Sebuah kampung di Kabupaten Ciamis terkenal sebagai penghasil telur terbesar yang memasok ke sejumlah daerah di Priangan Timur, Jawa Barat. Kampung itu dikenal juga sebagai Kampung Endog.
Kampung ini berada di Dusun Cigebot, Desa Muktisari, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis. Terletak 13 kilometer dari pusat perkotaan Ciamis. Menurut data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Ciamis, sebanyak 40 persen kebutuhan telur dipasok dari kampung tersebut.
Di Kampung Endog ini, ratusan warga menggantungkan hidupnya dari peternakan ayam petelur. Meski pun jumlah peternak ayam petelur di wilayah tersebut hanya ada sekitar 30 orang. Sedangkan ratusan warga lainnya menjadi pekerja di para peternak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang terlihat pada Senin (11/12/2023), sejumlah warga dari pemuda, orang tua hingga ibu-ibu beraktivitas di kandang. Mereka ada yang memungut telur di kandang, ada yang mengangkut telur, menyortir telur dan membersihkan telur.
"Memang di sini ada 30 peternak, sedangkan untuk jumlah tenaga kerja ada sekitar 500 orang, warga di sini. Ada bagiannya masing-masing, ada yang mungut telur, menyortir dan lainnya. Sejak dulu disebutnya Kampung Endog," ujar Endang Kusnadi, Ketua Badan Pengawasan Produsen Peternak Ayam Petelur Ciamis( P2APC), Senin (11/12/2023).
Endang menjelaskan, warga Cigebot mulai beternak ayam petelur sekitar tahun 1970-an. Ketika itu ada pihak swasta yang melakukan pembinaan di wilayah tersebut hingga membentuk seperti koperasi. Semakin lama, peternakan ayam petelur secara mandiri pun mulai berkembang dan maju hingga sekarang.
"Sekarang sudah generasi ketiga. Saya sejak tahun 78 ketika masih kecil orang tua sudah pelihara ayam. Waktu SD saya sering bantu mungutin telur. Jadi yang disebut peternak rakyat yang ada di Jabar itu adanya di Ciamis sebagai sentra, khusus petelur," ucapnya.
Menurut Endang, awalnya peternak di Cigebot memasarkan telur langsung mendistribusikannya ke warung-warung. Mengingat populasinya dulu masih sedikit dari 500 sampai 1.000 ekor. Kini populasi seorang peternak bisa mencapai 10 ribu ekor.
"Dulu sistem pemeliharanya masih tradisional. Kalau sekarang sudah modern," ungkap Endang.
Endang menyebut, omzet atau perputaran uang di Kampung Endog saat ini mencapai Rp 500 juta per hari. Produksi telur sekitar 20 ton dikali harga saat ini Rp 25 ribu per kilo.
Untuk memperkuat peternak mandiri, para peternak kemudian membentuk koperasi P2APC sebagai badan hukum. Tujuannya untuk mewadahi para peternak dan memperjuangkannya, terutama untuk dukungan dari pemerintah terhadap para peternak. Sehingga peternak rakyat ini tidak tergerus oleh investor besar.
Endang berharap, ke depan pihaknya ingin membangkitkan para peternak mandiri yang sudah bangkrut, sehingga swasembada telur bisa tercipta di Ciamis. Ketika sudah tercipta swasembada, maka dapat menentukan harga telur ayam.
"Sekarang untuk harga kita masih berpatokan pada Blitar. Alasan belum bisa menentukan harga karena belum bisa memenuhi kebutuhan telur Jawa Barat," pungkasnya.
(mso/mso)