PHK Tembus 58 Ribu, API Minta Pemerintah Selamatkan Pasar Lokal

PHK Tembus 58 Ribu, API Minta Pemerintah Selamatkan Pasar Lokal

Nur Azis - detikJabar
Rabu, 16 Nov 2022 22:30 WIB
Koordinator Hubungan Industri Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Andrew Purnama.
Koordinator Hubungan Industri Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Andrew Purnama. (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Sebanyak 58.951 karyawan dari ratusan perusahaan yang bernaung di bawah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) di seluruh Indonesia mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan API pada 1-16 November 2022.

Hal itu diungkapkan Andrew Purnama selaku Koordinator Hubungan Industri API kepada detikJabar seusai pertemuannya dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy di PT. Kahatex Sumedang, Rabu (16/11/2022).

Andrew menyebutkan angka itu didapatkan dari hasil survei kepada 233 perusahaan tekstil yang tersebar di seluruh Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari jumlah perusahaan tersebut, ada 149 perusahaan yang terkena dampak hingga dengan terpaksa melakukan PHK kepada 58.951 karyawan dengan masing-masing kategori, di antaranya PHK permanen, dirumahkan sementara serta tidak dilanjutkannya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Andrew memaparkan, kondisi tersebut imbas dari perang Rusia dan Ukraina yang terus berkelanjutkan hingga menyebabkan kriris energi dan krisis ekonomi. Hal itu turut berdampak pada minimnya permintaan ekspor dari Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Pasar ekspor kita sedang turun disebabkan perang yang berkelanjutan sehingga berdampak pada krisis energi dan krisis ekonomi sehingga permintaan ekepor pun ikut menurun," paparnya.

Kondisi tersebut, sambung Andrew, diperparah dengan begitu masifnya barang-barang impor yang membanjiri pasar domestik. Sehingga, perusahaan lokal semakin kehilangan pangsa pasarnya.

"Harusnya saat permintaan ekspor turun maka ada pasar yang menggantikannya, yaitu tidak lain adalah pasar domestik. Sementara saat ini pasar domestik itu tidak ada lantaran betapa masifnya barang-barang impor," terangnya.

Andrew menyebut, dua kondisi itu yang menyebabkan sejumlah perusahaan pun mengalami over stock lantaran kehilangan pangsa pasarnya. Hingga, hal itulah yang memicu terjadinya PHK di sejumlah perusahaan tekstil yang ada.

"Jadi kondisi sejumlah perusahaan saat ini itu sedang mengalami over stock, itu kenapa pada akhirnya sejumlah perusahaan pun dengan terpaksa melakukan kebijakan PHK," ujarnya.

Menurut Andrew, dengan kondisi saat ini, pemerintah semestinya harus secepatnya mengambil langkah dan kebijakan terutama menyelamatkan pasar domestik demi keberlangsungan perusahaan- perusahaan lokal.

"Kalau perusahaan tekstil bisa survive (bertahan) dan pasar lokalnya ada, maka niscaya kondisinya akan lebih baik tidak akan seperti saat ini," terangnya.

Dalam hal ini, ia menegaskan, pihaknya tidak berarti anti terhadap barang impor. Namun yang menjadi fokus perhatiannya adalah banyaknya barang yang belum masuk ke dalam kategori barang impor akan tetapi sudah membanjiri pasar lokal seperti yang terjadi saat ini.

"Dalam Permendag Nomor 25, ada lah beberapa HS code yang belum masuk jenis barang importasi namun anehnya barang-barang itu kini sudah masuk. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh pemerintah," ungkapnya.

Berdasarkan data API, kata Andrew, jenis barang yang belum memenuhi syarat importasi sendiri, kenaikannya telah mencapai 329 persen sepanjang 2021 hingga 2022.

Andrew menambahkan, salah satunya adanya serangan impor baju-baju bekas secara ilegal yang sangat berpengaruh terhadap peluang perusahaan lokal dalam skala pasar domestik.

"Kita sangat sayang industri tekstil ini, karena industri tekstil ini sangat padat karya, kalau sampai industri tekstil ini sampai tidak ada, kita bisa bayangkan seperti apa," ucapnya.

(orb/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads