Terbunuhnya KH Abdul Hamid dan 3 Santri di Tangan PKI

Lorong Waktu

Terbunuhnya KH Abdul Hamid dan 3 Santri di Tangan PKI

Aldi Nur Fadilah - detikJabar
Selasa, 04 Mar 2025 03:30 WIB
Ponpes Al Hamidiyah, Langkaplancar, Pangandaran
Ponpes Al Hamidiyah, Langkaplancar, Pangandaran (Foto: Aldi Nur Fadilah/detikJabar)
Pangandaran -

Tidak hanya soal pariwisata dan budaya, Pangandaran memiliki cerita-cerita bersejarah yang dialami pesantren. Terutama masa era kemerdekaan.

Salah satu pesantren yang memiliki cerita kelam selama menyebarkan ajaran islam yaitu Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Hamidiyah. Ponpes tersebut menjadi saksi berjuangnya para kyai dan santri waktu kemerdekaan.

Ponpes yang berlokasi di Dusun Cigansa, Desa Pangkalan, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran ini berdiri tahun 1933 oleh KH Abdul Hamid atau Kiai Ageung putera dari Kepala Desa Pangkalan saat itu KH Abdul Ghani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tempat yang dulunya hanya tempat warga setempat belajar mengaji berkembang menjadi pondok pesantren yang cukup dikenal di Pangandaran. Ponpes ini pun mempunyai cerita yang menggambarkan perjuangan para santri dan kyai.

Cucu Pendiri Ponpes Al Hamidiyah, Kyai Cucu Saeful Aziz mengatakan, ponpes ini sudah berdiri sejak 1908 yang waktu itu hanya tempat mengaji warga setempat. Lalu pertama kali berkembang menjadi pesantren itu mulai 1933.

ADVERTISEMENT

"Pendirinya dulu JKH Abdul Hamid anak pertama dari 15 bersaudara. KH Abdul Hamid juga masih keturunan dari Pamijahan, Sukapura atau Tasikmalaya," kata Kyai Cucu belum lama ini.

Menurutnya, Kyai Abdul Hamid dibesarkan dalam keluarga yang lekat dengan ajaran agama Islam. Ia pun merintis pesantren yang semula menjadi tempat mengaji sekitar tahun 1930an.

"Waktu 1930an belum Al-Hamidiyah namanya. Karena waktu itu masih tempat mengaji," katanya.

Santri Pejuang yang Tangguh dari Ponpes AL Hamidiyah

Cucu bercerita, jika sosok KH Abdul Hamid merupakan sosok santri yang tangguh, menjelang era kemerdekaan aktif berjuang pada gerakan-gerakan perjuangan. Bahkan, KH Abdul Hamid menjelang peristiwa Bandung Lautan Api membentuk santri Hizbullah dan Fisabilillah.

"Santri Hizbullah dan Fisabilillah ini dibentuk untuk melawan aksi penjajahan, mereka dilatih di pondok pesantren ini untuk bela diri dan bela negara," ucapnya.

KH Abdul Hamid atau akrab dipanggil Kyai Gede melibatkan laskar Hizbullah dan Fisabilillah ke Bandung dari Langkaplancar dengan berjalan kaki. "Kalau cerita dari orang tua rombongan santri tersebut berjalan kaki ke Bandung dari Langkaplancar berhari-hari," katanya.

Usai pulang dan terlibat mempertahankan NKRI di Bandung, sejumlah santri yang selamat kembali ke Langkaplancar. "Untuk jumlah yang meninggal itu kurang tahu, cuman ceritanya banyak, sedikit yang tersisa," ucapnya.

Perjalanan melawan pemberontakan tidak hanya selesai sampai disitu, Abdul Hamid melewati sejumlah cobaan lagi, karena wilayah Langkaplancar saat itu dikuasai DI TII.

"Saat pulang KH Abdul Hamid kembali menyusun strategi di pegunungan Singkup, Desa Bojongkondang. Waktu itu paham DI TII mulai merebak. Banyak anggota DI TII yang mencari Abdul Hamid, makanya dianggap memberontak, karena tidak mau gabung sama mereka (DI TII)," ujarnya.

Ponpes Al Hamidiyah, Langkaplancar, PangandaranPonpes Al Hamidiyah, Langkaplancar, Pangandaran Foto: Aldi Nur Fadilah/detikJabar

Menurutnya, saat itu banyak yang mencari sosok Abdul Hamid, bahkan ada 3 komponen atau kelompok yang menyerang beliau. "Ada yang mau membunuh Abdul Hamid, karena dianggap memberontak dan tidak nurut. 3 kelompok yang mengincar itu diantaranya, penjajah Belanda, PKI, dan DI TII," katanya.

Kyai Tak Berdosa Terbunuh di Pangandaran

Cucu mengatakan saat pemberontakan PKI banyak para kyai terbunuh. Pembantaian keji itu dilakukan dalam upaya pencarian Kyai Abdul Hamid.

"Pemberontakan PKI itu sekitar 1949, banyak Kyai yang terbunuh tak berdosa karena dengan harapan mereka itu sosok Abdul Hamid. KH Abdul Hamid kemudian bergerilya ke daerah Ciamis, di sana pun masih diintai," terangnya.

Namun, seiring berjalannya waktu gerombolan DI TII menemukan KH Abdul Hamid bersama 3 santri lainnya di wilayah Ciamis. KH Abdul Hamid pun terbunuh saat melakukan persembunyiannya.

"Beliau dibunuh gerombolan PKI di wilayah Ciamis, makamnya pun sekarang disana," katanya.

Tewasnya KH Abdul Hamid dan 3 santrinya membuat selimut duka bagi ponpes Al-Hamidiyah yang tersampaikan dari santri yang selamat waktu itu.

"Sepeninggalan beliau, karena meninggal dunia, dulu ponpes ini sempat vakum, tahun 1949 adik kandungnya KH Anwar Sanusi dipercayai oleh tokoh-tokoh dan para kyai untuk meneruskan pesantren, sekitar tahun 1960 ponpes kembali berjalan lagi. Soal nama ponpes Al Hamidiyah secara harfiah berarti terpuji. Tempat ini tentu punya sejarah panjang untuk sarana dakwah dan pengajian warga Langkaplancar, terutama soal perjuangan," katanya.

Sementara itu, yang saat ini tersisa hanya sebuah peninggalan bersejarah, ada situs cagar budaya. "Yang saat ini tersisa hanya petilasan KH Abdul Hamid di sejumlah tempat Langkaplancar seperti makam dan untuk makam aslinya berada di Karanggedang Ciamis bersama 3 santrinya," ujar dia.

(yum/yum)


Hide Ads