Jerit Nelayan Benur Cisolok yang 'Terkerangkeng' Aturan Pemerintah

Kabupaten Sukabumi

Jerit Nelayan Benur Cisolok yang 'Terkerangkeng' Aturan Pemerintah

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Jumat, 19 Agu 2022 01:31 WIB
Perahu nelayan pencari benur di Laut Cisolok
Foto: Perahu nelayan pencari benur di Laut Cisolok (Syahdan Alamsyah/detikJabar).
Sukabumi -

Aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 soal larangan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur dianggap sebagai 'kerangkeng' untuk nelayan pencari benur di Kabupaten Sukabumi. Aturan itu dinilai memiskinkan para nelayan spesialisasi benur dalam mencari nafkah.

Nurfalah, salah seorang pengurus kelompok nelayan BBL di Pajagan, Kecamatan Cisolok mengatakan aturan itu minim solusi. Pasalnya di satu sisi pemerintah melegalkan nelayan untuk menangkap benur dengan berbagai syarat.

Akan tetapi, nelayan kesulitan menjual hasil tangkapannya karena adanya larangan ekspor benur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nelayan diperbolehkan menangkap BBL, tapi hasil tangkapan mau dijual kemana karena setahu kami kepentingan para pembeli pasti untuk diekspor salah satunya ke Vietnam sepengetahuan kami untuk budidaya. Sementara benur dikonsumsi juga tidak mungkin karena itu berupa benih," ujar Nurfalah kepada detikJabar, Kamis (18/8/2022).

Dia meminta adanya solusi yang dikeluarkan pemerintah terkait kondisi yang dialami oleh para nelayan benur. Pasalnya para nelayan kerap kebingungan untuk menjual hasil tangkapannya.

ADVERTISEMENT

"Kalau memang pemerintah mengeluarkan kebijakan, harusnya disertai solusi misalkan permodalan, pengetahuan dan peralatan untuk kami budidaya. Nah saya tanya apakah pemerintah menawarkan solusi itu untuk nelayan, karena nelayan lokal boleh menangkap benur tapi bukan untik konsumsi, satu-satunya jalan ya dijual, diekspor karena sepengetahuan kami pembudidayaan di Indonesia masih terbatas atau bahkan belum ada," ungkapnya.

Nurfalah berharap pemerintah memperjelas aturan. Karena selama ini justru tidak sedikit rekan-rekannya harus berurusan dengan hukum karena aturan itu.

"Ada rekan kami sopir dan pengepul diamankan dalam perjalanan mengirim BBL. Harusnya perjelas aturannya misalkan haram menangkap dan mengespor benur biar kami yang dibawah bisa menjalankan aturan menyetop soal BBL yang sudah bertahun-tahun nelayan jalankan," ucapnya.

Sementara itu Akung, nelayan setempat mengatakan penangkapan benur bisa menyejahterakan nelayan. Nelayan khususnya penangkap benur dikatakan Akung terbukti mampu mendongkrak ekonomi nelayan. Hal itu juga yang ia jalani selama ini.

"Selama ini bahkan sebelum adanya regulasi atau aturan soal benur banyak nelayan yang kemudian bisa menyekolahkan anaknya dari TK bahkan sampai kuliah. Nelayan yang dulunya kuli sekarang punya perahu sendiri artinya kami sejahtera," ungkap Akung.

Akung bercerita, dulu nelayan penangkap ikan bingung untuk menyekolahkan anak mereka karena perburuan ikan tergantung musim. Hal itu berbeda dengan Benur yang menurutnya tidak tergantung musim.

"Kalau menangkap ikan musiman, ketika musim barat semua menganggur ekonomi kami terganggu. Sementara BBL ini setiap hari ada hanya kan hasilnya tergantung bisa banyak bisa tidak," ujarnya.

"Harapan kami adanya regulasi yang jelas. Karena memang ekspor satu-satunya langkah, kalau tidak diekspor kemana harus jual. Kalau pemerintah menerapkan aturan seperti ini misalkan nelayan boleh menangkap kemudian lakukan budidaya lebih baik siapkan alatnya berikan ilmunya. Kota pernah mencoba (budidaya) pakai keramba kita coba budidaya tanam 1.000 ekor tidak ada yang hidup satupun. Karena faktor alam dan ketidak tahuan," ucapnya.

(mso/mso)


Hide Ads