Kesenian Tari Trebang Randu Kentir yang kini bisa dinikmati masyarakat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat ternyata pernah hilang. Berkat kegigihan Dede Jaelani (39), membuat salah satu warisan budaya Indramayu itu mulai berkembang di masyarakat.
Di tahun 2005 lalu, Dede Jaelani (39) pria asal desa Muntur, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu itu menggali data dan informasi tentang tarian trebang. Sebab, Dede mengaku tarian khas dengan iringan musik itu tak lagi ia temui di berbagai momen atau hajatan sekalipun.
Mengungkap rasa penasaran nya, pria yang juga pelukis itu mulai menelisik ke sejumlah desa yang diduga tempat salah satu grup seni trebang itu berasal. Ia mencoba mencari dan menggali data dari beberapa penari maupun nayaga yang masih tersisa kala itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabarnya, grup Randu Kentir pada tahun 1970an berdiri di desa Jumbleng. Lewat grup itu mang Sarwa, mempopulerkan tari trebang di setiap hajatan.
"Saya di tahun 2005 mulai menggali data. Datang ke desa Jumbleng-Losarang yang kabarnya ada satu grup Randu Kentir. Kemudian saya berhasil mewawancarai mang Caya dan mang Carkim, mereka nayaga seni trebang," kata Dede Jaelani, Minggu (20/11/2022).
Sayangnya, diceritakan Dede bahwa jejak grup Randu Kentir yang dulu mempopulerkan tari trebang sudah hilang. Namun, Dede mendengar bahwa sebagian alat musik pengiring seni tari khas Indramayu itu masih tersimpan di balai desa Jumbleng.
"Kehadiran saya sempat ditolak oleh pemerintah setempat. Karena penampilan saya yang tidak meyakinkan," kata Dede kepada detikJabar.
Berbagai upaya Dede lakukan agar bisa membangkitkan kembali warisan budaya tersebut. Sehingga, singkatnya Dede mencoba merevitalisasi tari trebang agar bisa dilestarikan. "Tahun 2009 kita mulai merevitalisasi tari trebang itu," katanya.
Berbekal alat musik yang diterima dari pemerintah desa Jumbleng itu, Dede dan penari asli generasi ketiga mulai bangkitkan kembali tari trebang. Bahkan, dengan bantuan nayaga bekas grup Randu Kentir itu, tarian trebang kembali dimunculkan.
"Kami coba ungkap dan latih beberapa orang untuk menari sesuai gerakan tarian dan ritme musiknya," ujarnya.
Agar tak lagi menghilang, Dede kemudian menyulap tempat ia melukis background Sandiwara itu dijadikan latihan seni tari trebang. Ia pun menjadikan tempat itu sebagai sanggar seni Asem Gede.
Tak cukup menyediakan tempat. Dede pun bersiasat untuk mempercepat pelestarian tari trebang itu. Yaa, Dede mulai bekerjasama dengan sekolah sekolah agar tarian khas Indramayu ini bisa dipelajari oleh para pelajar.
"Awalnya hanya sedikit sekolah yang menerima tari trebang sebagai ekstrakurikuler. Tapi sekarang sudah sepuluh sekolah lebih dari tingkat SD sampai tingkat SMA sederajat," ungkapnya.
Meski hanya sanggar seni satu-satunya, namun berkat kegigihan nya, banyak generasi muda yang kini mengenal dan melestarikan kesenian khas Indramayu itu.
"Alhamdulillah sekarang sudah masuk ke generasi 14. Harapannya lebih banyak lagi generasi muda yang mempopulerkan kesenian ini," kata Ketua Sanggar Asem Gede.
Sekedar diketahui, bahwa seni tari Trebang Randu Kentir merupakan kesenian tradisional Indramayu yang diambil dari kisah pasangan suami istri yang tinggal di bantaran Sungai Cimanuk. Mereka adalah Ki Darwan dan Nyi Darwan.
Singkatnya, salah satu dari mereka jatuh terpeleset dan hanyut terbawa arus Cimanuk. Alih-alih menolong pasangannya yang tenggelam, justru hanya mendapat satu barang pohon Randu yang juga hanyut di sungai itu. Hingga kemudian dijuluki Randu Kentir.
Sementara trebang berasal dari dua suku kata yaitu trep (sesuai, selaras) dan Tembang (irama musik). Sehingga, gerakan pada tarian khas Indramayu itu disesuaikan dengan nada irama permainan musik.
(dir/dir)