Kepala Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Universitas Padjadjaran, Ganjar Kurnia menyebut penamaan tempat dan bangunan mempengaruhi pudarnya penggunaan bahasa Sunda di Jawa Barat saat ini.
Ganjar menuturkan, saat ini banyak tempat atau gedung yang menggunakan nama asing. Dia mencontohkan, di Kota Bandung ada beberapa tempat seperti Bandung Hub Center, Kiara Artha Park, hingga Cicadas Market.
Baca juga: Tanah Sunda 'Rasa' Banyumas di Tatar Galuh |
Menurut dia, penggunaan nama asing untuk tempat dan bangunan itu telah melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Indonesia,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya melanggar undang-undang. Bandung Hub Center, Kiara Park, Cicadas Market, itu melanggar UU semua. Harusnya pakai Bahasa Sunda atau Indonesia lah," kata Ganjar.
Ganjar menuturkan, untuk bahasa Sunda yang digunakan pada suatu tempat atau bangunan sendiri berkaitan dengan toponimi yang didasarkan pada lingkungan dan karakter ekologi.
"Nama tempat dengan bahasa Sunda itu didasarkan berdasarkan lingkungan, ada karakter ekologi. Misal nama dengan ranca, itu kan danau, jadi kalau namanya ranca atau situ itu dataran yang banyak airnya," jelasnya.
Selain itu, Ganjar juga mencontohkan banyak bangunan yang menggunakan bahasa asing untuk namanya. Padahal, jika menggunakan bahasa daerah justru akan jauh lebih bagus.
Sebab kata dia, jika nama-nama tempat saja sudah memakai bahasa asing, telah menghilangkan identitas daerah itu sendiri. Itu juga menjadi faktor pudarnya penggunaan bahasa Sunda saat ini.
"Itu juga menyebabkan, jadi kita tidak merasa di tempat kita sendiri. Sekarang kalau namanya town, residence, village ya gak seperti di tatar Sunda, kaya di luar negeri aja," pungkas Ganjar.
(orb/orb)