Ngabuburit jadi satu kegiatan yang wajib dilakukan selama bulan Ramadan. Banyak cara yang bisa dilakoni, mulai dari berburu takjil hingga bermain bersama teman-teman.
Terlebih untuk bocah-bocah yang saat ini sedang libur sekolah selama sepekan kedepan. Mereka punya banyak waktu luang sejak pagi sembari menunggu waktu berbuka puasa.
Selepas beribadah tentunya, ngabuburit jadi kegiatan yang dinanti. Seperti yang dilakukan oleh Afnan, Al, dan beberapa teman sepermainan mereka. Saban sore selalu nangkring di Lapangan Poral, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tangan mereka memegang sebuah benda berukuran panjang, sambil diarahkan ke sisi yang kosong, seketika terdengar bunyi ledakan cukup keras. Ternyata mereka sedang memainkan meriam paralon atau dalam bahasa sunda dikenal dengan nama 'lodong'.
"Lagi main lodong paralon," kata Afnan, bocah SD yang rumahnya tak jauh dari tempat mereka ngabuburit, Minggu (2/3/2025).
Lodong atau meriam biasanya dibuat dari bambu. Namun seiring berkembangnya zaman, material untuk membuat meriam itu jadi beragam. Salah satunya paralon, atau pipa plastik yang bisa dibeli di toko material.
"Dari paralon, kalau dari bambu susah bikinnya. Terus cari bambunya juga susah, kadang kalau sudah jadi cuma bunyi sekali terus lodongnya pecah," kata Afnan.
Sampai akhirnya banyak orang membuat meriam dari pipa paralon. Ukurannya bisa diatur sesuai dengan keinginan, tak terlalu sulit untuk dirakit, serta lebih ringan ketimbang meriam atau lodong berbahan dasar bambu.
Untuk membuat meriam berbahan dasar pipa paralon, mereka hanya perlu membeli pipa berukuran 30 sampai 50 sentimeter. Kemudian di ujungnya dipasangi ujung botol air mineral yang berfungsi seperti mahkota laras.
"Bisa juga bikin pakai kaleng bekas susu kental manis. Itu tinggal dibolongin setiap kalengnya, disatukan pakai lakban, nanti ujungnya pakai bekas air mineral juga. Paling modalnya Rp50 ribu kalau pakai paralon," kata Afnan.
Modal itu sudah untuk membeli sebotol spirtus sebagai bahan bakar untuk meletuskan meriam tersebut. Tak bakal ada api yang keluar dari ujungnya, melainkan hanya suara letusan nyaring saja.
"Spirtusnya harus dimasukkan ke semprotan gitu, nanti tinggal disemprotkan ke meriamnya. Nanti biar nyala itu pakai bekas korek gas," kata Afnan.
Teman sepermainan Afnan, Al (10), mengatakan setiap Ramadan tiba mereka selalu ngabuburit dengan bermain meriam paralon tersebut. Biasanya mereka membagi tim menjadi dua.
"Jadi biasanya main setiap jam 4 sore, kalau hujan ya enggak. Nanti timnya dibagi 2, terus perang gitu dari ujung ke ujung lapangan," kata Al.
Jika sudah bosan, mereka biasanya akan bermain bola. Sebab lapangan itu merupakan satu-satunya ruangan terbuka buat mereka menunggu waktu berbuka, tanpa mengenal lelah.
"Main bola, main sepeda, paling gitu. Jarang main game, lebih senang main di lapangan," kata Al.
(dir/dir)