Menghidupkan Tradisi 'Nganteuran' dari Bingkai Sineas

Menghidupkan Tradisi 'Nganteuran' dari Bingkai Sineas

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Sabtu, 18 Mar 2023 16:30 WIB
Hidupkan Tradisi Nganteuran Resep Perempuan Jampang Lewat Bingkai Para Sineas
Hidupkan Tradisi 'Nganteuran' Resep Perempuan Jampang Lewat Bingkai Para Sineas (Foto: Dokumentasi Titik Salira)
Sukabumi -

Nganteuran, sebuah tradisi yang perlahan mulai sirna ditelan perkembangan zaman. Dalam bahasa Indonesia nganteuran memiliki arti mengantarkan, sebuah tradisi yang menjaga keharmonisan bertetangga. Namun di tangan para sineas, tradisi itu dikembangkan hingga memiliki arti yang luas.

Dalam bingkai sederhana aktivitas nganteuran adalah mengantarkan makanan hasil memasak di dapur kepada tetangga terdekat menggunakan rantang, konon tradisi itu sudah turun temurun dilakukan di wilayah Jawa Barat bagian selatan, salah satunya di Kabupaten Sukabumi terutama di Pajampangan.

"Sebenarnya berawal dari ide personal, saat dua tahun terakhir keluarga pindah ke sini, pindah ke daerah Sukabumi Selatan, ternyata secara tidak disadari praktik nganteuran itu masih menubuh di kalangan masyarakat terutama ketika perayaan hari raya. Meskipun jarak antar rumah dan kekeluargaannya itu masih terbilang erat tetapi prosesi nganteran itu bisa memperkuat dan masih kuat sebagai tanda negoisasi dan diplomasi masyarakat," kata S Sophiyah K, produser dan direktur artistik film dokumenter 'Nganteuran' kepada detikJabar, Sabtu (18/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahasiswi Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu menjelaskan tradisi ngateuran secara garis besar memang bagian dalam aktivitas mempererat tali persaudaraan, paling banyak praktik itu dilakukan saat momen hari raya.

"Itu-pun terjadi pada keluarga besarku di sini, di Cimanggu. Dalam sejarah landscape Jampang Kulon ini masih terjadi dan dari situ melihat keunikan dari rantangnya itu sendiri. Bagaimana para perempuan masih sangat bersemangat, mengolah makanan dan mengemasnya ke dalam rantang," ujar Sophiyah.

ADVERTISEMENT

"Dan si penerima juga bisa mengapresiasi dengan berbagai pandangan ketika dia melihat rantang entah itu isinya apa meskipun misalkan dalam momen lebaran menu makanan itu-itu saja tetapi ada rasa kesenangan pribadi ketika tetangga atau keluarga terdekat itu mengirim makanan meskipun makanannya itu dalam konteks menunya sama dengan makanan yang sama tetapi ada kehangatan yang terjalin dalam kesederhanaan dari rantang itu sendiri," beber Sophiyah menambahkan.

Hidupkan Tradisi 'Nganteuran' Resep Perempuan Jampang Lewat Bingkai Para SineasHidupkan Tradisi 'Nganteuran' Resep Perempuan Jampang Lewat Bingkai Para Sineas Foto: Dokumentasi Titik Salira

Tidak mudah bagi Sophiyah dan rekan-rekannya membingkai tradisi turun temurun itu menjadi sebuah dokumenter berdurasi 1 jam. Mereka melakukan riset terlebih dahulu hingga kemudian memasuki tahapan pengambilan gambar dan proses editing.

"Proses riset dari Desember 2022 sampai Februari 2023, lalu proses shooting 16 hari, pengeditan 2 minggu lebih kalau di total kurnag lebih selama 4 bulan,. Kami 12 orang seniman dari berbagai daerah bergabung, kamipun tidak secara ikut menemukan dan ini nganteran dan masih terjadi secara masif. Tetapi di ruang-ruang terkecil, momen nganteran masih bergulir sampai hari ini terutama dalam masa panen," tuturnya.

Tidak ada karakter utama dalam dokumenter itu, dalam kisah film dokumenter itu ada beberapa sosok perempuan yang dianggap sebagai penjaga tradisi melalui menu otentik yang disajikan. Figur perempuan tersebut digambarkan memiliki kekhasan dan berperan penting dalam biodiversitas ketahanan pangan.

"Tidak ada penokohan, tapi kita mengambil montage sosok perempuan yang memiliki narasi budaya pangannya cukup kuat. Terutama dalam konteks ketahanan pangan misalnya dalam film itu yang berkaitan dengan landscape biodiversitas kan dimunculkan dalam beberapa segmen perempuan penggeraknya," ungkap Sophiyah.

Pantai, Sungai dan Gunung

Sosok bingkai penjaga tradisi pertama adalah figur pembuat dodol agar. Para sineas mengambil sosok pionir dodol di wilayahnya yang bahkan sebelum warga lainnya tahu soal cara membuat dodol agar tersebut.

"Misalnya di Pantai Minajaya ada pegiat dodol agar, dia itu pionir dodol agar di Minajaya sebelum warga yang lain tahu bahwa rumput laut itu bisa dimanfaatkan menjadi cemilan yaitu dodol. Kemudian di Sungai ada satu sosok, perempuan lebih muda bernama Bu Jamilah (37) pengelola sawah, buruh tani juga dan sangat aktif berinteraksi dengan lingkungan sungainya untuk mengambil tanaman lalapan liar yang orang lain belum tentu tahu itu jenis lalapannya," kata Sophiyah antusias.

Bu Jamilah itu kemudian digambarkan menghantarkan makanan berupa menu menu yang dia ambil di pinggir kali. Seperti Iwung, Jamilah punya menu otentik namanya pepes iwung dan orang lain tidak punya resep itu,

"Itu yang menarik dari ibu Jamilah. Dan dia punya banyak pola interaksi dan kehangatan dengan teman-teman buruh taninyapun dia sering melakukan sampai sekarang dengan saling menghantar masak bareng dan lain-lain," imbuhnya.

Hidupkan Tradisi 'Nganteuran' Resep Perempuan Jampang Lewat Bingkai Para SineasHidupkan Tradisi 'Nganteuran' Resep Perempuan Jampang Lewat Bingkai Para Sineas Foto: Dokumentasi Titik Salira

Kemudian di Gunung ada satu keluarga sosok perempuan, Bu Oyah yang digambarkan masih mempertahankan tradisi huma. Oyah salah satu pegiat huma yang masih memiliki semangat tinggi diantara yang lain yang tidak terlalu mementingkan huma.

"Ini sebuah gambaran, itu penting dan tidak sementara keluarga Bu Oyah masih mempertahankan tradisi huma. Terbaca bagaimana pergeseran huma, ladang dan hutan produksi di Gunung Patat," jelasnya.

Film dokumenter Nganteuran rencananya akan diluncurkan sekaligus ditayangkan hari ini dengan lokasi di Alun-alun Jampang Kulon, Kabupaten Sukabumi dan bisa disaksikan secara daring di website titiksarira.com . Film ini merupakan produksi Tilik Sarira Creative Process melibatkan 12 seniman dan peneliti lintas disiplin (Visual, Pertunjukan, Antropologi) dari beberapa daerah di Indonesia.

"Sebenarnya dalam dokumenter ini keseharian dan hal yang baisa terjadi yang di kurasi dalam montase-montasenya, disini yang penting bagaimana kita melihat keseharian itu menjadi penting, menjadi yang awalnya tidak terbaca dan bisa terbaca oleh khalayak luas bagaimana itu menjadi arsip hidup yang penting ketika si para perempuan itu tetap melakukan nganteuran sebagai strategi ketahanan pangan atau strategi mengelola budaya pangan itu meskipun tidak secara besar," kata Sophiyah.

Hidupkan Tradisi 'Nganteuran' Resep Perempuan Jampang Lewat Bingkai Para SineasHidupkan Tradisi 'Nganteuran' Resep Perempuan Jampang Lewat Bingkai Para Sineas Foto: Dokumentasi Titik Salira

"Tetapi memelihara ruang lingkup kecil seperti itu dalam keseharian arsip yang pentjng yang harus kita pelajarj bersama, bukan hanya dalam glorifikasi orang Jampang tapi momen ini adalah yg bisa dipelajari oleh perempuan lainnya. Bagaimana resep itu bisa diturunkan diwariskan dari perempuan dsri nenek buyutnya sampai regensrsi kemudian bagaimana peran krusial perempuan dalam pengolahan pangan," pungkasnya menambahkan.




(sya/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads