Helaran Mengmleng, Kesenian Buhun dari Ciamis yang Unik

Helaran Mengmleng, Kesenian Buhun dari Ciamis yang Unik

Dadang Hermansyah - detikJabar
Rabu, 02 Mar 2022 14:25 WIB
Kesenian Helaran Mengmleng saat tampil pada pembukaan obyek Wisata Situ Wangi di Kawali, Ciamis.
Kesenian Helaran Mengmleng saat tampil pada pembukaan obyek Wisata Situ Wangi di Kawali, Ciamis (Foto: Dadang Hermansyah/detikcom).
Ciamis -

Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, kaya dengan berbagai kesenian helaran yang khas dan unik. Seperti Helaran Mengmleng, yang berasal dari Desa Winduraja, Kecamatan Kawali.

Kesenian helaran atau disebut juga dengan arak-arakan atau karnaval. Mengmleng memiliki ciri khas kepala maung Lodaya, kemudian dikemas dengan ukuran besar dengan kostum maung dengan ketinggian sekitar 2 meter.

Kesenian ini biasa tampil dalam berbagai kegiatan besar seperti Hari Jadi Ciamis, Galuh Ethnic Carnival, terakhir pada peresmian wisata Situ Wangi yang dihadiri Gubernur Jabar Ridwan Kamil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dimainkan oleh satu orang diiringi musik tradisi dan bergerak mengikuti alunan musik. Bentuknya yang tinggi biasa menjadi daya tarik para penonton," ujar Kabid Kebudayaan Disbudpora Ciamis Muharam Ahmad didampingi Pamong Budaya Ahli Muda Eman Hermansyah, Rabu (2/3/2022).

Eman menjelaskan seni Helaran Mengmleng tetap dengan ciri khasnya mempertahankan bentuk kepala maung Lodaya kerajaan Sunda. Sedangkan badan menggunakan motif maung lodaya yang turun temurun sejak Pangeran Mahadikusumah Jaman Prabu Maharaja Sakti Kerajaan Sunda.

ADVERTISEMENT

Pamong budaya dan Penggiat Budaya Atus Gusmara adalah yang berkreasi mengembangkan Seni Helaran Mengmleng menjelaskan Mengmleng merupakan salah satu kesenian buhun di Ciamis.

"Mengmleng ini dalam bahasa Sunda artinya ucing gede (kucing besar). Sebetulnya yang dimainkan pada kegiatan itu kreasi dari Mengmeleng, terinspirasi dari barongsai. Kalau yang aslinya itu bisa ditunggangi," ungkap Arus yang juga keturunan Kerajaan Galuh.

Menurutnya Mengmleng ini dulunya ditunggangi oleh Prabu Maharaja saat dikhitan. Menurutnya untuk menunggangi Mengmleng ini tidak boleh sembarang orang, hanya keturunan Raja Galuh yang dapat menungganginya. Sampai saat ini masih dipercaya memiliki kekuatan magis.

"Jadi tidak asal menunggangi, kalau bukan keturunan yang menungganginya bisa sakit. Beberapa waktu juga sempat kejadian, orang sakit tidak bisa berjalan setelah menunggangi Mengmleng sambil bercanda," jelasnya yang merupakan penerus Kesenian Mengmleng.

Atus menyebut kesenian ini sudah turun temurun. Kepala Mengmleng atau maung lodaya asli yang dulu masih tersimpan dan terjaga. Namun jarang digunakan dan hanya pada acara tertentu saja.

"Harapannya kesenian Mengmleng ini bisa masuk dalam WBTB atau warisan budaya tak benda. Sebab, ini merupakan jenis kesenian buhun dari Kawali Ciamis yang masih ada aslinya," pungkasnya.




(mso/bbn)


Hide Ads