Menelisik Sejarah Cigumentong, Kampung Terpencil di Sumedang

Jelajah Kampung Adat

Menelisik Sejarah Cigumentong, Kampung Terpencil di Sumedang

Nur Azis - detikJabar
Sabtu, 11 Jun 2022 13:00 WIB
Kampung Cigumentong, Sumedang
Kampung Cigumentong, Sumedang (Foto: Nur Azis/detikJabar).
Sumedang -

Kampung Cigumentong merupakan sebuah perkampungan terpencil yang berada di Desa Sindulang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Kendati demikian, kampung ini konon telah ada sejak masa Kerajaan Sumedang Larang.

Berada di tengah hutan dengan dikelilingi oleh kawasan hutan konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, Kampung Cigumentong menjadi wilayah timur terluar dari Kabupaten Sumedang. Kampung ini berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung atau berjarak 25 kilometer dari Alun-alun Tanjungsari, Sumedang.

NamaCigumentong telah disebut-sebut dalam dokumen dan surat kabar pada masa kolonial Belanda. Seperti ditulis dalam bukuBijblad OpHetStaatsblad VanNederlandschIndie tahun 1940.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kampung Cigumentong, SumedangKampung Cigumentong, Sumedang Foto: Nur Azis

Dalam buku tersebut dibahas soal batas wilayah antara Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Tiga kampung tercantum di sana, di antaranya Kampung Cigumentong, Cimulu dan Pangeureunan.

Kemudian surat kabar Bintang Timoer edisi Selasa, 15 Oktober 1929 mengabarkan sebuah berita pendek tentang kebakaran yang menimpa sebuah kebun serai seluas 221 tumbak di perkebunan Cigumentong.

ADVERTISEMENT

Berita lainnya ditulis oleh surat kabar Dekorrier edisi 14 November 1930 atau setahun berselang dari berita kebarakan di Cigumentong yang ditulis oleh Bintang Timoer. Entah ada hubungannya atau tidak?

Dalam tulisannya, Dekorrier mencatatkan sebuah peristiwa tentang penangkapan pelaku pembakaran rumah kaca milik perusahaan di Cigumentong oleh asisten wedana. Tersangkanya bernama Alnasan, warga Dampit, Cicalengka.

Dari catatan-catatan tersebut,Cigumentong syarat disebut sebagai wilayah perkebunan.

Asal-usul Nama Cigumentong dan Sejarah Perkebunan

Jai Suryana (51), salah satu sesepuh di Cigumentong menjelaskan terkait asal usul penamaan Cigumentong. Diia mengungkap nama Cigumentong tidak lain merunut pada kata Gentong atau tempat air.

"Gentong bagi orang Sunda itu merupakan tempat air, jadi di sini itu air cukup melimpah ruah dimana-dimana di sekitaran Cigumentong," terang Jai yang juga sebagai mantan polisi hutan saat diwawancara oleh detikjabar, belum lama ini.

Jai menyebut untuk di Cigumentong sendiri sedikitnya ada 5 mata air yang ia ketahui. Sementara untuk anak sungai di kawasan Gunung Masigit Kareumbi, totalnya ada sekitar 90 anak sungai.

"Anak-anak sungai itu ada yang mengalir ke sungai Citarik lalu Curug Cinulang, kemudian ada juga yang mengalir ke sungai Cihonje Sumedang dan ke wilayah lainnya, yakni Garut dan Kabupaten Bandung," paparnya.

Ia mengungkapkan, kampung Cigumentong dahulunya merupakan salah satu posko bagi kerajaan Sumedang Larang. Namun, seiring waktu pada akhirnya menjadi sebuah pemukiman.

Ia melanjutkan, kawasan tersebut mulai ramai dihuni warga pada sekitar tahun 1884 hingga 1919 atau saat kolonial Belanda memasuki Cigumentong. Saat dimana Pemerintah Hindia Belanda mulai mendirikan perkebunan-perkebunan di Cigumentong.

"Saat itu kawasan sekitaran Cigumentong mulai ramai oleh pemukiman penduduk lantaran disini didirikan sebuah perusahaan perkebunan Belanda," ujarnya.

Salah satu nama orang Belanda yang paling dikenal warga Cigumentong saat itu adalah tuan Jansen atau biasa disebut sebagai Tuan Blok.

"Dijuluki tuan blok lantaran ia yang menguasai blok Cigumentong, tuan Jansen itu sebagai kepala administratur dari perkebunan teh di Tanjungwangi atau dulunya bernama Sindangwangi (desa yang tidak jauh dari Cigumentong)," paparnya.

Kampung Cigumentong, SumedangKampung Cigumentong, Sumedang (Foto: Tangkapan layar google maps).

Saat memasuki masa pendudukan Jepang di tanah air, tuan Jansen ini lebih memilih menetap di Cigumentong ketimbang dipulangkan ke negara asalnya Belanda. Bahkan, ia menetap di Cigumentong sampai akhir hayatnya.

"Kuburan tuan Jansen ada di Cigumentong, puing-puing bangunan rumah dan kolam renangnya juga masih ada namun sudah rusak," ujarnya.

Itu mengapa di Cigumentong terdapat sebuah perkebunan. Hal itu tidak lain merupakan jejak-jejak dari dahulu kala.

"Jadi perkebunan di sini itu merupakan peninggalan tradisi dahulu, dulu di sini itu bekas perkebunan jeruk dan kesemek juga kopi, makanya kita mau mengembangkan lagi perkebunan itu, kalau jeruk sudah, cuma kesemek belum," tuturnya.

Jai menyebut, Kampung Cigumentong sendiri saat ini dihuni oleh 16 KK atau 65 jiwa dengan jumlah bangunan rumah ada 20 unit.

Kampung Cigumentong memiliki luas lahan sekitar 33 hektar. Dari luas itu, 6 hektar untuk pemukiman sementara sisanya untuk perkebunan.

"Perkebunan di Cigumentong beragam, ada jeruk, sayur mayur seperti tomat, cabai, dan perkebunan holtikultura lainnya," ucapnya.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)


Hide Ads