Lahir dengan kondisi cerebral palsy, tak membuat Wulan Sriwenda (31) berdiam diri. Ia punya cita-cita yang kuat untuk melampaui keterbatasan fisiknya.
Sejak lahir, Wulan memang sudah divonis dokter bakal mengalami keterlambatan. Di usianya yang menginjak 7 bulan, kondisi cerebral palsy yang Wulan alami pun mulai kelihatan.
Saat itu, Wulan kecil tak mampu mengangkat kepalanya yang notabene sudah mulai dilakukan bayi-bayi lain pada umumnya. "Dari waktu melahirkan, dokter awalnya bilang nanti anak ibu akan ada keterlambatan. Waktu itu belum ngomong cerebral palsy, cuma keterlambatan doang. Tapi ibu enggak enggak tahu keterlambatannya berapa tahun, keterangan dokter hanya itu saja," kata ibu Wulan, Embang Marlina (54), saat berbincang dengan detikJabar, belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring bertambahnya usia, kondisi Wulan yang mengalami cerebral palsy pun makin tampak. Di umur yang masih belia, anak pertama dari 3 bersaudara ini bahkan terpaksa menggunakan kursi roda karena tak mampu menggerakkan kedua kakinya untuk berjalan.
Meski mengalami kondisi tersebut, Embang tak patah arang. Terpenting baginya saat itu, Wulan bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana anak-anak seusianya meski memiliki keterbatasan.
Embang pun memutuskan menyekolahkan Wulan ke Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Jalan Mustang, Sukajadi, Kota Bandung. Dari SD hingga SMA, Wulan bisa mengenyam pendidikan dan menamatkan sekolahnya di yayasan tersebut.
Setelah Wulan lulus SMA tahun 2009, Embang memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya pada 2010. Ia ingin fokus mengurus Wulan, sekaligusnya menyalurkan bakatnya agar makin pede menjalani hidup di tengah keterbatasan itu.
Tapi ternyata, semua tidak berjalan mulus di awal. Embang kesulitan untuk menemukan sarana yang pas untuk menyalurkan bakat anak perempuan pertamanya itu, lantaran kondisi Wulan yang serba kesulitan dalam berbagai hal.
"Karena Wulan keterampilan tangan kurang, untuk memegang sesuatu kurang. Disabilitas kan biasanya membuat keterampilan, ternyata dia tidak bisa kayak mengangkat benda yang kecil-kecil. Melukis juga tidak bisa, memahat, menyanyi juga enggak bisa," ungkap Embang.
![]() |
Hingga kemudian, berawal dari seringnya Wulan menyaksikan panggung-panggung hiburan di depan rumahnya seperti pada acara 17 Agustusan, ia punya keinginan naik dan pentas di panggung tersebut. Menari saat itu langsung menjadi pilihan yang terbesit di benaknya Wulan.
Tapi lagi-lagi, upaya Embang untuk bisa menyalurkan bakat anaknya selalu menemui kendala. Sejumlah sanggar tari di Kota Bandung sudah dia datangi, dan semuanya menyatakan angkat tangan untuk melatih motorik Wulan dalam menari.
Hingga pada suatu waktu, Embang dipertemukan dengan seorang guru seni SD di Kota Bandung bernama Hendrik Firmansyah. Sang guru seni ini lah yang kemudian memberikan dampak signifikan bagi Wulan, terutama dalam perjalanan kariernya sebagai penari jaipong hingga sekarang.
"Jadi ibu sudah beberapa kali ke sanggar tari, semuanya memberikan penolakan secara halus. Sampai akhirnya ketemu sama Pak Hendrik, ngajuin ke beliau buat ngelatih Wulan menari. Beliau mau, terus datang ke rumah. Setelah sekali nyoba, minggu depannya diajak latihan lagi. Itu Wulan langsung senang, akhirnya sampai sekarang terus nari jaipong Wulan-nya," tutur Embang.
Hal menarik saat perbincangan itu berlangsung, Embang sama sekali tak menunjukkan raut kesedihan ketika ia mengingat kembali momen-momen yang dialami Wulan. Embang dengan perasaan berbunga-bunga, mengaku dengan Wulan karena mampu menunjukkan tekad untuk bangkit dari kondisinya.
![]() |
Meskipun pertamanya, Embang memang sempat tak menerima dengan kuasa Sang Pencipta ketika Wulan lahir ke dunia. Tapi kini, ia sudah lama berdamai dengan kondisi itu dan fokus mengarahkan bakat Wulan agar makin berkembang.
"Kalau pertamanya semua enggak akan menerima ya, pasti menolak. Pasti protes lah sama yang kuasa, sebegitu dosa kah kita sampe dikasih anak seperti ini. Tapi sejalan waktu kita harus berdamai dengan diri sendiri. Intinya, samakan misi sama anak, bahwa inilah takdir yang harus kita nikmati, takdir yang kita jalani," ucapnya.
"Jadi jalani saja, sesuai dengan kemampuan kita semaksimal yang kita bisa. Tidak perlu protes lagi, karena protes itu cape, jadi ya sudah kita happy saja, nikmati saja," katanya menambahkan.
Embang pun bersyukur punya keluarga yang ikut mendukung Wulan mengembangkan bakatnya. Karena bagi dia, jika tanpa dukungan keluarga, Wulan takkan bisa menjadi seperti sekarang.
"Mungkin itu peran yang sangat penting juga dari keluarga. Kalau kita berjalan sendiri enggak mungkin bisa seperti ini," ujar Embang.
Kini dengan bakat tari jaipong yang sudah dikuasai, Wulan mulai mendapat langganan untuk mentas di sejumlah acara. Pencapaian terbesarnya yaitu diundang pada program Hitam Putih Trans7, sekaligus menceritakan pengalamannya tersebut.
Sebelum mengakhiri perbincangan dengan detikJabar, terselip keinginan paling besar Wulan supaya bisa menari jaipong langsung di hadapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sebab, Wulan sudah pernah mentas di hadapan pejabat daerah di Jawa Barat mulai dari politikus Ceu Popong, mantan Wali Kota Bandung almarhum Oded M Danial hingga Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
"Pengen nari di depan pak presiden," ucap Wulan.
(ral/yum)