Namun di Kabupaten Sumedang, ada salah satu dusun yang masih mempertahankan tradisinya dengan membuat beragam peralatan tradisional rumah tangga dari anyaman bambu tersebut. Dusun itu bahkan dikenal dengan sebutan Kampung Boboko.
Beragam peralatan rumah tangga dari anyaman bambu dihasilkan dari dusun ini. Sebut saja seperti nyiru (tampah), boboko, aseupan (kukusan), tapir, hihid (kipas), ayakan (saringan) dan kerajinan bambu lainnya.
Dusun Awilega namanya. Dusun ini secara administratif masuk ke dalam Desa Genteng, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang. Selain sebagai tradisi, kerajinan anyaman bambu bahkan telah menjadi penopang kekuatan ekonomi bagi warga setempat.
Kepala Dusun Awilega Jajang Setiawan menuturkan keahlian warga dalam kerajinan anyaman bambu merupakan sebuah tradisi yang diwariskan secara turun temurun.
Hal itu menurutnya tidak terlepas dari arti nama Dusun Awilega sendiri yang dalam bahasa Indonesia berarti pepohonan bambu yang luas (Sunda : awi=bambu, lega=luas). Kondisi itu dibarengi dengan daya kreatifitas dari para sesepuh terdahulunya.
"Dulu kan di sini itu banyak pepohonan bambu terus orang tua dulu di sini itu kreatif, dari yang awalnya bikin kerajinan bambu itu untuk sendiri, lama kelamaan banyak peminatnya hingga kemudian dipasarkan," papar Jajang, belum lama ini.
Dalam memasarkan hasil kerajinannya, para sesepuh Dusun Awilega biasanya berjalan kaki hingga puluhan kilometer. Salah satunya hingga ke pusat kota Sumedang.
"Jadi dulu mah kalau dagang itu jauh-jauh dan hanya dengan berjalan kaki," ujarnya.
![]() |
Menurut catatan sejarah pembabakan desa, kata Jajang, tradisi kerajinanan anyaman bambu dulunya dimulai dari Kawasan Babakanloa, kemudian pindah ke Pasirkaliki. Lalu kemudian ke Pasirgadog hingga tradisi itu kini paling banyak di Dusun Awilega.
"Kalau dulu kerajinan anyaman bambu ini ditekuni hampir oleh satu desa, namun seiring perkembangan zaman banyak yang memilih berganti profesi, ada yang jadi petani, karyawan, dan profesi lainnya. Kini dari satu desa hanya Dusun Awilega yang penduduknya masih mempertahankan tradisi menganyam bambu," terangnya.
Jajang menyebut, Dusun Awilega terdiri dari 350 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 750 jiwa. Mata pencaharian penduduknya rata-rata sebagai pembuat kerajinan anyaman bambu.
"Dari jumlah penduduk yang ada mereka rata-rata bermata pencaharian sebagai perajin anyaman bambu, hanya 10 persen yang tidak melakoni sebagai perajin anyaman bambu atau berprofesi sebagai petani, pedagang atau keryawan, atau ada juga sambil jadi petani malamnya menganyam bambu, kan kalau petani itu tidak tiap hari," paparnya.
Dusun Awilega menaungi tiga RW, yakni RW 17, 18, RW 19. Dari ketiganya memiliki ciri khas dari produk hasil kerajinan anyaman bambunya.
![]() |
"Kalau RW 17 itu produknya biasanya hihid, nyiru dan lampegan terus ada kerajinan khusus sesuai pesanan pembeli. Kalau RW 18 dan 19 itu kebanyakan buat boboko dan aseupan," terangnya.
Produk hasil kerajinan itu dipasarkan di Sumedang dan daerah di sekitaran Sumedang, seperti Bandung, Majalengka, Garut dan daerah lainnya.
Menurutnya, produk kerajinan anyanan bambu dari Dusun Awilega masih banyak diminati di tengah tantangan perkembangan zaman. Namun begitu, ia menilai dari sisi pemasaran masih kurang begitu optimal.
Ia pun berharap ada pihak-pihak terkait yang dapat membantu meningkatkan pangsa pasar bagi produk-produk kerajinan anyaman bambu dari Dusun Awilega.
"Mudahan-mudahan kalau ada yang bisa membantu memasarkan lebih luas lagi, bisa lebih berkembang kerajinan anyaman bambu dari Dusun Awilega ini, karena anyaman bambu telah menopang ekonomi warga selama ini," paparnya. (iqk/orb)