Berbagai daerah di Indonesia memiliki bahasa yang menjadi identitas dan ciri khas. Jika di Malang ada yang dikenal dengan Boso Walikan (bahasa terbalik), di Kota Sukabumi ada Basa Sani Widal (bahasa Sandi Tipar).
Keduanya sama-sama muncul sejak perjuangan masyarakat setempat melawan penjajahan Belanda. Seperti apa sih bahasa Sandi Widal ini?
Baca juga: Salah Kaprah Kata Ewe |
Ketua Widal Community, Mbul, mengatakan bahasa Widal muncul saat Belanda melancarkan agresi militer. Banyak di antara warga Sukabumi yang menjadi mata-mata dan berkhianat untuk memberikan informasi kepada Belanda. Saat itulah, bahasa Sandi Widal diciptakan warga Tipar, Kecamatan Citamiang untuk mengelabui Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya dari zaman penjajahan Belanda sudah ada, karena dulu itu di Sukabumi banyak penghianat, orang Belanda juga sudah tahu bahasa Sunda, maka dibuatlah bahasa sandi tersebut. Kebetulan pas pembuatannya atau ramai digunakannya di daerah Tipar," kata Mbul saat berbincang dengan detikJabar, belum lama ini.
Seiring perkembangan, Sandi Widal ini juga ada yang menggunakannya di daerah lain, khususnya Cianjur. Bahasa ini tetap dipakai sehingga masih lestari sampai sekarang.
"Jangan kaget juga ketika di Cianjur ada satu daerah yang menggunakan sandi Widal, itu pindahan dari Tipar dan dia bawa bahasanya ke daerah sana," sambungnya.
Sejarawan sekaligus penulis buku Soekaboemi The Untold Story, Irman Firmansyah, menambahkan pola bahasa Sandi Widal tidak lepas dari bahasa Sunda. Perubahan terjadi pada pelafalan huruf.
Contohnya seperti huruf B menjadi huruf H, huruf C menjadi huruf J atau Z (karena memiliki bunyi yang serupa), kemudian huruf D menjadi huruf P, F dan V. Dalam kalimat bahasa Sunda misalnya 'Isuk-isuk gening manéh geus leumpang jeung anak monyét?'. Jika diubah dalam Sandi Widal menjadi 'Nyigun-nyigun seking yakéb seug reuydang ceung nyakan yongéw?' (Pagi-pagi kamu sudah jalan sama anak monyet?).
Ini berbeda dengan Boso Walikan yang cukup dengan membaca terbalik susunan sebuah kata. Contohnya, mas menjadi sam, saya menjadi ayas, kamu menjadi umak atau singo edan menjadi ongis nade serta masih banyak lagi.
"Walikan lebih mudah. Beda pola saja, polanya tetap hanya membalik. Kalau bahasa Widal memang agak rumit harus dipelajari dulu," jelas Irman.
(orb/orb)