Kisruh Duit Nasabah Koperasi di Sukabumi Tak Bisa Cair

Kisruh Duit Nasabah Koperasi di Sukabumi Tak Bisa Cair

Siti Fatimah - detikJabar
Senin, 04 Jul 2022 14:57 WIB
Koperasi Sejahtera Bersama di Sukabumi.
Nasabah Koperasi Sejahtera Bersama di Sukabumi. Foto: Siti Fatimah/detikJabar)
Sukabumi -

Nasabah koperasi simpan pinjam (KSP) Sejahtera Bersama di Kota Sukabumi mengeluhkan tabungan mereka yang tak bisa dicairkan. Ribuan nasabah KSP ini mengaku jengkel dan resah karena uang mereka tak bisa diambil.

"Tolong kami sebagai anggota ingin uang kami kembali secepatnya. Seperti saya tabungan pendidikan, anak saya sekolah sampai tertunda, sampai saya mesti pinjam ke mana-mana," kata Ingko Wijoyo (50), salah seorang nasabah KSP SB di Sukabumi, Senin (4/7/2022).

Ingko mengatakan, uang pribadinya yang ditabungkan ke koperasi tersebut mencapai Rp 700 juta. Rencananya, uang itu akan digunakan untuk pendidikan kuliah anaknya, namun raib dan tanpa kepastian yang jelas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sampai sekarang saya kerepotan, anak saya sudah mulai kuliah offline, kita mesti ada dananya, padahal ada di situ. Sampai sekarang belum cair," ujarnya.

Selain Ingko, Marketing yang juga menjadi nasabah KSP SB Handi Wijaya (45) juga mengalami hal serupa. Dia mengatakan, duit nasabah tidak bisa dicairkan sudah sejak April 2020 sampai hari ini.

ADVERTISEMENT

"Starting dari April 2020 sudah ada kesulitan untuk ambil dananya dengan alasan waktu itu ada pandemi. Jadi ada kesulitan likuiditas karena banyak anggota yang menarik dananya," kata Handi.

Kasus itu sempat masuk ke Pengadilan Niaga dengan putusan pihak koperasi harus membayarkan uang selama 10 bulan sejak Agustus 2020. Koperasi memiliki kewajiban membayar pada masing-masing nasabah.

"Tapi masih banyak anggota yang belum menerima dananya. Kalau di Sukabumi ada sekitar 1.500 sampai 2.000 anggota," ucapnya.

Total duit tabungan nasabah yang belum dicairkan cukup besar. Bahkan per nasabah ada yang mencapai miliaran rupiah.

"Kurang tahu pasti (total) angkanya, sekitar di atas Rp 100 miliar. Nggak tentu tiap orang, ada yang jutaan, ratusan juta sampai miliaran," ungkapnya.

Dampak dari dugaan gagal bayar itu membuat sebagian nasabah kelimpungan mempertahankan bisnisnya. Sebab, ada yang mengandalkan uang itu untuk modal usaha.

"Sampai sekarang banyak usaha yang belum bisa berjalan. Kita sudah bertemu dengan Satgas, koperasi bermasalah salah satunya KSB ini. Tapi sampai sekarang belum ada penyelesaian, saya dengan anggota saya diatas Rp 1 miliar," katanya.

Bakal Ngadu ke Presiden Jokowi

Handi mengatakan, pihaknya sudah menempuh jalur hukum dengan membuat laporan ke Polda Jawa Barat pada 20 Agustus 2020. Selain itu, mereka sempat meminta pertolongan kepada Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM).

"Kita juga sudah mengupayakan ke Kementerian Koperasi untuk tolong dijembatani permasalahan ini agar bisa diselesaikannya seperti apa. Karena kita kan selama ini masuk koperasi resmi, ada nomor induk koperasinya, secara hukum itu legal dari kementerian. Kita sudah sampaikan agar Kementerian memfasilitasi ini semua," paparnya.

Suwardi, nasabah lain yang sudah sepuh berencana pada bulan Agustus mendatang akan mencurahkan keluh kesah ini kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Bukan tanpa alasan, tabungan miliknya dan anggotanya saja sudah tertahan sebesar Rp 7 miliar.

"Rencana kita ikut grup Jakarta mau lapor Presiden, sampai ke Kemenkop UKM itu. Minta tolong, yang gede masak ditolong, yang kecil nggak," tuturnya.

"Harapan kembali uang kalau bisa ya. Ya seusia bapak kan udah nggak ada usaha apa-apa, sepeser juga belum diterima," kata dia.

Koperasi Sejahtera Bersama di Sukabumi.Koperasi Sejahtera Bersama di Sukabumi. Foto: Siti Fatimah/detikJabar

Penjelasan Pengurus KSP Sejahtera Bersama

Kepala Cabang Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, Budi Wibowo buka suara terkait dugaan gagal bayar nasabah. Dia mengakui masalah tersebut memang sudah terjadi sejak tahun 2020 lalu.

"Ya memang likuiditasnya kurang. Kalau untuk memenuhi seluruh anggota itu kesulitan karena kewajiban setiap cabang itu berbeda-beda tergantung simpanannya, portofolio masing-masing," kata Budi saat ditemui detikJabar di Jalan R. E. Martadinata, Senin (4/7/2022).

Dia juga mengaku pihaknya tidak bisa maksimal dalam pembayaran karena keterbatasan pembayaran dari kantor pusat. "Sukabumi secara umum kita tidak bisa memaksimalkan pembayaran kepada anggota dikarenakan penghasilan atau cash in dari kantor pusatnya terbatas," ujarnya.

Sementara itu, penyebab utama yang menyebabkan gagal bayar adalah gegara pandemi dan melonjaknya permintaan pencairan pada Maret 2020. Dana yang dicairkan kepada nasabah saat itu tidak ada batasan dan digelontorkan sesuai permintaan.

"Salah satu indikatornya pandemi, tapi selain itu memang semenjak pandemi banyak pencairan penalti di luar jatuh tempo jadi sangat berpengaruh di periode triwulan pertama 2020. Jadi dana terkuras, sementara kita tidak membatasi penarikan itu, jadi tidak ditahan, terus diberikan," paparnya.

Sejak triwulan kedua 2020 mereka mulai kesulitan membayar kewajibannya kepada nasabah simpan berjangka. Dari total 1.900-an nasabah hanya ada sekitar 200 orang yang sudah mendapatkan haknya.

"Yang sudah dibayar 200 anggota lebih, tapi tidak maksimal. Jadi periode pertama itu yang di bawah Rp 75 juta yang diutamakan, Rp 3 juta untuk 25 orang. Setelah itu kosong, lagi tidak ada pembayaran," ucap Budi.

"Baru ada lagi kemarin dan itu dibagi lagi untuk 61 anggota kisaran Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Supaya ada pemerataan, walaupun memang tetap belum merata karena likuiditas dari pusatnya tidak maksimal," tambahnya.

Solusi yang ia tawarkan adalah menunggu rencana Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang kabarnya akan ada kerja sama dengan investor.

"Memang ada kerja sama dengan pihak investor lain, tapi ini kan masih diminta oleh kementerian untuk melanjutkan kerja sama itu setelah melaksanakan rapat anggota tahunan di kedua belah pihak," tuturnya.

"Nah kemungkinan-kemungkinan itu kan bisa iya dan tidak. Tidak bisa memberikan kepastian karena saya di cabang dan penentu kebijakan tentu saja di pusat," ucapnya.

Halaman 2 dari 2
(ors/ors)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads