Kekayaan seni budaya yang dimiliki Kabupaten Ciamis sangat beranekaragam. Salah satunya yang paling ikonik adalah Seni Helaran Bebegig dari Kecamatan Sukamantri. Bebegig sudah malang melintang pentas di sejumlah daerah di Indonesia. Lalu seperti apa asal-usul seni Bebegig?
Pamong Budaya Ahli Muda Disbudpora Ciamis Eman Hermansyah menceritakan asal usul kesenian yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Kemdikbud RI tahun 2018 itu.
Seni Helaran Bebegig berasal dari Kecamatan Sukamantri, atau sebelah utara Ciamis. Bebegig memiliki wujud menyeramkan dengan topeng yang dominan warna merah, hijau dan hitam. Bermata melotot dan bertaring panjang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Representasi bebegig sebagai penjaga lingkungan alam. Menurut Eman berdasarkan data yang ada, Bebegig erat dengan wilayah Tawang Gantung di sebelah utara Desa Sukamantri. Wilayah itu merupakan bukti dengan hutan yang dianggap keramat dan angker. Konon wilayah tersebut dipercaya sebagai bekas kerjaan.
Bukit tersebut berbeda dari bukit yang lainnya, ada 3 parit besar melingkarinya. Di bawahnya merupakan lereng terjal, warga setempat menyebutnya Panggeleseran.
Konon, orang berkuasa di wilayah itu bernama Prabu Sampulur, seorang yang memiliki kesaktian dan juga cerdik. Prabu Sampulur membuat topeng-topeng dari kulit kayu yang menyerupai wajah menyeramkan. Topeng itu dibuat untuk menjaga alam dari gangguan orang yang punya niat jahat atau pun hal lainnya.
Lama-kelamaan topeng yang diberi nama Bebegig itu kemudian menjadi sebuah kesenian dan berkembang di masyarakat hingga saat ini.
"Topeng itu memiliki rambut yang terbuat dari ijuk Kawung atau aren yang terurai panjang. Memiliki mahkota dari kembang buah dan daun waregu yang disusun rapih. Ada pun hiasannya dari kembang hahapaan dan daun picisan. Hiasan itu diambil dari tanaman yang tumbuh subur di daerah itu," ujar Eman kepada detikJabar, Jumat (17/11/2023).
Menurut Eman, sepintas atribut atau hiasan yang dipasang pada topeng itu nampak biasa saja. Namun hiasan itu memiliki filosofi kehidupan.
"Filosofinya dimaknai dari pohon Kawung yang mana pohon itu semua bagiannya bermanfaat untuk kehidupan manusia," ucapnya.
Ada pun filosofi dari atribut lainnya seperti daun waregu pancawarna dan kembang bubuay. Eman menjelaskan, daun waregu pancawarna itu bukan daunnya warna-warni, melainkan hanya simbol kebaikan atau kebahagiaan.
Sedangkan bunga yang keluar dari pohon sejenis rotan yang disebut bubuay mengandung filosofi kehidupan sangat berarti.
"Bentuk bunga yang tersusun rapih itu sebagai simbol kebersamaan, silih asah, silih asih dan silih asuh. Sehingga kebersamaan itu harus dijaga secara turun temurun," ungkapnya.
Seni Helaran Bebegig biasanya tampil dalam berbagai kegiatan. Dimainkan satu orang satu kostum Bebegig secara berkelompok. Mereka akan menari dengan irama musik tradisional dan menampilkan pertunjukan seperti berkelahi atau duel. Berat topeng bebegig sendiri antara 25 sampai 40 kilogram.
Setiap dimainkan, Bebegig Sukamantri akan terdengar irama ketokan berasal dari kolotok atau instrumen musik dari kayu. Kolotok akan mengeluarkan bunyi ketika digoyang-goyang. "Bebegig Sukamantri sudah ditetapkan sebagai WBTB dari Kemendikbud RI tahun 2018," ucapnya.
Awal Seni Bebegig populer dari Komunitas Bebegig Baladdewa Sukamantri pimpinan Kang Cucu Vanji. Mereka sudah pentas di berbagai daerah seperti di Bali, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Banten hingga luar provinsi. "Pernah jadi juara umum se-Indonesia dalam Parade Budaya Nusantara di TMII Jakarta tahun 2018," katanya.
Eman pun menerangkan, Kecamatan Sukamantri , Kabupaten Ciamis juga berhasil mengukir sejarah baru. Menampilkan kolotok atau genta terbanyak yang kolaborasi dengan tarian tradisional dan Bebegig.
"Penampilan 604 kolotok dengan 320 Bebegig berikut juga penarinya. Tercatat sebagai rekor dengan jumlah terbanyak versi Original Rekor Indonesia (ORI), pada Selasa 20 Desember 2016," tuturnya.