Peringatan 1000 Tahun Sang Hyang Tapak, Cikal Bakal Kalender Sunda

Peringatan 1000 Tahun Sang Hyang Tapak, Cikal Bakal Kalender Sunda

Wisma Putra - detikJabar
Sabtu, 08 Jul 2023 09:00 WIB
Peringatan 1000 Tahun Prasasti Sang Hyang Tapak di Bandung
Peringatan 1000 Tahun Prasasti Sang Hyang Tapak di Bandung (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandung -

Sejumlah tokoh Sunda di Kota Bandung memperingati 1000 tahun Sang Hyang Tapak warisan Raja Sunda ke 20 Srijaya Bupati. Prasasti ini diyakini merupakan cikal bakal penanggalan dalam kalender Sunda.

Peringatan 1000 tahun Prasasti Sanghyang Tapak ini digelar di Cafe Batavia yang berada di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Jumat (7/7) malam.

"Prasasti Sang Hyang Tapak menurut tulisan dari Ali Sastramidjaja, salah satu penanggalan lengkap dibandingkan batu prasasti lainnya, sehingga Abah Ali meneliti kalender Sunda, mengambil, mengkonversi dari penanggalan prasasti Srijaya Bupati itu," kata Budayawan Sunda Miranda H Wihardja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mira sapaan karib Miranda mengungkap, prasasti tersebut saat ini ada di Museum Nasional Republik Indonesia. Dia berharap dengan peringatan ini, menjadi pengingat tentang budaya leluhur Sunda.

"Dengan peringatan ini, sesuai tema 'muncang labuh ka puhu' selain melestarikan seni dan kearifan lokal, Kota harus mengingat dengan asal-usul. Saya bukan ahli prasasti, tapi dasarnya sistem penanggalan dari prasasti ini tidak salahnya kita mengetahui soal prasasti ini," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Pelaksana Kegiatan Bengkel Studi Budaya Elimayanti Padmawijaya mengatakan, prasasti itu merupakan cikal bakal ditemukannya kembali kalender Sunda yang dulu konon katanya tenggelam sekitar 500 tahun yang lalu.

"Di prasasti itu jelas banget, Raja Sunda-nya menuliskan tanggal, bulan dan waktu, semua ciri-cirinya sangat jelas," ujarnya.

Tak hanya digelar secara offline, Peringatan 1000 tahun Prasasti Sang Hyang Tapak ini digelar juga secara online dan dihadiri oleh warga Sunda di seluruh Jawa Barat, Indonesia dan luar negeri.

"Tujuan acara ini, intinya tentang waktu, jadi waktu yang dalam Al-Quran dikatakan demi masa, manusia sesungguhnya dalam keadaan merugi, kecuali orang yang mau saling mengingatkan, begitupun waktu yang diwajibkan leluhur Sunda untuk kita semua selayaknyalah coba dibaca, iqro, dilihat dan dinikmati manfaatnya tanggal itu, apa yang ada di tanggal itu khususnya untuknya orang Sunda di mana pun berada dan semua orang," ungkap Eli.

"Manfaatnya kalender Sunda ternyata mengandung manajemen waktu di mana kita harus begini, di mana kita harus berjaga, di mana kita harus berjuang, harus berkarya di situ ada ternyata, ada satu rumusan dan leluhur kita sudah memberi wadah dan tinggal jalan," tambahnya

Kalender Sunda Harus Dijadikan Peraturan Daerah

Menurut Anggota DPD RI Jawa Barat Eni Sumarni mengatakan, kalender Sunda adalah mustika dan kekayaan yang dimiliki suku Sunda. Dibutuhkan campur tangan pemerintah daerah untuk mempertahankan keberadaan kalender Sunda dan mengenalkan kalender Sunda ini keseluruhan warga Jawa Barat, khususnya warga Sunda.

"Ini kekayaan khazanah budaya, kalender ini bagi saya kalender luar biasa sebagai warga Sunda. Kalender ini harus diabadikan karena belum booming ya, di bumi pertiwi kasundaanya juga belum, ini baru dari kalangan internal budayawan yang ingin kembali bahwa kalender Sunda ini dihidupkan," tutur Eni.

Karena kalender Sunda ini merupakan sebuah kekayaan, Eni menyebut dibutuhkan campur tangan pemerintah daerah.

"Kalau kita punya sesuatu, khususnya di Indonesia punya khazanah kekayaan budaya ini kan harus di(jadikan) perda. Karena Indonesia ini negara hukum dan hukum pemerintah daerah adalah perda," jelasnya.

"Kalau udah ada perda penyebarluasannya enak," tambahnya.

Eni menyebut, sampai saat ini pemerintah daerah yang baru memperhatikan baru sampai tingkat Kota Bandung, memperhatikan dan memfasilitasi penelitian tentang kalender Sunda.

"Baru Kota Bandung," sebutnya.

Pihaknya juga berharap kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil agar turut serta mengenalkan kalender Sunda ini kepada masyarakat Sunda di manapun berada.

"Selalu ada harapan karena saya yakin kalau sudah paham, semua akan mengatakan ini kekayaan kalau sudah memahami. Maka tidak akan ada kata tak kenal maka tak sayang, mungkin kami juga kurang komunikasi, ini akan kami lakukan komunikasi intens," pungkasnya.

Prasasti Sang Hyang Tapak

Dilansir dari laman resmi Kemendikbud Prasasti Sanghyang Tapak terdiri dari dua prasasti, yaitu Sang Hyang Tapak I dan Sanghyang Tapak II yang dipahatkan pada empat batu alam mengandung pasir.

Saat ini prasasti Sangh Byang Tapak I dan II disimpan di Museum Nasional dan diberi nomor inventaris D. 73, D. 96, D. 97 d an D. 98. Keempat batu bertulisan ini ditemukan di dua tempat yang berbeda. Berdasarkan Notulen Bataviaasch Genootschap tahun 1890 dan 1891, prasasti yang bernomor inventaris D. 73 ditemukan di tepi Sungai Cicatih dekat stasiun kereta api Cibadak, Sukabumi.

Sedangkan menurut Notulen Bataviaasch Genootschap tahun 1897, 1898, dan 1899, prasasti yang bernomor inventaris D. 96, D. 97 dan D. 98 ditemukan di bukit Pangcalikan, Bantarmuncang, Sukabumi.

Prasasti bernomor inventaris D. 73, D. 96, dan D.97 merupakan prasasti Sang Hyang Tapak I dan yang bernomor inventaris D.98 merupakan prasasti Sang Hyang Tapak II. Kedua prasasti tersebut memiliki angka tahun yang sama yaitu 952 Śaka.

Isi prasasti Sanghyang Tapak I dan II saling berkaitan. Prasasti Sanghyang Tapak I memuat keterangan bahwa pada bulan Kārttika, paro-terang, tahun 952.

(wip/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads