Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Sukabumi angkat suara terkait kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi menekan sektor industri padat karya yang selama ini bergantung pada pasar ekspor ke Amerika.
Ketua Apindo Kota Sukabumi, Ashady Sugiarto mengatakan, kebijakan tersebut akan langsung berdampak pada sektor ekspor, khususnya industri padat karya yang masih menjadikan Amerika Serikat sebagai tujuan utama. Ia khawatir kebijakan itu akan mengurangi jumlah produksi dan berdampak pada pemangkasan tenaga kerja.
"Pasti akan ada dampak. Terutama bagi industri yang ekspornya ke Amerika, itu akan sangat terasa," ujar Ashady kepada detikJabar, Kamis (10/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ashady menjelaskan, sebagian besar investor ke Kota Sukabumi di sektor ini berasal dari luar negeri, seperti Taiwan, Tiongkok, dan Korea Selatan. Dengan adanya tarif baru, investor akan berpikir ulang untuk mengekspor produknya ke AS. Akibatnya, industri pun terancam melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan.
"Kalau sudah dihantam kebijakan seperti ini yang sangat memberatkan, ujungnya pasti akan mengurangi ekspor. Dampaknya akan terjadi pengurangan tenaga kerja besar-besaran," ungkapnya.
Tak hanya itu, harga bahan baku yang sebagian besar didatangkan melalui impor juga diperkirakan akan naik. Hal ini semakin membebani industri lokal karena biaya produksi meningkat.
"Dengan adanya kebijakan seperti ini, bisa saja negara pemasok menaikkan harga jualnya ke Indonesia. Dampaknya akan terasa di semua lini," katanya.
Ashady menyebutkan beberapa perusahaan yang berpotensi terdampak cukup besar di Sukabumi, antara lain PT Great Apparel Indonesia dan PT Saga Multi. Ia berharap pemerintah pusat segera melakukan langkah diplomatik agar Indonesia mendapat keringanan dari kebijakan tarif tersebut.
"Mudah-mudahan pemerintah pusat bisa melakukan lobi yang lebih kuat agar bisa mengurangi persentase tarif dari Amerika Serikat," tutupnya.
Insentif Produksi
Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menyiapkan sejumlah insentif untuk mendukung sektor industri yang terdampak kebijakan tarif impor dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut langkah ini sebagai respons strategis untuk menjaga stabilitas sektor padat karya di tengah tekanan global.
Dedi mengatakan, langkah pertama yang sudah dilakukan Pemprov adalah mengkonsolidasikan seluruh sektor industri, baik yang mengekspor ke Amerika Serikat maupun yang tidak, agar tetap solid menghadapi situasi yang tidak menentu.
"Kita sudah sampaikan langkah-langkah strategis, salah satunya mengkonsolidasikan industri di Jabar. Baik yang mengekspor ke Amerika maupun tidak," kata Dedi di Kota Sukabumi, Kamis (10/4/2025).
Sebagai langkah konkret, Dedi menyebut pemerintah akan membuka sejumlah bentuk insentif guna meringankan beban produksi. Bentuk insentif tersebut akan diumumkan secara resmi dalam waktu dekat.
"Pemerintah harus membuka insentif-insentif untuk meringankan beban produksi. Banyak pilihan insentif yang nanti saya umumkan minggu depan," ujarnya.
Tak hanya itu, Dedi menegaskan pentingnya menciptakan iklim industri yang nyaman di Jawa Barat, termasuk dengan mendorong pelaku usaha untuk menjajaki pasar ekspor di luar Amerika Serikat. Menurutnya, peluang pasar global masih terbuka lebar, dan perlu dioptimalkan lewat kerja sama dan diplomasi ekonomi.
"Membuat nyaman industri yang ada di Indonesia itu penting. Kita juga harus mencari pasar selain Amerika, karena pasar kita ini sebenarnya terbuka dan luas. Negosiasinya harus dilakukan," tutupnya.
Sebelumnya, sejumlah pelaku industri di Jawa Barat, khususnya di sektor padat karya seperti tekstil dan garmen, mengaku terpukul dengan kebijakan tarif impor 32 persen yang diterapkan pemerintah Amerika Serikat terhadap produk Indonesia. Pengusaha menyebut kebijakan itu berpotensi menyebabkan pengurangan tenaga kerja secara besar-besaran karena menurunnya minat ekspor ke AS.
(mso/mso)