Tak hanya pinjaman online (pinjol) ilegal, pinjaman pribadi atau pinpri kini sedang ramai diperbincangkan. Tak tangung-tanggung, bunga pinpri mencapai 20 hingga 30 persen.
Tak hanya itu, penyedia pinpri tak akan segan menyebarluaskan data pribadi, seperti KTP, kartu keluarga, foto hingga akun media sosial saat menagih tunggakan pihak debitur.
Baca juga: Waspada Pinpri, Lintah Darat Versi Baru |
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat (Jabar) memberikan imbauan kepada warga Jabar agar tidak tergiur dengan pinpri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu, jangan mudah tergiur. Coba dilihat, seperti apa, kalau ujung-ujungnya memberatkan, lebih pada riba," kata Sekretaris MUI Jabar Rafani Akhyar dihubungi detikJabar via sambungan telepon, Rabu (13/9/2023).
Dia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak terjebak pada pusaran pinpri. Apalagi, uang yang dipinjam digunakan untuk kebutuhan konsumtif.
"Apalagi kalau penggunanya untuk konsumstif. Ada fenomena orang terjebak pinjol karena judi online, dipakai judi, lebih berbahaya," ungkapnya.
Bahaya berutang juga, menurut Rafani sudah ada dalam hadist.
"Malah dalam Islam orang berdoa tidak terjebak dalam utang, utang itu sesuatu sangat memberatkan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala OJK Kantor Region 2 Jabar Indarto Budiwitomo mengatakan, pinpri sudah ada sejak lama dan prakteknya sama seperti rentenir.
"Itu rentenir zaman dulu, konsep pinpri ada dua model, ada yang melalui online, ada juga yang tidak online, konsepnya rentenir," kata Indarto di Bandung, Senin (11/9).
Pinpri masih eksis karena didorong kebutuhan masyarakat. "Prinpri dari dulu juga sudah ada, itu karena masyarakat butuh, tapi ditengah kebutuhan masyarakat mereka gunakan kesempatan dalam kesempatan," ujarnya.
Agar masyarakat tidak terjebak dengan pinpri, OJK terus gencar lakukan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat dan berharap masyarakat meminjam uang ke jasa keuangan resmi.
"Kita terus mengedukasi masyarakat, banyak kok chanel-chanel untuk pinjaman dana murah, dengan suku bunga murah, mungkin mereka kurang informasi dan teredukasi, bagaimana berinvestasi yang baik dan tata kelola keuangan yang baik, kita terus lakukan edukasi," tuturnya.
(wip/mso)