Pemerintah Kota Sukabumi melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengusulkan dua bangunan di SMK BPK Penabur dan SMP Yuwati Bhakti sebagai bangunan cagar budaya. Kegiatan diseminasi dan sosialisasi hasil kajian objek diduga cagar budaya pun digelar selama dua hari, 22-23 Oktober 2024 bersama Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat.
"Kita diskusikan terus dianalisis, dievaluasi oleh tim cagar budaya dari provinsi dan juga pusat yang sudah ahli. Mungkin besok InsyaAllah berdasarkan hasil evaluasi dari masing-masing unsur yang terlibat akan ditetapkan menjadi cagar budaya untuk bangunan SMP BPK Penabur dan SMP Yuwati Bhakti," kata Penjabat Wali Kota Sukabumi Kusmana Hartadji, Selasa (22/10/2024).
Dia mengatakan, ketika dua bangunan itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya maka akan ada perlakuan khusus, dapat berupa wisata edukasi tanpa mengubah fungsinya sebagai sarana pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemungkinan tidak akan berubah (fungsinya sebagai sarana pendidikan) sepanjang bisa memelihara seperti yang dilakukan di beberapa tempat juga ada yang dimanfaatkan seperti di Bandung ada Gedung merdeka, tetap ada aktivitas asalkan catatan-catatan tertentu tidak boleh merenovasi dalam batas-batas tertentu," ujarnya.
Kadisdikbud Kota Sukabumi Punjul Saeful Hayat menambahkan, total ada 21 bangunan di Kota Sukabumi yang diduga objek cagar budaya. Tahun 2024 ini, pihaknya mengusulkan dua bangunan sekolah tersebut.
"Alasannya karena sekolah ini peninggalan dari masa lalu, memenuhi unsur-unsur bangunan cagar budaya dan lain sebagainya. Usianya juga sudah lebih dari 50 tahun dan ada ornamen unik sehingga itu tidak ditemukan dalam bangunan modern," kata Punjul.
Lahirnya Tokoh Pejuang dari Lulusan MULO
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Sukabumi Irman Firmansyah mengatakan, alasan kedua bangunan sekolah itu menjadi cagar budaya cukup kuat. Pasalnya, kata dia, bangunan tersebut menjadi saksi bisu perjalanan toleransi dan perjuangan tokoh-tokoh nasionalis.
Dari segi arsitektur, bangunan kantor BPK Penabur dibuat oleh seorang arsitek maestro nasional bernama Gisels. Bangunan sekolah BPK Penabur dibangun pada zaman Belanda sekitar tahun 1924 dengan nama MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Cristeljik atau sekolah setingkat SMP. Kemudian, pada tahun 1925, sekolah itu dibuka untuk masyarakat umum.
"Secara sejarah ternyata sekolah ini menelurkan banyak pejuang. Contohnya Syamsudin SH, lalu kepala perang Bojongkokosan, Eddie Soekardi dengan adiknya Hary Soekardi juga dulu di situ. Lalu ulama besar yang juga pejuang namanya KH Anwar Musaddad, ulama asal Garut jadi pejuang bahkan dia yang mengirimkan pasukan perang ke Surabaya pada 10 November. Artinya sistem pendidikannya cukup bagus," jelas Irman.
"Dari arsitektural indies empire sudah lebih modern dibandingkan yang lama. Itu juga bisa jadi muatan untuk ilmu pengetahun di bidang arsitektural. Jadi ada beberapa hal yang cukup signifikan sehingga itu layak di jadikan cagar budaya," sambungnya.
Tak cukup sampai di situ, BPK Penabur menjadi satu-satunya sekolah yang tetap dibuka selama masa kemerdekaan. Di sisi lain, sekolah-sekolah lainnya memutuskan untuk tutup.
"Zaman perang juga masih buka sampai 1947 kemudian dikuasai Belanda. Tahun 1949 ada perjanjian KMB sehingga Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda nah itu banyak aset diserahkan ke Indonesia. Salah satunya yang menerima Tiong Hoa Hwee Koan (THHK), yang beralih jadi BPK Jabar dan ganti jadi BPK Penabur," kata dia.
Kisah Toleransi di SMP Yuwati Bhakti
Satu bangunan lain yang diduga jadi objek cagar budaya yaitu SMP Yuwati Bhakti. Irman mengatakan, bangunan itu merupakan salah satu tempat untuk Ordo Ursula. Bangunan hasil karya arstiek Fermont Cuypers. Sebelum dijadikan bangunan sekolah, di sana sempat menjadi tempat tawanan orang Eropa.
"Dulu ketika Jepang masuk, tempat itu dijadikan sebagai tempat tawanan orang Eropa. Setelah merdeka kan itu dikuasai pejuang, sempat ada tarik ulur sama pasukan Inggris karena dikuasai mereka, jadi ada simbol perjuangan di situ hingga akhirnya dijadikan tempat sekolah dan biara," kata Irman.
Yuwati Bhakti juga dinilai memiliki simbol toleransi. Pada tahun 1950, sempat dibuka asrama bagi anak-anak muslim. Mereka memberi makanan sahur dan berbuka puasa hingga mengingatkan untuk beribadah salat.
"Di sana mereka membuat program membangunkan sahur, memberi makan sahur dan buka puasa hingga mengingatkan salat. Jadi (kegiatan) lebih ke-kemanusiaan," ucapnya.
Irman mengatakan, keputusan bagi kedua objek cagar budaya ini akan ditetapkan pada Rabu (23/10/2024) besok. Pihaknya berharap, jika dua bangunan sekolah itu ditetapkan sebagai cagar budaya maka pemerintah dapat memberikan dukungannya terutama perihal pemeliharaan.
"Ada juga harapan sebetulnya apabila ini layak diajukan ke provinsi hingga tingkat nasional. (Keputusan) besok sidangnya, kemudian direkomendasikan dan Pak Pj yang akan menetapkan di tingkat kota," tutupnya.
(mso/mso)