Bahasa Sunda mulai terkikis di tempatnya sendiri. Dari tahun ke tahun pengguna bahasa Priangan di Jawa Barat itu menurun terutama di kalangan anak-anak mudanya.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat dalam dokumen bertajuk Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020, sekitar 30 persen warga Jabar sudah tidak menggunakan lagi bahasa daerah.
Berdasarkan generasi, BPS mencatat generasi Pre Boomer (lahir 1945 dan sebelumnya) masih cukup tinggi menggunakan bahasa daerah dengan persentase 84,73%, kemudian Baby Boomer (lahir 1946-1964) 79,90%, Millenial (1981-1996) 73,92%, Gen Z (1997-2012) 72,44%, dan Post Gen Z (2013-sekarang) 63,99%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upaya melestarikan bahasa Sunda menjadi tanggungjawab bersama. Setidaknya itu yang saat ini terus dilakukan oleh sesepuh dan masyarakat di Kampung Adat Cireundeu.
"Semua pihak sebetulnya bertanggungjawab melestarikan bahasa Sunda. Tanggung jawab itu juga kan karena banyak yang sudah lupa akar kesundaan mereka," ujar Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu, Abah Widiya saat berbincang dengan detikJabar, Senin (6/3/2023).
Bocah-bocah di Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, masih menggunakan bahasa Sunda sebagai ujaran dalam keseharian mereka. Antara sesama pun dengan orangtua.
Bahasa Sunda yang diujarkan, tentunya menyesuaikan dengan lawan bicara mereka. Misalnya kata Abah Widi, saat bocah-bocah berbicara dengan teman main mereka maka bahasa Sunda kasar yang digunakan.
"Kalau sama sesama ya sebetulnya tidak masalah kan menggunakan bahasa Sunda kasar, tapi bukan berarti kata-kata kasar yang dipakai. Kalau sama orangtua, pastinya sambil diajarkan bahasa Sunda lemes (halus) yang dipakai," ujar Abah Widi.
![]() |
Seperti saat Abah Widi berbincang dengan cucunya. Ia tak pernah absen menggunakan bahasa Sunda, bahasa yang menjadi identitas budaya orang-orang Jawa Barat.
"Abah dengan anak, cucu, siapapun pasti ngomongnya ya bahasa Sunda, kecuali dengan mahasiswa yang penelitian. Kalau mereka bisa bahasa Sunda lebih bagus, tapi kalau nggak kan jangan dipaksakan. Tapi anak cucu abah, sudah diwajibkan untuk menggunakan bahasa Sunda setiap hari," ucap Abah Widi.
Resah Bahasa Sunda Mulai Terkikis
Abah Widi tak menutup mata kalau bahasa Sunda mulai terkikis. Penuturnya mulai berkurang. Saat ini, hanya orang-orang tua serta anak-anak di perkampungan saja yang masih menjadi penutur setia bahasa Sunda dalam kesehariannya.
Hal itu, kata Abah Widi, juga terjadi karena wilayah Kota Cimahi khususnya banyak ditinggali pendatang. Merujuk pada peribahasa 'Dimana Bumi Dipijak Disitu Langit Dijunjung', seharusnya pendatang yang tinggal di Cimahi mau susah payah belajar bahasa Sunda.
"Kenyataannya kan nggak begitu, justru orang pribumi Cimahi yang kemudian mengalah menggunakan bahasa Indonesia agar bisa berkomunikasi. Sementara mereka (pendatang) tidak pernah belajar bahasa Sunda. Kalaupun tahu satu dua kata bahasa Sunda, itu yang kasar. Misalnya maneh, sia, jurig, sedangkan untuk komunikasi kan terbatas," ujar Abah Widi.
Lantaran hal itu juga, Kampung Adat Cireundeu yang rutin menggelar kegiatan bertema kebudayaan dan ritual, senantiasa menggunakan bahasa Sunda dalam praktiknya.
"Sunda itu bukan suku, bukan budaya, bukan hanya adat, tapi Sunda itu identitas. Orang-orang Jawa Barat itu Sunda, maka mereka harus bangga dan bertanggungjawab menjaga apapun soal Sunda. Makanya di Cireundeu ini, kan setiap kegiatan selalu diawali dengan bahasa Sunda, paling sederhana itu Sampurasun," kata Abah Widi.
(yum/yum)