Nasib petani garam di Pangandaran dalam kondisi mengkhawatirkan. Meskipun sumber daya alam laut melimpah, kualitas kadar garamnya yang terkandung dinilai kurang bagus.
Hal ini disampaikan Jumhadi (60) salah satu petani garam di pesisir Bulakbenda Desa Masawah, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran. Meskipun hasilnya kurang menguntungkan yang didapatkan dari membuat garam kristal, Jumhadi tetap mengandalkan usaha bikin garam jadi salah satu mata pencarian.
"Kalau jual garam kristal ini untung ruginya pasti ada. Untungnya kalau lagi harga bagus, kalau kaya sekarang kan pas-pasan plus plas," kata Jumhadi kepada detikJabar, Sabtu (25/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, para petani garam saat ini di Pantai Bulakbenda sudah mulai menyusut. Sebelumnya 12 orang, kini tersisa tiga orang dalam satu kelompoknya. "Sekarang tinggal saya, ketua kelompok, dan adik saya yang masih menggeluti garam kristal atau uyah krosok istilah orang sininya," ucapnya.
Ia mengatakan jika dijalani dengan serius dan fokus sebetulnya dapat menguntungkan. Hanya saja, Jumhadi mengaku terkendala fasilitas penunjang.
Ia mengatakan dari mengelola garam kristal itu dalam sebulan hanya menghasilkan 1 kuintal hingga 1 ton. "Kalau bersihnya pendapatan dari 1 ton itu paling banyak dapat Rp 1 juta-Rp 2 juta. Belum biaya produksi," ucapnya.
"Ya paling bersihnya Rp 500.000 sudah dipotong biaya operasional," sambungnya.
Menurut dia, harga satu kilogram garam kristal hanya Rp 1.000 jika lagi murah. Apabila harganya mahal menyentuh angka Rp 2.000.
Jumhadi menjelaskan, kualitas garam Pangandaran bersaing dengan garam asal Pantai Pantura. Ia mengatakan jika kondisinya kemarau Pantai Pantura harganya bisa mengalahkan garam Pangandaran.
"Makanya saat ini harga kami jatuh sekali, karena selain harga kualitas garam di sini belum memenuhi SNI," katanya.
Kendati demikian, kata dia, para petani garam saat ini di desanya malah banyak yang menjadikan kerja sampingan. Bahkan, nyambi menjadi nelayan hingga buka warung kecil-kecilan di Pantai Madasari.
"Bukan yang diandalkan sebagai pendapatan utama, sebagai sampingan saja, selebihnya saya buka warung di Pantai Madasari. Lokasinya hanya satu kilometer," kata dia.
Selain itu, saat kondisi objek wisata Pantai Madasari, Jumhadi memilih kembali terjun sebagai nelayan mencari ikan. "Kalau nggak dagang ya, pergi ke laut cari ikan. Jadi kan kalau petani garam itu sebetulnya tidak setiap hari harus di cek," ucapnya.
Proses Pembuatan Garam
Jumhadi mengatakan proses pembuatan garam tidak semahal harganya ketika laku dijual. Menurutnya, bahan baku utama membuat garam kristal itu dari air laut.
Untuk air laut yang diambil tidak dari pesisir pantai, melainkan melakukan bor bawah tanah yang jaraknya 10-15 meter dari pesisir.
"Pertama bor air laut dari pesisir bukan langsung dari air laut. Karena kandungan kapurnya tinggi," katanya.
Setelah air laut terkumpul dalam satu bak yang bernama tunnel (kolam dengan saung plastik). Tunnel tersebut dibuat menjadi 4 bagian.
"Tunnel pertama menjadi wadah penampungan bahan baku air laut, pada tunnel kedua tahapan meninjau kandungan garam, tunnel ketiga melihat kadar kandungan garam atau salinitasnya. Sehingga pada tunnel keempat sudah berbentuk kristal," ucapnya.
Tahapan pembuatan garam kristal ini bisa dilakukan dalam waktu sebulan hingga 40 hari. "Jadi berulang saja, proses yang kadang menghambat itu diproses tunnel 1 pengambilan air laut," katanya.
Ia mengatakan tahapannya sebetulnya ada 5 kali pindah saung tunnel. Hanya saja, jika pada tunnel ke-4 kandungan garamnya sudah ada bisa selesai.
Penjualan garam kristal milik kelompok Jumhadi biasanya dijual ke Bandung. Untuk berbagai keperluan.
"Dijual ke Bandung ke bakul lagi. Untuk garam ini tidak cocok untuk garam dapur karena terlalu keras. Biasanya untuk pupuk dijualnya dari sini gelondongan bahan baku saja," katanya.
(sud/sud)