Kiprah Ajengan dan Santri Saat Perang Kemerdekaan di Cimahi

Kiprah Ajengan dan Santri Saat Perang Kemerdekaan di Cimahi

Whisnu Pradana - detikJabar
Minggu, 22 Okt 2023 20:45 WIB
Jalan Usman Dhomiri di Kelurahan Padasuka, Kota Cimahi
Jalan Usman Dhomiri di Kelurahan Padasuka, Kota Cimahi. (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar)
Cimahi -

Ulama dan santri memegang peranan penting dalam sejarah panjang kemerdekaan Indonesia. Termasuk di wilayah Kota Cimahi yang dipilih Belanda menjadi basis militer untuk tentara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL).

Di masa perang kemerdekaan hingga pascakemerdekaan, laskar santri dan ajengan di wilayah Kota Cimahi terlibat langsung menumpas penjajah dan sekutu. Keterlibatan itu tak terlepas dari peran ajengan.

Sebut saja nama Kyai Haji Usman Dhomiri. Ajengan yang lahir di Maroko sekitar tahun 1870-an itu berperan membentuk laskar Fisabilillah. Dalam buku Prahara Cimahi Pelaku dan Peristiwa 30 Oktober 1945-28 Maret 1946 (S.M. Arief, 2021), dijelaskan jika pembentukan badan perjuangan Fisabilillah juga berdasarkan permintaan Bupati Bandung, R.A.A. Wiranatakusumah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Badan perjuangan Fisabilillah berisikan pemuda-pemuda yang kebanyakan sebagai murid-murid Ajengan Dhomiri dari luar wilayah Gunung Bohong, Kota Cimahi, yang menjadi lokus pengajian rutin. Nama-nama yang bergabung dengan laskar Fisabilillah seperti Haji Zakaria daru Buahbatu, Ustaz Emed dari Gununghalu, Ustaz Anda dari Cililin, dan nama lainnya.

"Jadi memang sejak zaman dulu, santri dan ajengan terlibat langsung dalam perang kemerdekaan. Jadi jiwa mereka terpanggil terutama mempertahankan kemerdekaan," kata pegiat sejarah sekaligus Ketua Komunitas Tjimahi Heritage, Machmud Mubarok kepada detikJabar, Minggu (22/10/2023).

ADVERTISEMENT

Selain nama Ajengan Dhomiri dengan Laskar Fisabilillah-nya, Machmud juga menjelaskan ada laskar lain. Yakni Laskar Hizbullah yang dibentuk oleh Haji Radi, yang bermarkas di Kalidam, Kecamatan Cimahi Tengah, saat ini.

Peran santri dan ajengan di Kota Cimahi misalnya, terlibat mencegat iring-iringan kendaraan sekutu/pasukan Inggris saat itu, yang bergerak dari Padalarang menuju Jalan Foker, di kawasan Garuda, Kota Bandung.

"Mereka terlibat pertempuran sporadis setelah kedatangan divisi Hindia Belanda ke 23. Jadi waktu itu sekutu menurunkan divisi ke-23 itu dibonceng NICA atau pemerintah Belanda. Itu semakin membuat masyarakat benci ke Belanda yang ratusan tahun menjajah," kata Machmud.

Laskar Fisabilillah dan Hizbullah terlibat dalam pertempuran demi pertempuran. Ajengan di masa itu, juga menelurkan cerita mengenai karomah yang mungkin saat ini terdengar seperti dongeng sebelum tidur.

"Jadi ada cerita dari pesantren di Cibabat. Saat itu karena santri dan ajengan terlibat dalam pertempuran membuat Belanda bergerak. Mereka melakukan sweeping ke pesantren-pesantren. Mungkin ini karena karomah ajengan, jadi saat sweeping Belanda ke pesantren Cibabat itu, seolah-olah di situ tidak ada orang. Padahal waktu itu sedang ada pengajian besar," ucap Machmud.

Sweeping itu, kata Machmud, menandakan betapa khawatirnya Belanda dan sekutu pada keberadaan laskar santri dan ajengan yang membantu pejuang kemerdekaan dalam mengusir penjajah hingga mempertahankan kemerdekaan.

"Jadi dulu itu ajengan sangat dihormati dengan segala peran dan karomahnya. Kalau melihat sejarah, jelas santri dan ajengan punya peran penting. Padahal dulu Cimahi ini bukan kota santri, beda dengan Tasikmalaya yang punya ratusan pesantren sampai saat ini," kata Machmud.

Pertempuran Laskar Fisabilillah

Masih dalam buku Prahara Cimahi Pelaku dan Peristiwa 30 Oktober 1945-28 Maret 1946 (S.M. Arief, 2021), Laskar Fisabilillah ternyata mendapatkan pelatihan daru seorang pensiunan Sersan Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) Saring.

Saring yang saat itu berpangkat Sarean atau Sersan, juga merupakan murid pengajian Ajengan Dhomiri. Sersan KNIL Saring sendiri tinggal di Jalan Cibeber, usai pensiun, hanya beberapa ratus meter dari kuburan kristen. Ia kemudian bertolak ke kampung halaman istrinya di Kalimantan, dan meninggal di sana.

Soal latihan yang diberikan Sersan KNIL Saring, meliputi latihan kilat, pengetahuan tentang isi senjata, latihan membidik, teori menembak, hingga latihan pertahanan dan penyerangan.

Dijelaskan dalam buku tersebut, latihan yang dijalani anggota Fisabilillah berbekal tujuh pucuk senjata bekas KNIL tahun 1942 dan satu pucuk senapan berburu. Tujuh pucuk senjata itu pun kondisinya tak bagus-bagus amat usai diangkat dari sumur.

Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa Laskar Fisabilillah terlibat dalam tiga serangan yang dilancarkan musuh. Serangan pertama terjadi pada minggu ketiga bulan Januari tahun 1946. Lokasi serbuan musuh terjadi di kampung pinggir lapangan Sriwijaya, yang waktu itu masih belum ada permukiman.

Serangan kedua terhadap Laskar Fisabilillah terjadi beberapa hari usai serangan gelombang pertama. Serangan kedua itu ditandai dengan suara gemuruh dari konvoi kendaraan musuh di Jalan Cibeber menuju lapangan militer (sekarang Jalan Sriwijaya).

Lalu serangan ketiga terjadi pada awal bulan Februari 1946. Serangan musuh terjadi di sebelah utara Kampemen Cimahi, Gang Lurah, dan sepanjang Jalan Gatot Subroto. Serbuan musuh juga terjadi di hampir seluruh daerah Cimahi.

Tiba di akhir bulan Maret 1946 usai pertempuran panjang yang terjadi di wilayah Cimahi dan Bandung, Ajengan Dhomiri mengundurkan diri sebagai pimpinan pasukan Fisabilillah dan menganjurkan pasukan tersebut bergabung dengan Tentara Republik Indonesia (TRI) sebelumnya Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

(iqk/iqk)


Hide Ads