Mengungkap Makna Kata Reang yang Diucapkan Warga Indramayu

Mengungkap Makna Kata Reang yang Diucapkan Warga Indramayu

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Sabtu, 18 Mar 2023 08:31 WIB
Suasana masyarakat Indramayu di tugu mangga simpang lima
Suasana masyarakat Indramayu di tugu mangga simpang lima (Foto: Sudedi Rusmadi/detikJabar).
Indramayu -

Masyarakat Kabupaten Indramayu mempunyai kata tersendiri untuk menyebutkan dirinya, yakni dengan memakai kata 'reang'.

Menurut pegiat Lembaga Basa Lan Sastra Dermayu (LBSD) Supali Kasim bahwa kata reang itu merupakan kata yang lazim digunakan sehari-hari oleh sebagian besar masyarakat Indramayu. Namun, kata itu jarang digunakan dalam sastra bahkan tidak digunakan dalam doa.

"Kata isun (di Indramayu) itu bahasa sastra misalnya dituliskan dalam doa, tembang, tapi kalau reang itu bahasa sehari-hari. Beda dengan Cirebon kalau isun itu bahasa sehari-hari juga," kata Supali Kasim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Niat isun arep puasa, jadi bukan niat reang arep puasa (niat saya ingin berpuasa, jadi bukan saya ingin berpuasa)," kata Supali mencontohkan pemakaian kata Reang.

Ternyata, kata reang konon merupakan satu kata dari Jawa Kuno. Supali Kasim memperkirakan kata reang dikenal sejak zaman Majapahit atau sekitar masa Jawa Kuno sampai pertengahan.

ADVERTISEMENT

Tak hanya di Indramayu, sebutan diri dengan menggunakan kata reang pun banyak digunakan sebagian orang di suku Tengger, Bromo hingga pelosok Gresik. Penuturan kata reang yang kini masih banyak diucapkan masyarakat Indramayu karena diperkirakan Indramayu tidak mengalami perubahan ketika zaman kerajaan Mataram.

"Pertama menurut saya Indramayu ini tidak terlalu tersentuh oleh pembaharuan dari Mataram. Kemudian yang di Tengger ketika Majapahit hancur, orang orang Majapahit yang asli yang lari, salah satu tempat nya itu kan Tengger Bromo," jelasnya.

"Sebenarnya ada juga orang Majapahit yang lari ke Bali, tapi di Bali menyebutnya Titiang," imbuhnya.

Namun, kata reang umumnya dituturkan oleh kaum laki-laki. Sementara perempuan di Indramayu biasanya menuturkan kata 'kita' untuk sebutan dirinya.

"Iya lazimnya diucapkan oleh laki-laki kalau perempuan nggak. Saya menduga reang itu bahasa pergaulan sehari-hari yang tidak ada tingkatan. Nah orang yang banyak bergaul itu laki-laki," ungkap Supali.

Sementara itu, bahasa diakui Supali bisa mengalami pergeseran makna seiring berjalannya waktu. Seperti halnya kata sira (lawan kata reang) itu dalam bahasa kuno bermakna untuk sebutan orang ketiga.

"Seperti kata sira sekarang kan artinya kamu. Tapi dalam bahasa kuno sira itu artinya bukan kamu tapi dia (orang ketiga) jadi untuk perkembangan sekarang sira itu kamu (orang kedua), ada pergeseran makna," pungkasnya.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads