Di bawah terik matahari, petani garam di Desa Luwunggesik, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu sesekali memperhatikan kincir angin di samping petak lahannya. Apalagi, di musim kemarau saat ini, kecepatan angin terkadang sedikit mengencang memutar baling-baling lebih cepat. Hal itu pun jadi keuntungan petani saat melakukan sirkulasi air.
Bukan sekedar kincir angin atau petani menyebutnya kitiran jadi satu alat yang wajib di taruh di petak garamnya. Karena, keberadaannya bisa memudahkan petani memudahkan penyulingan atau sirkulasi air laut sebelum menjadi garam.
Alat tradisional yang ramah lingkungan ini terbuat dari bahan kayu, besi, dan pipa paralon. Kayu dolken ditancapkan sebagai tiang penyangga utama, tingginya hanya sekitar 3 meter. Di atas terdapat dua papan kayu sebagai baling-baling yang berfungsi membuat putaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam rangkaian nya, belakang sumbu baling-baling kipas dibuat seperti tuas untuk disambungkan ke satu tongkat besi. Di bawahnya, tingkat besi yang sudah terpasang klep dari ban bekas itu dimasukkan ke dalam pipa. Dari putaran itulah akan berfungsi memompa air.
"Iya itu penting untuk memompa air. Kan ada air muda, air tua. Nanti dipindahkan ke petak satu dan lainnya pakai itu (kincir angin)," kata Tarsidi (44) salah satu petani garam ditemui detikJabar, Sabtu (2/9/2023).
Dalam satu hamparan, petani menempatkan kincir angin di tempat yang bisa menjangkau beberapa petak garam. Sebab, dalam proses produksi garam, petani biasanya menyiapkan tiga jenis petak dari barisan petak tempat menjemur air, petak penggorengan yang digunakan untuk mengendapkan air dengan kadar lebih tinggi dan terakhir barisan petak untuk mencetak garam (citakan).
Untuk satu lahan garam, petani biasanya memasang satu sampai dua kincir angin. Tergantung kebutuhan dan luas lahan garapan."Paling yang satu hektar bisa dua kipas," ujarnya.
Alat yang terlihat sederhana dengan fungsi yang sangat bermanfaat itu ternyata memiliki harga yang fantastis. Untuk satu set kincir angin, petani biasa membeli dengan harga sekitar Rp2 juta lebih.
Memang, bagi petani jika bisa merawat dengan baik, kincir angin itu bisa digunakan untuk dua musim produksi. Namun, faktor lain seperti cuaca dan minimnya perawatan, membuat kincir itu cepat rusak.
"Kalau bisa merawatnya ya bisa dipakai untuk dua musim. Kan kadang kalau malam lupa mengikat sehingga terus berputar apalagi pas malam arah anginnya tidak stabil," kata nya.
Jangan salah, meski fungsi kincir angin yang seolah menjadi jantungnya produksi garam di tambak pun bisa sangat berbahaya. Jika tidak hati-hati, baling-baling bisa menghantam saat berputar kencang.
"Kalau kurang hati-hati bisa membahayakan. Pernah ada yang mati dua orang tahun 2019 an kalau ga salah," ujarnya.
(mso/mso)