Ilmu Berubah Bentuk Tubuh dalam Carita Pantun Panggung Karaton

Ilmu Berubah Bentuk Tubuh dalam Carita Pantun Panggung Karaton

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Selasa, 02 Jul 2024 20:00 WIB
Grey clouds of smoke in the sky.
Ilustrasi ilmu berubah bentuk Foto: Getty Images/iStockphoto/borchee
Bandung -

Jika berubah bentuk tubuh dari sosok orang kepada bentuk binatang, kepada bentuk benda, dan kepada bentuk tumbuhan, hanya muncul di film kartun, sejatinya karuhun Sunda juga punya ilmu demikian.

Ilmu berubah bentuk tubun itu tidak disebutkan namanya, namun sejumlah mantra perlu diucapkan pelakunya agar tubuh orang tersebut bisa berubah menjadi yang dikehendakinya. Misalnya berubah menjadi kucing, menjadi hujan, menjadi api, bahkan menjadi gunung dan pohon.

Ada cerita pantun yang mengisahkan ilmu yang tampaknya hanya dimiliki kalangan raja saja, di antaranya Cerita Pantun Panggung Karaton. Cerita ini mengisahkan seorang raja Kerajaan Dayeuh Manggung bernama Panggung Karaton yang sakti, sebab di antaranya punya ilmu berubah-ubah bentuk tubuh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Panggung Karaton punya adik perempuan bernama Bungsu Rarang yang dalam kisah ini, Bungsu Rarang belum juga menikah sehingga Dayeuh Manggung mengumumkan sayembara, untuk siapa saja yang bisa memenuhi syarat, boleh menikah dengan Bungsu Rarang.

Syaratnya sebatas menebak makna sebuah puisi. Larik puisi itu diutarakan Bungsu Rarang sendiri. Namun, dari sekian banyak raja yang melamarnya, hanya Munding Larik, putra mahkota Kerajaan Pajajaran yang bisa menjawabnya.

ADVERTISEMENT

Munding Larik menikah dengan Bungsu Rarang. Namun, raja-raja yang sempat melamar tapi tidak bisa menjawab syarat yang diajukan marah semua dan bermaksud menyerang bahkan menculik Bungsu Rarang.

Karena merasa bukan lagi urusan cinta, namun menyangkut keselamatan negara Dayeuh Manggung, maka Panggung Karaton yang pasang badan menghadapi gempuran raja-raja itu.

Sekilas Carita Pantun Panggung Karaton

Carita Pantun adalah cerita yang disampaikan dengan iringan petikan kacapi oleh juru pantun. Sastra lisan ini di Sunda sering dipentaskan jika ada orang hajatan pernikahan, sunatan, atau melahirkan.

Berbeda dengan dongeng Si Kabayan, Carita Pantun selalu mengisahkan suasana kerajaan dengan tokoh-tokoh yang merupakan keluarga kerajaan, jika bukan raja dan anak rajanya sendiri. Maka tak heran jika carita pantun memuat informasi yang kaya mengenai keberadaan kerajaan-kerajaan di Sunda.

Namun, karena sastra lisan, carita pantun seringkali ada perbedaan antara yang disampaikan oleh seorang juru pantun dengan juru pantun lainnya. Carita pantun Panggung Keraton yang dikisahkan di sini merupakan versi Ki Atjeng Tamadipura, seorang juru pantun.

Versi ini dibukukan dengan Ajip Rosidi sebagai editornya oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986. Lalu kemudian dikisahkan kembali oleh Ayatrohaedi di dalam bahasa Indonesia, ditebitkan oleh departemen yang sama pada 1993.

Ilmu Berubah Bentuk Tubuh

"Teras kangkung galeuh bitung, tapak meri dina leuwi, tapak soang dina bantar, tapak sireum dina batu. Kalakay pare jumarum, sisir serit tanduk ucing, sisir badag tanduk kuda. Kekemben layung kasunten, kurambuan kuwung-kuwung, tulis langit gurat mega, panjangna sabudeur jagat, inten sagede baligo."

Itulah puisi yang harus dipecahkan oleh para pelamar Bungsu Rarang. Namun, pelamar seperti Gajah Manggala dari Kerajaan Kta Genggelang, Raden Pati Sabda Laksana dari Jampang Kulon, Tumenggung Ganda Rurugan dari negara Kuta Pasagi, bahkam Demang Pati Rangga Rawing dari negara Kuta Beusi, tak ada yang bisa memecahkannya. Yang bisa memecahkan hanyalah Munding Larik dan kemudian, Munding Larik menikah dengan Bungsu Rarang.

Tidak terima dengan kenyataan, keempat pelamar sebelumnya itu melakukan serangan, sebagaimana nazar mereka bahwa jika Bungsu Rarang kawin dengan seseorang, maka masing-masing akan mengirimkan "hadiah".

Rangga Rawing dari Jampang Kulon ketika mendengar berita perkawinan itu kemudian mengucapkan mantera Buyut Buntulu, maka dia seketika gaib dan di situ muncul kerbau berbulu abu-abu. Bentuk ini akan dia gunakan sebagai penyamaran untuk menyusup ke Dayeuh Manggung. Dia juga bisa berubah jadi kuda hanya dengan mengucapkan mantera Jaran Guyang, namu dia memilih menjadi burung lalu menjadi kucing dalam penyamarannya untuk menculik Bungsu Rarang.

Bukan hanya Rangga Rawing, Gajah Manggala dari Kuta Genggelang juga punya ilmu ini. Dia bisa berubah menjadi berbagai macam bentuk. Namun, ilmu-ilmu berubah bentuk itu semua yang dimiliki raja-raja tersebut, tak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu serupa yang dimiliki Panggung Karaton.

Dalam tanding dengan Gajah Manggala untuk mencari Bungsu Rarang yang diculik raksasa suruhan Gajah Manggala bernama Jonggrang Kalapitung, Panggung Karaton mengerahkan kekuatannya yang paling kuat.

Begini fragmen yang dikisahkan Ayatrohaedi:

"Akhirnya, karena kehabisan senjata, mereka bergulat. Saling banting, saling tampar. Saling ten dang dan saling cekik. Suatu ketika Gajah Manggala terpegang, lalu dilemparkan oleh Panggung Karaton. Ketika jatuh ke tanah, tidak ada Gajah Manggala di situ. Yang ada adalah seekor cacing bergulingguling.

Panggung Karaton berubah menjadi itik yang ngejar-ngejar cacing itu. Cacing Gaib, muncul elang yang menyambar itik. Ketika hampir tersambar, itik Gaib, muncul api yang mengejar-ngejar elang. Elang lenyap, berganti menjadi hujan yang menyiram api. Api lenyap, berubah menjadi kolam yang menampung air hujan. Hujan hilang, berubah menjadi ribuan ikan yang berenang dalam kolam. Air kolam menyurut, tetapi sebelum surut, di situ muncul lingsang yang memangsa setiap ikan yang ada. Ikan menjadi anjing, mengejar lingsang.

Maka lingsang pun berubah menjadi Gajah Manggala. Anjing berubah menjadi Panggung Karaton. Mereka berkelahi lagi. Ketika hampir tertangkap, Gajah Manggala menghilang lagi. Panggung Karaton kehilangan jejak, sampai akhirnya tiba-tiba di situ tumbuh sebatang pohon yang besar sekali.

Panggung Karaton berubah menjadi sebilah golok yang sangat tajam dan besar. l1dak hentinya golok itu menebas pohon hingga hampir rubuh. Pohon lenyap, berganti menjadi gunung. Panggung Karaton menciptakan ratusan ribu ekor landak yang menggali tanah gunung itu. Kemudian lenyaplah gunung, sirnalah landak. Muncul Gajah Manggala dan Panggung Karaton.

Panggung Karaton terus mengejar Gajah Manggala. Hampir tertangkap, lalu Gajah Manggala lenyap lagi dari pandangan. Muncul seekor harimau yang sangat besar, menubruk Panggung Karaton. Sebelum kena terkam, Panggung Karaton lenyap, lalu muncul seekor singa yang lebih besar. Kedua binatang itu berkelahi saling cakar. saling terkam. Saling banting dan saling tendang juga. Ketika harimau kian tidak berdaya menghadapi singa, lenyaplah harimau. Lenyaplah singa.




(tya/tey)


Hide Ads