Jika jatuh di tangan yang tepat, bambu yang acapkali dianggap sebagai barang tak berguna, bisa memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Berkat kegigihan Hafid Fadillah, bambu dapat dijadikan sebagai produk kerajinan yang bisa naik kelas.
Tak hanya dijual di dalam negeri, kerajinan bambu yang dibuat pria berumur 36 tahun, asal Cimareme, Bandung Barat itu juga dijual ke luar negeri.
"Kita lebih fokus pada produk bambu, pengembangan dan produksi bambu, dibuat menjadi alat musik modern, gitar bambu, drum bambu, bass bambu, produk craft seperti tumbler bambu, jam tangan bambu, gelas, gantungan kunci dan lainnya," kata Hafid yang juga merupakan Owner Virage Awie dijumpai di acara Roeang Kita di Kawasan Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (26/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hafid berujar, kerajinan bambu yang dibuatnya ini sudah diproduksi sejak tahun 2011 lalu dan kini workshop, dan galerinya ada si Cimareme Bandung Barat dan Kota Cimahi. Selain itu, produk alat musik seperti gitar bambu yang dibuatnya pernah digunakan beberapa musisi terkenal di Indonesia.
"Musisi yang sudah pakai seperti Balawan dari Bali, Yovi Widianti dan pernah dicobain sama Bang Iwan Fals," ujarnya.
Hafid menyebut, produk kerajinan bambu yang dibuatnya lebih disukai warga di luar negeri dibandingkan warga Indonesia sendiri. "Justru untuk alat musik kita jual ke luar negeri, pasar paling bagus Filipina, sama Malaysia paling sering. Gitar bambu yang disukai modelnya primitif yang masih utuh bambunya," ungkapnya.
Menurut Hafid, produk kerajinan yang dibuat sepenuhnya berbahan baku dari bambu. Seperti gitar, persentasenya 80 persen bambunya dari mulai body, neck sampai pelat juga sudah menggunakan bambu.
Bahan baku bambu yang digunakan masih didatangkan dari Jawa Barat, untuk jenis bambu yang digunakan di anatranya bambu betung, atet dan tali yang berasal dari Ciwidey Kabupaten Bandung.
"Harga untuk produk craft dari Rp30-400 ribu dan untuk alat musik seperti biola Rp5 juta, gitar Rp13 juta dan drum set Rp25 juta," ujarnya.
Hafid mengisahkan, dia menamai usahnya Virage Awie, kata Virage berasal dari kata 'pira ge' jika dalam bahasa Sunda memiliki arti seperti kata dipandang sebelah mata untuk bambu itu sendiri. Selain itu, menurut Hafid selama ini belum banyak orang memanfaatkan potensi lain dari bambu itu sendiri.
"Karena kita misinya ingin naikan kelaskan bambu. Dengan nama Virage Awi, saya ingin menghilangkan stigma yang menganggap bambu sebelah mata, bisa naik kelas dan dijual ke luar negeri," jelasnya.
Dapat Dukungan BUMN
Hafid mengatakan, sejak didirikan 2011 lalu, dia memiliki mitra dengan pemerintah dan perusahaan BUMN yakni BRI. Untuk BRI sendiri, membantu peralatan produksi.
"Kerja sama sama BRI, bentuk kerja sama mereka beri bantuan hibah mesin produksi seperti mesin table saw untuk motong, sander, dan mesin produksi lainnya," ujar Hafid.
"Selain mesin kami juga diberi fasilitas pameran," tambahnya.
Tak hanya itu, untuk transaksi di Virage Awi, seperti di acara Roeang Kita, Hafid menggunakan transaksi digital dengan menyediakan merchant BRI.
"Iya pakai QRIS BRI. Sekarang lebih sering digital, karena lebih simpel. Kelebihannya praktis dan enggak ribet ngasih kembalian ya, karena sekarang lebih banyak pakai smartphone," terangnya.
Selain dikenal secara nama, Hafid juga memiliki mimpi membuat orkestra dari alat mesik yang berasal dari bambu. "Untuk di musik ingin buat orkestra bambu terbanyak dan sisi pemasaran lebih dikenal lagi di indonesia, soalnya lebih sering pameran di luar negeri," pungkasnya.
(wip/sud)