Perjalanan Sukses Kopi Wanoja, Tembus Mancanegara hingga Hijaukan Kamojang

Perjalanan Sukses Kopi Wanoja, Tembus Mancanegara hingga Hijaukan Kamojang

Wisma Putra - detikJabar
Selasa, 29 Okt 2024 10:43 WIB
Kopi Wanoja dari Ibun akan diekspor ke Jepang
Proses penjemuran biji kopi milik Kelompok Tani Wanoja di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandung -

Bangunan besar beratapkan baja pernah menjadi tempat menggantungkan hidupnya, suara deru mesin saling beradu bak sudah terdengar merdu, suara nyaring itu berasal dari mesin-mesin garmen dan waktu 8 jam penuh dihabiskan untuk bekerja setiap harinya.

Pagi, siang atau malam hingga lembur dijalani, meskipun penghasilannya menjanjikan, namun kegiatan sebagai karyawati pabrik garmen sudah lama ditinggalkan wanita bernama Ipah asal Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.

Bukan karena tidak ingin dengan upah besarnya, sebagai seorang ibu, Ipah yang kini berusia 41 tahun ini, memilih berhenti bekerja sebagai karyawati pabrik garmen karena dirinya memiliki kewajiban utama sebagai istri untuk suaminya dan sebagai ibu untuk membimbing dan membesarkan anak-anaknya, hingga kelak menjadi anak-anak sukses. Lebih sukses dari ibu dan ayahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski sudah tidak bekerja di pabrik garmen lagi, Ipah tak ingin berhenti berniaga, dia ingin tetap membantu sang suami dan membantu menambah pemasukan keluarga dengan cara lain, salah satunya menjadi petani kopi dengan bergabung menjadi anggota Kelompok Tani Kopi Wanoja, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung sejak Tahun 2013 lalu.

"Awal mulanya saya pegawai garmen, saya keluar di garmen itu karena capek, gak ada waktu luang," kata Ipah kepada detikJabar belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Setelah menyelami usaha ini, Ipah menilai jika penghasilannya sebagai petani kopi bisa menyeimbangi penghasilan karyawati garmen, bahkan di kala harga kopi sedang tinggi, penghasilannya bisa berkali-kali lipat. "Alhasil saya memilih terjun di bidang kopi, ternyata peluangnya besar," tambah Ipah.

Tidak seperti bekerja di pabrik garmen, menjadi petani kopi menurut Ipah memiliki waktu yang sangat fleksibel. Tidak mengganggu kapan dia harus mempersiapkan kebutuhan anak-anaknya, suaminya hingga mengurus pekerjaan rumah lainnya seperti menyapu, mencuci, mengepel hingga memasak.

"Selama jadi petani saya mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan waktu bekerja itu diatur oleh kita sendiri," ujarnya.

Ipah bukan satu-satunya perempuan di Kecamatan Ibun yang berprofesi sebagai petani kopi. Menurut Ipah, kini di Kecamatan Ibun banyak kaum wanita menjadi petani kopi hingga bekerja sebagai buruh petik hingga pengolahan kopi. "Ini menjanjikan (bertani kopi). Semoga aja perempuan-perempuan di luar sana selain saya, bisa terjun di bidang kopi," ucap Ipah.

Perempuan Hebat Itu Bernama Eti Sumiati

Eti Sumiati, penggerak komunitas Kopi WanojaEti Sumiati, penggerak komunitas Kopi Wanoja (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)

Mandirinya Ipah sebagai petani, tak terlepas dari sosok wanita bernama Eti Sumiati yang terlebih dahulu sukses bertani kopi. Sebagai Ketua Kelompok Tani Kopi Wanoja, Eti memiliki kisah pahit dan manis melakoni profesinya saat ini. Siapa sangka bertani kopi yang sebelumnya dilakukan Eti untuk mengisi hari tuanya selepas purna tugas sebagai ASN BKKBN, Eti berhasil memberdayakan ratusan petani dan warga Kecamatan Ibun untuk sama-sama terjun ke dunia ini. Bahkan, kopi yang ditanam di kawasan pegunungan Kamojang itu kini sudah melanglang buana yang diekspor ke banyak negara.

Ibu dua anak yang saat ini berusia 71 tahun itu menuturkan, bertani kopi yang dilakukan sejak 2012 itu kini membuahkan hasil yang manis, di mana ada 128 hektare lahan pertanian kopi yang dikelola Kelompok Tani Kopi Wanoja dan memiliki 108 orang anggota dan 106 orang pegawai lepas yang notabene didominasi perempuan.

"Kenapa kelompok kami disebut Wanoja, karena penggagasnya perempuan, anggota kelompoknya semua perempuan," kata Eti belum lama ini.

Penerima penghargaan detikJabar Awards 2024 ini mengungkapkan, sebelum memiliki ratusan hektare lahan yang digarap dan ratusan anggota kelompok. Pada tahun 2012, dia hanya menggarap beberapa hektare lahan dengan satu pekerja. Berkat kegigihanya, usahanya pun maju dan banyak petani khususnya wanita-wanita yang ada di sekitar rumahnya bergabung dengan Kelompok Tani Wanoja.

"Kenapa perempuan? Dulu, 2021 sudah ditinggal wafat suami. Semua mengurus sendiri sejak 2021 untuk membesarkan anak, menyekolahkan anak, membiayai hidup dan macam-macam sendiri. Makannya saya rekrut para perempuan biar mereka bisa menolong dirinya sendiri dan punya kemerdekaan untuk perempuan," ungkap Eti.

"Jadi perempuan punya penghasilan, mau beli susu, mau beli seblak, mau beli celana dalam, suka-suka dia, kan dia usaha. Jadi para kaum perempuan bisa memiliki kemerdekaan bisa membelanjakan hasil kerja kerasnya. Makannya dihimpun kaum perempuan yang di mana hubungan emosionalnya lebih enak, itulah perempuan," tambah Eti.
Tak hanya sekedar menggarap lahan, ditanami pohon kopi, memanen biji kopi, menjemur biji kopi, memilah hingga melakukan proses lainnya hingga kopi yang diolah siap dijual, Eti juga ingin meningkatkan kesetaraan gender, utamanya dalam pembangunan bangsa dan negara.

"Perempuan unik, fokus bekerjanya, penyabar, uniklah. Sabar, kekeluargaannya kelihatan, tingkat emosionalnya bisa cepat dekat dan kesetaraan gender soalnya gajinya juga hampir sama dengan yang laki-laki. Juga memberdayakan masyarakat setempat," ucap Eti.

Sentuhan BI Jabar, Buat Kopi Ibun Diekspor ke Luar Negeri

Pelepasan ekspor 18 ton Kopi Wanoja ke Belanda.Pelepasan ekspor 18 ton Kopi Wanoja ke Belanda. Foto: Wisma Putra/detikJabar

Sebuah truk kontainer terparkir di salah satu peti kemas yang ada di kawasan Gedebage, Kota Bandung, awal September 2024 lalu. Di bagian dinding sebelah kiri kontainer itu terpasang sebuah spanduk besar yang menyebutkan jika truk kontainer itu digunakan untuk mengangkut kopi asal Kecamatan Ibun dan akan dikirimkan ke salah satu negara yang ada di Eropa yakni negeri kincir angin Belanda.

"PELEPASAN EKSPOR KOPI WANOJA KE BELANDA," tulis spanduk yang dipasang di kontainer itu.

Berkat keteguhannya, Eti mengatakan pada tahun 2018 Bank Indonesia (BI) Jabar memberikan banyak bantuan salah satunya akses permodalan hingga pelatihan.

Ekspor Kopi ke Belanda, bukanlah ekspor yang pertama kali dilakukan Wanoja Kopi. Sebelumnya, berbagai negara di Asia seperti Korea dan Jepang, hingga negara Timur Tengah pernah disinggahi Kopi Waoja.

Disinggung kenapa Kelompok Tani Wanoja bisa kembali ekspor kopi ke Belanda, Eti sebut dengan kualitas dan kepercayaan kepadanya, kopi Wanoja kembali dilirik oleh buyer Belanda

"Alhamdulillah, kita berarti kalau bisa ekspor lagi mendapatkan kepercayaan kepada Indonesia dan utamanya kepada Wanoja. Dengan adanya ekspor kita ke Belanda dari 2 ton jadi 18 ton pekerjaan kita semakin banyak dan panjang,"

Dengan ekspor ini, Eti berharap perekonomian para petani kopi di Kabupaten Bandung dan Jawa Barat bisa terus meningkat dan banyak kelompok tani mengikuti langkahnya. "Hayu maju bersama, sukses bersama, bisa meningkatkan penghasilan keluarga dan penghasilan petani itu sendiri," tambah Eti.

Seiring berkembangnya waktu, Wanoja juga memiliki perusahaan sendiri yang dinamai CV Wanoja Parta Jaya, sehingga bisa melakukan ekspor mandiri. "Ekspor ini semuanya sudah mandiri, kopi dari kebun sendiri, dari kelompok tani sendiri, perusahaan sendiri, yang mengolah sendiri, semuanya sendiri, alhamdulillah Wanoja sudah mandiri," ungkap Eti.

Meski sudah mandiri, ekspor kopi Wanoja keluar negeri tak terlepas dari sentuhan Bank Indonesia (BI) Jawa Barat. Selama menjadi binaan BI Jabar, Kelompok Tani Wanoja Ibun mendapatkan banyak bantuan dari mulai peralatan pertanian, pelatihan, pelibatan pada pameran, business matching, hingga dibukakan akses pasar dalam dan luar negeri.

Kepala Bank Indonesia Jabar Muhamad Nur mengatakan, kopi ini akan diekspor sebanyak 5 ton setiap bulannya dan 18 ton kopi yang diekspor ini memiliki nilai Rp 2,5 miliar. "Kali ini ekspor dari salah satu klaster binaan kita ke Belanda. Ekspor ke Belanda dengan totalnya mencapai 18 ton. Ini bukan ekspor yang pertama, tapi ekspor yang kesekian kalinya dan tentu juga kita berharap terus bisa terjadi," kata Nur.

Nur berujar, dengan ekspor ini devisa untuk negara terus naik. "Nilainya lebih kurang sekitar Rp 2,5 miliar, kalau dirupiahkan," ujarnya.

Hal sama dikatakan, Deputi Kepala Perwakilan (Kpw) Bank Indonesia Jawa Barat Muslimin Anwar. Menurutnya, UMKM binaan Bank Indonesia yang sudah memiliki akses ekspor secara mandiri untuk produknya. "Salah satunya itu Kopi Wanoja, dan banyak lagi pelaku UMKM yang kini sudah berorientasi ekspor," ujarnya.

Tak hanya Kelompok Tani Kopi Wanoja, pihaknya juga mengawal banyak UMKM lainnya untuk bisa melakukan ekspor secara mandiri dan dapat mengikuti jejak Eti Sumiati.

Dengan langkah tersebut, BI Jabar berharap jika seluruh UMKM binaannya dapat berdaya saing di tingkat global, bisa meningkatkan perekonomian di Jawa Barat. Hal tersebut selaras dengan peran BI Jabar dalam memperkuat pertumbuhan dan menjaga stabilitas perekonomian di Jawa Barat.

"Dikawal dari mikro ke kecil, menjadi menengah, hingga nantinya pelaku usaha yang tadinya kecil bisa mempunyai akses ekspor," tuturnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar Noneng mengapresiasi Kelompok Tani Kopi Wanoja yang konsisten melakukan ekspor ke luar negeri.

"Saat ini, ekspor kopi Indonesia menduduki peringkat keempat, di bawah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Kualitas kopi Jawa Barat pun mengalami peningkatan dan termasuk ke dalam segmen speciality coffee (kopi premium) dengan nilai tinggi, salah satu kelompok Tani Kopi yang berhasil meningkatkan kapasitas usahanya adalah Wanoja yang berlokasi di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung," ujar Noneng Komara.

Aktivitas ekspor kopi yang dilakukan Kelompok Tani Wanoja mendapatkan apresiasi dari Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin. Bey mendukung upaya-upaya ekspor yang dilakukan UMKM di Jabar seperti Kopi Wanoja. Menurutnya, ekspor tersebut menjadi bukti bahwa produk-produk dari Jabar, terutama kopi, punya kualitas yang baik.

"Harapannya ekspor itu dalam bentuk yang nilai tambahnya tinggi. Jadi jangan dalam bentuk mentah, tapi sudah jadi hilirisasinya berjalan sampai produk itu jadi. Itu akan menambah nilai (jual) cukup besar. Kami ingin semuanya (pelaku usaha) naik kelas. Jadi yang baru masuk, mulai dulu. Nanti kalau sudah mulai, naik lagi," ujar Bey.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, terjadi kenaikan kontribusi ekspor di bidang pertanian, pada tahun 2023 per Januari-Februari angka ekspor mencapai 0,56% dan alami kenaikan di tahun 2024 per Januari-Februari naik 0,2% menjadi 0,58%. Memang ekspor di sektor pertanian ini, tak setinggi sektor industri di Jabar, tapi dengan banyaknya ekspor produk pertanian di Jabar salah satunya Kopi Wanoja memberikan andil dalam meningkatkan kontribusi ekspor di bidang pertanian.

DataWapper:

Ekosistem Kopi dan Digitalisasi

Eti Sumiati (68) dari Kelompok Tani Wanoja Coffee di Kabupaten Bandung ini telah sukses menjalankan bisnis kopi. Kini produk kopinya telah melanglang buana hingga mancanegara.Proses penyortiran kopi Wanoja sebelum diekspor ke Belanda. Foto: Wisma Putra

Jawa Barat memiliki ekosistem kopi yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak kopi-kopi asal Jawa Barat yang merambah pasar ke luar negeri, bahkan namanya tidak kalah dari kopi Vietnam dan Brazil. Tak hanya Kopi Wanoja, pada tahun 2023 lalu Koperasi Gunung Luhur Berkah juga mengekspor 18 ton kopi jenis java preanger ke Arab Saudi. Dibalik kesuksesan ekspor kopi ke luar negeri, seperti apa ekosistem kopi di Jabar saat ini?

Pegiat kopi Kabupaten Bandung Puja Anggara mengatakan, pamor kopi di Jawa Barat mulai naik sejak tahun 2016 lalu. Hal itu dibuktikan dari kafe hingga resto biasa yang menyediakan menu khusus kopi dan ditambah banyaknya pelatihan barista.

"Nah kondisinya pada saat itu terjadi ketika seseorang memegang alat seduh, alat untuk kopi, itu sama halnya keren pada masanya atau ketika kita zaman dulu udah megang gitar terus main di panggung di acara kesenian sekolah atau acara lainnya, itu udah kerennya tuh kayak serasa ngeband bener. Sekarang kejadian juga saat ini kaya jadi barista itu bagi segelintir orang, jadi hal yang keren banget gitu," kata Puja.

Berawal dari hal itu, saat ini trend ngopi menjadi meningkat dan happening terutama dikalangan anak muda. Selain itu, trend seduhan kopi juga terus mengalami perkembangan, seperti yang tadinya ramai dengan es kopi susunya, kini juga ramai beragam seduhan mocktail kopinya.

"Sekarang bergeser lagi ketika kopi susu sudah mulai agak penurunan sekarang muncul lagi yaitu mocktail kopi. Makanya terasa juga kan sekarang di Indonesia terutama harga kopi itu cenderung selalu naik terutama di jenis robusta," ujarnya.

Menurut Puja, pemerintah saat ini terus mendorong komoditi kopi salah satunya jenis robusta. Sebelumnya, jenis robusta yang paling dihindari dan paling dikucilkan dari segmentasi kopi lainnya. Saat ini, justru pemerintah ingin mengedepankan bahwa Indonesia itu bisa menghasilkan kopi robusta terbaik dan dibuktikan jika kopi robusta Indonesia itu mampu bersaing di mancanegara dan terjadi lonjakan penjualan besar-besaran serta ditambah supply and demand yang tinggi di pasaran.

"Begitupun kopi di Jabar sekarang sudah mulai bergeliat, dari segi kopi untuk ekspor atau misalkan di lokalan. Untuk di dalam negeri itu mulai menunjukkan potensi-potensi karena dari beberapa tahun ke belakang juga seperti kopi Gunung Puntang pernah jadi juara satu, bahkan di tingkat nasional kopi Jawa Barat tuh udah bukan ecek-ecek lagi lah bisa dibilang gitu. Udah punya nama memang dan apalagi sekarang yang lebih ditekankannya lagi masalah ekspor," terangnya.

Untuk mengejar ekspor sendiri, saat ini petani ditekankan untuk mengikuti aturan kualitas kopi internasional. Pemerintah juga saat ini mendorong para petani untuk memperbaiki kualitas kopi itu sendiri dengan mengikuti standar Specialty Coffee Association of America (SCAA).

"Standar SCAA-nya itu dari luar negeri itu sekarang lebih diperketat lagi, awalnya itu dari Jepang, Jepang itu karena menstandarisasinya itu kualitas mutunya itu ada beberapa faktor yaitu seperti kalau nggak salah tuh kemarin tuh ada beberapa bahan fermentasi yang kadar tingkat kimianya itu harus di bawah standar. Kadar-kadar variable itu yang harus ditingkatkannya lagi. Nah makanya pemerintah sekarang menggalakkan bagaimana caranya ayo para petani dan prosesor kopi itu meningkatkan mutu agar lebih disiplin lagi lah," jelasnya.

Puja juga yang merupakan Owner Decameo Coffee menyebut, jika kopi yang diseduh dan dijual di kafenya itu juga merupakan kopi yang memiliki kualitas tinggi. Karena dia ingin, pengunjung yang datang tidak hanya menikmati tempat ngopinya saja, melainkan bisa menikmati cita rasa dari kopi yang diseduhnya.

"Nah kalau saat ini idealisnya saya karena mulai beralih ingin menyentuh roastery dan prosesor sebagai petani juga, jelas itu sekarang idealisnya di saya muncul pengen menghasilkan yang terbaik gitu. Karena ada juga pelatihan dari dinas kementerian koperasi dan UMKM pun selalu mensosialisasi bahwa mutu lah yang utama yang sekarang harus dijaga," tuturnya.

Disinggung saat ini sebagian masyarakat yang mengkonsumsi kopi hasil seduhan dan bukan kopi gunting produksi pabrikan, apakah terbawa karena fomo alias ikut-ikutan atau gaya hidup? Puja sebut saat ini sudah bergeser menjadi gaya hidup.

"Justru ngopi itu sudah menjadi sebagai gaya hidup ya, kebutuhan karena butuh ditambah lagi slogan-slogan kalau misalkan gen z itu belum ngopi ya belum bisa beraktivitas, nah kadang memang sebagian besar juga masih pilih kopi sachet seperti, tapi itu tugas kita untuk mengedukasi bahwa mengkonsumsi kopi yang baik dan benar dan sehat untuk tubuh itu seperti apa kayak gitu," ujarnya.

Dalam hal ini juga, pemerintah dan pengusaha harus berkolaborasi dalam mewujudkan ekosistem kopi di Jawa Barat dari mulai hulu yang ada di petani hingga hilir yang ada di pengusaha kafe, kedai kopi dan lainnya.

"Kalau dari pemerintah sih harus lebih mensupport ke para petani lokal ya, karena kalau untuk konsumen itu tugas para pengusaha yang memiliki bisnis di hilir, yaitu yang memiliki hasil seduhan. Tapi kalau untuk di hulu pemerintah lebih mengedepankan tentang sosialisasi dan edukasi kepada petani," tuturnya.

Ilustrasi transaksi digital menggunakan QRIS BRI. Foto: Wisma Putra/detikJabarIlustrasi transaksi digital menggunakan QRIS BRI. Foto: Wisma Putra/detikJabar Foto: Wisma Putra/detikJabar

Sebagai pengusaha kedai kopi, Puja juga memiliki tugas dalam mensosialisasikan digitalisasi, khususnya digitalisasi transaksi. Di kedai kopi yang ada di Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung, Puja menggunakan merchant BRI di mana pembeli yang datang ke kedai kopinya bisa melakukan transaksi digital tanpa harus menggunakan uang tunai. Karena kedai kopinya bukan ada di pusat kota, Puja mengakui transaksi tunai masih banyak dilakukan oleh pembelinya.

"Perbandingannya di 60-40, 60% cash dan 40% di digital, daerah masih menentukan, masih belum semua terjema punya m-banking. Meski demikian, saya terus lakukan edukasi. Selalu ditanya, karena lebih menitik beratkannya ke digital karena kan biar meminimalisir terjadi selisih, jadi mudah pakai QRIS," terangnya.

"Lebih enak digital, lebih mudah mengontrolnya juga jadi kan bisa dua arah dari kasir dan saya juga langsung memantau dari jauh gitu dan bisa dilakukan secara real time," tambahnya.

Regional CEO BRI Bandung Sadmiadi mengatakan, transaksi digital dengan menggunakan merchant BRI memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM dan masyarakat. "Lebih banyak memberikan pilihan pembayaran, lebih simple karena tidak perlu membayar dengan uang cash, pembayaran menggunakan kartu atau scan barcode QRIS," kata Sadmiadi belum lama ini.

Melalui transaksi digital masyarakat lebih kekinian dan konsumen khususnya konsumen nasabah BRI dapat menikmati program-program promo dari merchant yang bekerjasama dengan BRI.

Bagi pemilik usaha yang menyediakan merchant BRI mendapatkan kesempatan untuk mendatangkan omzet yang lebih besar karena tidak tergantung dari uang cash yang dibawa konsumen tetapi pembelanjaan konsumen sesuai dana yang terdapat di rekening konsumen sebagai sumber pembayaran.

"EDC Android BRI bentuknyaknya eye catching dan mudah dalam penggunaan, memiliki call centre 24 jam, bebas biaya sewa, pengelolaan keuangan lebih mudah karena semua transaksi tercatat dalam sistem (cashless). Dengan jumlah pemegang kartu BRI sebanyak 7,4 juta di wilayah Jabar, maka merchant akan lebih efisien jika kartu BRI ditransaksikan pada EDC BRI," tuturnya.

Hijaukan Kembali Lahan Kritis

Eti Sumiati (68) dari Kelompok Tani Wanoja Coffee di Kabupaten Bandung ini telah sukses menjalankan bisnis kopi. Kini produk kopinya telah melanglang buana hingga mancanegara.Eti Sumiati (68) dari Kelompok Tani Wanoja Coffee di Kabupaten Bandung ini telah sukses menjalankan bisnis kopi. Kini produk kopinya telah melanglang buana hingga mancanegara. Foto: Wisma Putra

Eti mengisahkan, jauh sebelum kopi menjadi barang bernilai tinggi seperti saat ini, para petani di Kamojang Ibun lebih memilih menanam sayuran dibandingkan kopi. Mereka beralasan sayur lebih cepat tanam dan panennya. Beda dengan kopi yang membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga menghasilkan biji yang siap jual.

Eti juga memberikan edukasi kepada para petani jika menanam sayur di wilayah pegunungan bisa merusak alam, beda dengan kopi yang dapat menjaga alam karena akarnya kuat dan bisa menahan tanah, serta hasilnya memiliki nilai jual tinggi.

"Dulu mereka orientasinya menanam sayur, mereka beranggapan panen sayur cepat jadi uang dibandingkan kopi, kopi lama banget. Setelah dijalani, jalani bareng, kita sampaikan, kita advokasi, diedukasi, selain keuntungan kopi bisa menahan erosi dan banjir, secara ekonomis bisa meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarga. Juga alhamdulillah hutan kamojang kembali hijau," ucap Eti.

Menurutnya, sebelum banyak pohon kopi yang ditanam, erosi dari wilayah Ibun ke Majalaya kerap terjadi di musim penghujan. Sejak 2012 Eti masif melakukan penanaman pohon dan sejak saat itu menurutnya, tak ada lagi cerita banjir bandang atau banjir di wilayah pegunungan.

"Nenek punya mimpi bahwa gunung di Kamojang bisa diperbaiki ekosistemnya. Itu jadi hutang nene, 2012 bentuk kelompok dan 2013 menanam, alhamdulillah sekarang sudah 70 persen terselamatkan dengan nenek menanam kopi," jelasnya.

Eti menuturkan, 1 juta tanaman kopi sudah ditanam di kawasan Kamojang. Pada tahun 2017-2019 pihaknya dapat bantuan tanaman kopi sekitar 800 ribu pohon yang berasal Dinas Perkebunan Provinsi melalui Balai Benih dan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, jika ditotalkan lebih dari 1 juta tanaman kopi ditanam karena pihaknya juga melakukan penanaman secara mandiri. Pohon kopi itu ditanam di lahan milik Perhutani seluas 108 hektare yang berada di dua kecamatan dan tiga desa. Di antaranya di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung di dua desa dan Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut di satu desa. Menurut Eti, saat ini penanaman masih dilakukan.

"Masih-masih. Sekarang itu penyulaman. Karena sekarang ada varietas yang memang gak kuat dengan cuaca. Cuaca panas, dingin kayak gitu. Ada varietas yang rusak. Jadi akhirnya itu harus disulam," ujar Eti.

Eti mengatakan, ketahanan tanaman kopi ini tergantung dari varietas, pemeliharaan dan perawatan. Jika pemeliharaan dan perawatannya bagus dan bibitnya juga bisa bisa kuat. Tapi kalau varietasnya jelek, 8 tahun juga bisa goyang. Begitupun buah kopi itu sendiri, jika varietasnya bagus bisa produktif hingga berpuluh-puluh tahun.

Rumah Baru Satwa Liar

Elang hitam saat terbang di kawasan Bandung-Sumedang.Elang hitam saat terbang di kawasan Bandung-Sumedang. Foto: Wisma Putra/detikJabar

Tak hanya menguntungkan secara ekonomi dan melakukan konservasi lahan. Hijaunya kawasan Kamojang juga mengundang banyak satwa liar dan kelestarian satwa di wilayah tersebut. Menurut Eti, tak jarang banyak satwa liar ditemui oleh para petani di kawasan yang sudah ditanami pohon kopi.

"Masih ada luwak, babi hutan ada monyet, ada monyet yang berisik itu, Owa. Burung masih ada, elang juga banyak. Ada kesinambungan. Serangga juga banyak dan memiliki fungsi sebagai penyerbukan tanah, terus juga burung yang matukin ulat. Babi hutan, luwak, tikus sebenarnya merusak kopi, tapi itu berlangsung secara alamiah," tuturnya.

Dalam hal ini, Eti juga berpesan kepada para petani kopi yang ada di kelompoknya untuk sama-sama menjaga kawasan dan tidak memburu satwa liar dan jika bertemu satwa liar untuk membiarkannya hidup bebas di kawasan tersebut. Eti menilai, ada kesinambungan antara hijaunya lagi alam Kamojang dan keberadaan satwa liar.

"Kalau menurut nenek ketika si alam itu kembali hijau gitu, otomatis si satwa itu bermunculan ya, berdatangan gitu ya? Ya, bermunculan, ada yang bersembunyi dan berkembang biak-biak gitu, mungkin karena hijaunya," terang Eti.

Guru Besar Etnobiologi Universitas Padjadjaran Prof Johan Iskandar mengatakan, sejatinya di masa lalu ketika kawasan hutan Kamojang masih baik, kawasan tersebut menjadi habitat yang baik bagi aneka ragam jenis burung-burung hutan. Pasalnya vegetasi hutan yang baik biasanya susunan kanopi vegetasinya berlapis-lapis, seperti terdiri tumbuhan semak semak belukar yang tingginya 1 meter atau kurang 1 meter, lalu tumbuhan dengan tinggi 1-2 m, 2-5 m, 5-10 m dan lebih 10m.

"Dengan kerimbunan vegetasi berlapis lapis tersebut dihuni oleh berbagai jenis burung sesuai dengan relungnya yaitu ada burung senang di semak-semak belukar hingga jenis jenis burung yang gemar hidup di pohon-pohon tinggi. Lalu dengan maraknya lahan hutan dibuka dijadikan kebun sayur, lahan kebun tersebut menjadi terbuka jadi didominasi oleh jenis-jenis tanaman sayur yang tinggi 1 m atau kurang. Konsekuensinya jenis jenis burung semak belukar dan jenis jenis burung pepohonan hutan berkurang dan pindah ke kawasan hutan yang masih baik," paparnya.

Johan menjelaskan, dengan adanya program sosial forestri dengan memperbaiki hutan bagaimana menerapkan pola agroforestri kopi dicampur kayu-kayu hutan konsepnya bagus. Misalnya dengan penanaman kopi dikombinasikan dengan kayu-kayu hutan dapat memperbaiki hutan rimbun kembali sehingga fungsi ekologi hutan pulih dan membantu menyuburkan tanah, melindungi tanah dari bahaya erosi, membantu keseimbangan sistem hidrologi daerah aliran sungai (DAS), menghasilkan oksigen, CO2 sequestration atau menyerap gas rumah kaca seperti CO2 dan untuk habitat fauna seperti jenis-jenis serangga penyerbuk dan jenis jenis burung.

"Maka dengan adanya agroforestri kopi dan pepohonan kayu yang rimbun dapat menyebabkan dapat meningkatkan keanekaan jenis burung dibandingkan sewaktu berupa kebun sayur karena vegetasinya tidak rimbun berlapis-lapis ditambah lagi maraknya penggunaan pestisida. Agroforestri kopi juga baik untuk dengan menjalin kemitraan dengan masyarakat lokal agar masyarakat lokal mendapat bagi hasil produksi kopi dan menjadi sumber income penduduk, sehingga mereka diharapkan tidak membuka hutan seperti menanam sayur di kawasan hutan," tuturnya.

Beragam jenis burung bisa hidup di tengah rimbunnya tanaman kopi, bahkan tak jarang burung jenis elang juga muncul untuk mencari makanan yang ada di kawasan kopi tersebut.

"Burung-burung khas hutan seperti burung cingcoang, burung kaso, murai batu, burung anis, bultok, tohtor dan lainnya. Jenis-jenis elang yang biasa tercatat di hutan, seperti elang hitam, elang ular bido dan elang brontok," pungkasnya.

(wip/yum)


Hide Ads