Kabupaten Pangandaran punya ragam seni dan budaya. Tak hanya budaya asli, ada budaya dan kesenian dari luar daerah, khususnya Jawa Tengah, yang justru populer di Pangandaran.
Budayawan Pangandaran Erik Krisna Yudha mengatakan kesenian daerah yang populer di Pangandaran berasal dari Jawa Tengah di antaranya Kuda Lumping, Seni Kantongan, Wayang Golek, Wayang Kulit dan Sintren.
"Kelima budaya itu sering dimainkan pada acara tertentu di Pangandaran, salah satunya hiburan rakyat, event, dan acara budaya," kata Erik kepada detikJabar, Senin (6/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan seni Kuda Lumping (Ebeg) berasal dari Ponorogo dan berkembang di berbagai daerah di Jawa Tengah. "Namun di Pangandaran kesenian yang menampilkan atraksi magis ini sangat digemari dari anak-anak hingga orang tua," ucapnya.
Menurutnya di Pangandaran ada akulturasi budaya dengan tarian kuda Lumping. "Aksi yang paling disukai seperti kesurupan dan kekebalan," katanya.
Kesenian lain yang berkembang di Pangandaran ada Seni Kentongan. Dalam penampilannya, alat musik dalam kesenian ini terbuat dari bambu yang dibarengi gamelan, kendang, yang memadukan kesenian Sunda dan Jawa.
"Seni Kentongan berkembang lama di Pangandaran, termasuk baru jika berkolaborasi dengan kesenian Sunda," ucapnya.
Kemudian ada seni Wayang Golek yang populer di Pangandaran. Bahkan pertunjukannya sering digelar di area pesisir. "Kalau dulu kesenian wayang golek sering digelar di kawasan pantai," katanya.
Selanjutnya ada wayang kulit. Erik mengatakan pagelaran wayang ini digemari masyarakat Pangandaran dalam acara budaya yang digelar saat acara tertentu, terutama pada hajatan di daerah Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Mangunjaya, dan Parigi.
"Selama perkembangannya wayang kulit sudah mulai memudar dan jarang lagi digelar. Cerita Ramayana yang berbau kerajaan kini dibubuhi rumor," ucapnya.
Sementara itu, Erik mengatakan kesenian Sintren bukan berasal dari Pangandaran, namun datang dari wilayah Banyumas dan Cilacap. Kesenian ini dimainkan beberapa gadis yang dianggap suci diiringi gending yang dimainkan enam orang. Selama perkembangannya, tari sintren sebagai hiburan budaya dan disisipkan penari pendamping dan bodor (lawak).
"Kelima kesenian itu populer di Pangandaran hingga saat ini, meskipun dalam pertunjukannya banyak digelar dalam prosesi tertentu," pungkasnya.
(mso/orb)