Perajin Tanduk di Kampung Inggris Sukabumi Tinggal Tiga Orang

Perajin Tanduk di Kampung Inggris Sukabumi Tinggal Tiga Orang

Siti Fatimah - detikJabar
Minggu, 11 Des 2022 14:00 WIB
Kerajinan tanduk dari Kampung Inggris di Sukabumi.
Kerajinan tanduk dari Kampung Inggris Sukabumi. (Foto: Siti Fatimah/detikJabar)
Sukabumi -

Kerajinan tanduk sapi atau kerbau merupakan salah satu kerajinan tangan yang bernilai tinggi. Bahkan melalui kerajinan ini bisa jadi sarana mengenalkan kebudayaan Indonesia, salah satunya wayang yang terbuat dari tanduk.

Popularitas kerajinan tanduk buatan Kampung Inggris, tepatnya di Jalan MH Holil, Desa Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi itu sudah bergaung sejak Indonesia belum merdeka tepatnya tahun 1922.

Keterampilan pembuatan kerajinan tanduk itu diwariskan secara turun-temurun. Popularitas puncak dari kerajinan ini terjadi pada kurun 1980-1998.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah seorang sesepuh Kampung Inggris sekaligus perajin tanduk sapi dan kerbau yang masih bertahan sampai saat ini adalah Maman S Kasim (66). Maman merupakan generasi ketiga dari keluarganya yang tetap mempertahankan kerajinan tanduk.

"Kesannya kerajinan tanduk itu seperti mewakili negara. Bapak pikir kerajinan tanduk di Jawa Barat hanya ada di sini (Sukabumi). Memang waktu bapak (usahanya masih) besar juga ekspor ke Belanda, Korea, Jepang, Timur Tengah," kata Maman kepada detikJabar belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Asal-muasal kampungnya berjuluk Kampung Inggris pun tak jauh dari kerajinan tanduk ini. Dulu, kata dia, seluruh warga di kampung itu bekerja sebagai perajin tanduk. Namun saat ini hanya tersisa tiga perajin.

"Dulu satu kampung perajin semua, cuman anak muda kan maunya yang instan-instan. Ini kan harus ada proses dari beli bahan sampai jual produknya butuh proses lama, kalau anak sekarang kurang minat gitu," ujarnya.

Kerajinan tanduk dari Kampung Inggris di Sukabumi.Maman memperlihatkan produk kerajinan tanduk dari Kampung Inggris di Sukabumi. Foto: Siti Fatimah/detikJabar

"Makanya tinggal tiga, saya, Pak Cecep, dan Pak Juju. Pak Cecep masih muda, nggak tahu silsilah dari dulunya gimana, cuman saya sama Pak Juju, tinggal berdua yang melestarikan," sambungnya.

Di usianya yang tak lagi muda, Maman mengaku sedih jika kerajinan tanduk yang selama ini dijaga oleh nenek moyangnya harus punah. Bahkan, kata dia, pandemi COVID-19 membuat UMKM kerajinan di Sukabumi mati perlahan.

"Pemasaran ke luar negeri turun dari tahun 1998, tapi nggak semati sekarang. Sekarang matinya kerajinan itu gara-gara COVID-19. Sangat terdampak sampai sekarang nggak ada pemasaran," ungkapnya.

Dia mengaku belum memiliki penerus untuk melanjutkan kerajinan tanduk ini. Saat ini ada enam pekerja yang membantu Maman selama proses produksi, termasuk adiknya.

"Belum ada penerusnya, sekarang lagi mengajarkan adik saya dari cara-cara membuatnya. Cuman karena pemasaran lagi lesu, kalau produksi terus tapi tidak ada penjualan mau disimpan di mana hasil karyanya," tutur Maman.

Dia pun berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan UMKM kerajinan. Terlebih selama pandemi COVID-19, ia tak pernah mendapatkan bantuan UMKM dari pemerintah.

"Ya pasti ada harapan, bapak mengharapkan ke pemerintah terkait untuk UMKM seperti bapak diperhatikanlah dalam segi pemasaran dan modal. Istilahnya saldo yang kemarin-kemarin itu kan habis dipakai selama libur produksi gara-gara pandemi. Bantu pemasaran seperti pameran dan modal, untuk membangkitkan lagi," tutupnya.

(yum/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads