Kabupaten Pangandaran mempunyai Gondang Buhun seni tradisional yang disebut telah ada sejak lahirnya peradaban manusia di Indonesia. Gondang buhun saat ini masih eksis ditampilkan di Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran setiap setelah musim panen padi.
Seni tradisional Gondang merupakan adat budaya yang memperlihatkan proses penumbukan padi menjadi beras, dengan menggunakan sarana lesung dan alu, dan diiringi dengan kakawihan atau syair yang dinyanyikan oleh pelaku Gondang Buhun.
"Gondang itu lisung yang terbuat dari kayu, awalnya hanya tercipta untuk alat penumbuk padi, tepung dan penumbukan lainnya zaman dulu," kata Kepala Desa Cikalong Ruspandi kepada detikJabar, Kamis (6/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya karena karakter padi zaman dulu tidak seperti gabah, istilahnya gedengan, teknologi penumbukan atau penggilingan padi masih dilakukan dengan cara tradisional.
Ia mengatakan Gondang sudah ada sejak peradaban manusia lahir, karena bukan hanya di Pangandaran, mungkin di seluruh wilayah Indonesia. "Belum tahu pasti tahunya, cuman warga sini percaya Gondang peradaban yang sudah lama ada," katanya.
Gondang Buhun dulu menjadi alat penghubung komunikasi dengan Yang Maha Kuasa. Ketika itu, Islam dan ajaran agama lainnya belum masuk ke Pulau Jawa. "Para leluhur orang Sunda dulu mempercayai ajaran Sunda Wiwitan," kata Ruspandi.
Sunda Wiwitan itu kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur yang bersatu dengan alam, yang dianut oleh masyarakat asli suku Sunda.
"Makanya prosesi penumbukan padi sangat sakral waktu itu, karena padi yang dihasilkan bisa membuat manusia hidup," katanya.
Seiring berjalannya waktu prosesi Gondang Buhun yang semula sebagai alat penumbuk padi menjadi alat kepercayaan dan seni budaya.
"Tujuan dari adat Gondang sangat banyak, ada yang bertujuan untuk turun mandi, anak mau disunat atau dinikahkan, itu ada prosesi sakral Gondang. Ada nyanyian yang disesuaikan dengan tujuan dan niat," katanya.
Namun saat ini berkembang menjadi seni budaya tradisional Sunda. Bahkan Gondang waktu itu dipercaya bisa mengundang hujan.
"Ada keyakinan saat musim kemarau, jika ingin turun hujan, harus menabuhnya pada tengah malam dengan diguyur air dalam Gondang. Bersamaan dengan memandikan kucing," ucapnya.
Sementara jika terjadi Gerhana Bulan memasuki tanggal 14 bulan Purnama Gondang dimainkan untuk memberikan sinyal kepada yang maha kuasa bahwa masih ada peradaban manusia.
"Ya intinya memohon kepada tuhan yang maha esa bahwa jangan dulu dunia ini dihancurkan dan dijauhkan dari kehancuran," katanya.
Ruspandi mengatakan, memang dulu Gondang merupakan adat keyakinan, sekarang menjadi seni budaya. "Sekarang mah sudah diluruskan, tidak ada tujuan lain, saat ini hanya tampilan seni tradisional yang menghibur," ucapnya.
Gondang tercipta dari sakralnya keyakinan, maka untuk pengantin baru yang ingin bercahaya, panjang umur, sejahtera mandi di dekat Gondang. Di Desa Cikalong bunyi tabuh Gondang menjadi simbol peringatan akan dilaksanakannya niat hajatan warga setempat.
"35 hari sebelum pelaksanaan hajat ada prosesi Gondang. Kalo misalkan ada orang yang tutunggulan Gondang, maka menandakan akan hajatan. Gondang bisa menjadi ciri ataupun bel peringatan akan melakukan niatan yang mulia kepada khalayak ramai," katanya.
Gondang dimainkan 6 orang yang mayoritas terdiri dari kalangan perempuan. Alasan dimainkan sepenuhnya oleh perempuan tua karena mempunyai filosofi bahwa perempuan tua yang tahu dan paham tentang budaya tersebut
Terdapat tiga unsur yang dimiliki oleh seni tradisi Gondang Buhun yaitu: alu, lesung, dan kakawihan (syair) yang dinyanyikan. Alu berfungsi sebagai penumbuk padi, lesung berfungsi sebagai wadah padi, dan kakawihan merupakan syair yang mengiringi para perempuan yang memainkan Gondang Buhun dalam pertunjukkan roses pengolahan padi menjadi beras.
(yum/yum)