Mengenal Kesenian 'Lisung Ngamuk' yang Ikonik di Ponpes Sukabumi

Mengenal Kesenian 'Lisung Ngamuk' yang Ikonik di Ponpes Sukabumi

Siti Fatimah - detikJabar
Rabu, 15 Mar 2023 07:30 WIB
Lisung Ngamuk Sukabumi.
Lisung Ngambuk Sukabumi (Foto: Siti Fatimah/detikJabar).
Sukabumi -

Kota Sukabumi dikaruniai berbagai jenis kesenian. Salah satu yang menarik perhatian, yaitu Lisung Ngamuk. Secara bahasa, Lisung merupakan bahasa Sunda yang merupakan alat tradisional dalam pengolahan padi atau gabah menjadi beras.

Di Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, Lisung atau Lesung ini menjadi kesenian yang dimainkan oleh para santri. Ngagotong Lisung Ngamuk namanya. Lisung seberat 70 kilogram digotong oleh empat orang santri dan diiringi musik gamelan.

Sebenarnya Lisung Ngamuk merupakan tradisi Sunda yang sudah ratusan tahun tak dimainkan. Di pesantren inilah, kesenian Lisung Ngamuk mulai dibangkitkan lagi. Santri-santri yang memainkan Lisung Ngamuk pun bukan sembarang santri. Mereka memiliki ketahanan tubuh yang kuat dan keahlian pencak silat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pimpinan Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath Fajar Laksana menceritakan soal filosofi Lisung Ngamuk. Dia mengatakan, dalam Kitab Suwasit yang tersimpan di Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi, Lisung Pajajaran pertama kali dibuat oleh Prabu Siliwangi dari kayu jati yang memiliki tiga lubang di depan, tengah, dan belakang.

Dari ketiga lubang tersebut memiliki makna filosofis yang diartikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lubang di tengah yang paling besar bernama Sanghiyang Agung menggambarkan kekuatan dari Allah SWT.

ADVERTISEMENT

"Lubang ini merupakan yang paling besar dibandingkan dengan lainnya yang menggambarkan bahwa dalam sebuah kehidupan bernegara kekuatan Allah SWT lah yang sangat besar," kata Fajar.

Lubang kedua disebut Batara Sungki berada di depan yang menggambarkan kekuatan pemimpin dan yang ketiga namanya dinamakan lobang panjanang yang di belakang atau menggambarkan kekuatan rakyat.

"Artinya lisung ini suatu negara akan kuat, akan hebat apabila memiliki tiga kekuatan, kekuatan dari sang Maha Pencipta, kekuatan dari pemimpin dan dari rakyat. Kalau tiga-tiganya bersatu maka negara akan berjalan dengan baik," ujarnya.

Selain itu dalam kesenian Ngagotong Lisung ini biasanya dibawa oleh Ki Lengser dengan menggunakan tali pengikat sambil membawa sebuah tongkat yang menggambarkan Halu atau dalam Bahasa Sunda disebut Lulumpang. Tali tersebut diartikan sebagai aturan.

"Pemimpin tidak bisa bergerak kalau tidak mengikuti aturan. Tali ini aturan dan pemimpin tidak akan bisa jalan kalau tidak ada tongkat, namanya halu. Zaman Pajajaran disebutnya Lulumpang," katanya.

Empat orang yang membawa Lisung juga menggambarkan empat pilar kebangsaan yaitu NKRI, Undang-Undang Dasar, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. "Kalau pemimpin tidak mengikuti aturan perundang-undangan, negaranya kacau, pemimpin yang tidak punya aturan dan haluan akan kacau," ucap dia.

Kesenian Ngagotong Lisung disebut telah terdaftar di Kemenkumham RI untuk Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas nama KH Muhammad Fajar Laksana sebagai pencipta kesenian ini.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads