berwarna hijau tua pada permukaan atas daun dan hijau muda di bagian bawah. Tanaman ini berumbi kecil, coklat, dan daging umbinya putih. Panjang umbinya 2-4 cm.
Demikian 7 dari sekian banyak umbi-umbian yang bisa dimakan saat berada di Jawa Barat selain ubi Cilembu. Semoga membantu!
(tya/tey)