Cerita Abah Dadeng soal Cuan Menggiurkan dari Rongsokan

Cerita Abah Dadeng soal Cuan Menggiurkan dari Rongsokan

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 27 Jan 2025 12:00 WIB
Abah Dadeng, pengepul rongsokan di Bandung.
Lapak rongsokan Abah Dadeng. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Sampah plastik selama ini sudah menjadi pemandangan di lingkungan kita sehari-harinya. Bagi sebagian besar orang, sampah-sampah itu bahkan tak ternilai dan hanya akan berakhir di tempat pembuangan.

Tapi di tangan Dadang Samsu (56), sampah-sampah plastik itu bisa dia sulap hingga mendatangkan cuan yang menggiurkan. Bagaimana tidak, setiap bulan pria yang akrab disapa Abah Dadeng itu sampai mengeluarkan uang jutaan rupiah dengan keuntungan sekitar dua hingga tiga kali lipat besarnya.

Bermodal lapak sederhana di wilayah Cisaranten Kulon, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung, Dadang Samsu menyulap lahan sewaannya itu menjadi gudang rumahan untuk bisnis barang-barang rongsokan. Beragam barang seperti botol bekas minuman, besi, bahan-bahan kertas hingga alat rumah tangga lainnya, biasanya dia tampung di sana lalu dijual kembali kepada orang-orang yang telah memesannya.

Ditemui detikJabar, Dadang Samsu menceritakan awal mula bisnis rongsokan itu bisa ia jalankan. Semuanya berawal pada 2003 silam, kala ia memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai pegawai honorer di kecamatan.

Kata Dadang, dia saat itu mencoba peruntungan dengan membuka warung kelontongan di tempat kontrakannya. Lalu seiring berjalannya waktu, Dadang Samsu banyak berbincang dengan sejumlah pemulung rongsokan yang beberapa kali melontarkan keluhan sulitnya menjadi penampung barang-barang yang telah mereka kumpulkan.

Abah Dadeng, pengepul rongsokan di Bandung.Lapak rongsokan milik Abah Dadeng. Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar
Abah Dadeng, pengepul rongsokan di Bandung. Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar



Berawal dari situ lah, Dadang Samsu menangkap peluang usaha yang sepertinya bisa dia jalankan. Di tempat kontrakannya, Abah Dadeng, begitu ia akrab disapa, kemudian memutuskan menampung barang rongsokan itu dari para pemulung yang datang.

"Jadi kan waktu itu banyak yang datang bawa karung rongsokan, dianya bingung mau jual ke mana. Ngobrol-ngobrol, ya sudah akhirnya nyoba-nyoba buat jalanin usahanya. Jadi warung tetep jalan, jual-beli rongsokan waktu itu juga berjalan," katanya dalam perbincangannya belum lama ini.

Selain modal uang, Abah Dadeng saat itu mengandalkan relasi kawan lamanya saat pertama kali membuka usaha jual-beli rongsokan. Beragam macam barang yang datang kemudian ia simpan di lahan kontrakan yang saat itu masih terbatas luasannya.

Namun sayang, usaha yang saat itu baru dirintisnya tak bertahan lama. Ini terjadi lantaran si pemilik lahan kontrakan yang ditempatinya memutuskan menjual tanahnya itu kepada orang lain.

Abah Dadeng kemudian pindah ke wilayah Cipagalo sekitar tahun 2007-an untuk melanjutkan kembali bisnis rongsokannya itu. Tapi di sana, usahanya bertahan hingga 2008.

"Di situ sebentar juga, cuma sekitar dari tahun dua atau tiga tahunan. Harga kan waktu itu enggak stabil karena (krisis) moneter. Sampai harga besi waktu itu dari Rp 6 ribu jadi Rp 1.500, jeblok pisan. Jadinya harus gulung tikar," ungkapnya.

Tak mau lama menganggur, Abah Dadeng kemudian memutuskan untuk menyewa lahan di Gedebage sekitar tahun 2009 untuk kembali melanjutkan bisnis rongsokan. Mulai dari sini lah, usaha yang dirintisnya itu menemukan jalan kesuksesannya.

Pada saat itu, Abah Dadeng sendiri yang turun ke beberapa tempat untuk mencari pengepul barang rongsokan. Sebab sekitar tahun 2010-an, Abah Dadeng sudah mendapatkan pesanan ke wilayah industri di Tangerang, Banten, hingga permintaan ekspor ke luar negeri.

Jalan pengembangan bisnis ini pun Abah Dadeng temukan berawal dari kenalannya sesama pengusaha bisnis rongsokan. Dari situ, garis tangan Tuhan mengantarkannya kepada bos-bos besar yang bisa menerima permintaan ekspor barang rongsokan.

"Kalau ekspor itu pakai DO (deliver order, sebuah dokumen yang biasanya digunakan perusahaan-perusahaan untuk pengiriman barang). Sebulan itu bisa mencapai 25 ton permintaannya," cerita Abah Dadeng mengenang kembali awal mula masa kejayaan bisnis yang dirintisnya.

Pada tahun-tahun itu, cerita Abah Dadeng, permintaan untuk barang bekas plastik menjadi yang paling tinggi untuk diekspor ke luar negeri. Biasanya, di negeri tujuan, barang-barang tersebut nantinya akan diolah kembali menjadi benang yang siap jual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Meski tak merinci berapa pendapatannya di tahun itu, tapi Abah Dadeng sedikit membocorkan berapa uang yang bisa dia kumpulkan jika dikalkulasikan. Bayangkan saja, jika ada permintaan, Abah Dadeng tak bakal pikir panjang apabila margin keuntungannya bisa mencapai Rp 100-200 per kilogram.

Jumlah itu pun bisa naik berkali-kali lipat tergantung dengan harga minyak mentah dunia. Sebab menurut Abah Dadeng, harga plastik daur ulang akan terjaga jika minyak mentah pun tak mengalami deflasi yang signifikan.

"Dulu saya yang turun langsung ke pelabuhan buat ngirim barangnya. Itu bisa tiga hari sekali saya baru pulang lagi ke Bandung karena di sana harus nyari barangnya dulu, sekalian ngebuka jejaring buat usaha saya," ujar Abah Dadeng.

Saat berada dalam puncak kejayaan bisnisnya, Abah Dadeng lalu mengalami kondisi yang tak memungkinkan untuk melanjutkan bisnis rongsokan. Kondisinya kemudian sakit-sakitan yang membuat usaha itu sempat keteteran.

Di Gedebage, Abah Dadeng dan usaha rongsokannya pun hanya bertahan sampai sekitar 2015-an. Kemudian setelah itu, ia memutuskan untuk menyewa lahan di dekat rumahnya di Cisaranten Kulon supaya bisa tetap kembali melanjutkan usahanya.

Dengan kondisi yang sekarang terbatas, Abah Dadeng masih tetap menekuni usaha rongkosan yang dirintisnya. Bedanya saat ini, ia sudah tidak lagi mengirimkan barang untuk permintaan ekspor ke luar negeri.

Sejak 2015, Abah Dadeng pun masih bertahan dengan bisnis rongsokannya hingga sekarang. Setiap hari, lahan sewaannya itu bisa menampung barang kiriman 2-3 mobil berjenis colt diesel.

Di lapak sederhana itu, Abah Dadeng mempekerjakan seseorang untuk keperluan pemilhan barang. Setelah barangnya dipilah, ia biasanya menuju tempat penge-press-an atau ke tempat penggilingan supaya barang tersebut bisa terurai ketika siap jual.

"Sekarang mah udah enggak ngirim buat ekspor lagi, paling cuma lokalan aja di sekitaran Bandung," kata Abah Dadeng dalam perbincangannya semakin hangat setelah ditemani sebatang rokok kretek beserta kopi hitam yang telah disajikan.

detikJabar pun dibuat penasaran berapa omzet yang bisa Abah Dadeng kumpulkan selama sebulan dari bisnis rongsokan. Tapi sayang, dia tidak merinci secara pasti jumlah pendapatan yang bisa ia dapatkan dari usaha yang telah dirintisnya sejak bertahun-tahun silam.

Namun, ia memberikan bocoran mengenai gambaran sederhana omzet yang bisa Abah Dadeng dapatkan selama sebulan. Dalam periode tersebut, paling sedikitnya Abah Dadeng harus mengeluarkan modal hingga Rp 50 juta dengan margin keuntungan bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat besarnya.

"Intinya mah jauh lebih bagus ini dibanding kerjaan dulu," kata Abah Dadeng seraya melemparkan candaan dalam obrolannya.

"Omzet itu susah memang, naik-turun, susah lah kalau per bulannya itu. Kalau lagi bagus, alhamdulillah perputaran uangnya. Jadi kalau misalkan dikitnya Rp 50 juta (modalnya), itu bisa mendapat dua-tiga kali lipat, tergantung barang yang dibelinya," tuturnya.

"Tapi kalau kardus ya paling cuma lebihnya aja, paling 30 persen doang omzetnya. Kalau diitung-itung pe rbulan Rp 50 juta (modal yang dikeluarkan di bisnis rongsokan) mah kayaknya enggak pernah kurang, Alhamdulillah," ucapnya.

Mengakhiri obrolan dengan detikJabar, Abah Dadeng tak sungkan untuk membagikan wejangannya. Kata dia, dalam segala lini usaha, yang terpenting adalah membangun kepercayaan dengan menjaga kualitas barang yang kita tawarkan.

"Untuk pemula yang ingin membangun usaha, apalagi dunia rongsokan, yang pertama harus mengenal dulu jenis barangnya. Modal mah bagi saya urusan belakangan, dikarenakan usaha begini berantai, jujur ke bawah jujur ke atas. Kalau kejujurannya bagus, bisa mengikuti jalannya," tutup Abah Dadeng.

(ral/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads