Pakar Ekonomi Unpas Sebut Pemerintah Gagal Kawal Kebijakan Harga Migor

Pakar Ekonomi Unpas Sebut Pemerintah Gagal Kawal Kebijakan Harga Migor

Sudirman Wamad - detikJabar
Kamis, 17 Mar 2022 19:00 WIB
Stok minyak goreng di Kota Bandung, Jawa Barat mendadak berlimpah. Rak-rak minyak goreng di toko ritel dipenuhi minyak goreng kemasan.
Minyak goreng kemasan (Foto: Wisma Putra/detikcom).
Bandung -

Pemerintah resmi mencabut harga eceran tertinggi (HET) minyak gorengan kemasan. Kebijakan itu mengindikasikan pemerintah telah gagal mengawal persoalan minyak goreng.

Pengamat ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi mengatakan pemerintah tak konsisten dalam mengawal kebijakannya sendiri. "Kebijakan soal minyak goreng ini gagal. Karena pemerintah gagal mengawal kebijakannya sendiri dan tidak konsisten," kata Acuviarta saat dihubungi detikJabar, Kamis (17/3/2022).

Lebih lanjut, Acuviarta menerangkan pandangannya tentang kegagalan pemerintah dalam mengawal kebijakan harga minyak goreng. Ia menegaskan pemerintah awalnya lamban mengawal kebijakan harga minyak goreng. Padahal, lanjut Acuviarta, kenaikan harga minyak goreng sudah terasa sejak Juli tahun lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi waktu dibuatnya kebijakan ketika sudah terjadi instabilitas. Kebijakan itu baru ada pada awal Januari (2022)," kata Acuviarta.

Setelah lamban dalam memutuskan kebijakan, lanjut dia, pemerintah butuh waktu dalam mengimplementasikan kebijakannya. Sayangnya, pemerintah gagal mengawal kebijakan yang telah dibuat.

ADVERTISEMENT

"Tapi nyatanya tidak bisa dikawal. Bicaranya pun tak konsisten. Kemudian, apa fungsinya regulator kalau (harga minyak) dilepas ke pasar," ucap Acuviarta.

Dia juga menyinggung soal fenomena kelangkaan minyak goreng di pasaran. Padahal, lanjut dia, Indonesia termasuk negara dalam posisi net eksportir. Di mana kondisi produksinya melebihi kebutuhan domestik.

"Saya kira harusnya tidak ada kelangkaan daripada minyak goreng. Meskipun ada perubahan harga di tingkat internasional dari CPO (minyak sawit mentah), dan turunannya," kata pakar ekonomi Unpas itu.

Acuviarta juga awalnya mengapresiasi langkah pemerintah yang menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng, baik curah maupun kemasan. Dari mulai sekitar Rp 9.000 hingga Rp 14.000.

"Itu (penyesuaian HET) sudah bagus. Itu pun kebijakannya berganti-ganti. Ada Permendag 1, 2 hingga tiga. Artinya apa, perencanaannya tidak matang," katanya.

Acuviarta heran dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Padahal, lanjut dia, pemerintah telah memutuskan bahwa domestic market obligations (DMO) yang sebelumnya 20 persen berubah jadi 30 persen. Artinya, produsen CPO akan diwajibkan untuk memasok produk minyak goreng hingga 30 persen dari total kapasitas ekspor setiap perusahaan.

"Pemerintah sendiri yang menyampaikan bahwa itu (kebijakan) siap. Lantas tiba-tiba apa persoalannya kemudian dilepas kepada pasar. Kita hanya minta sedikit kok," katanya.

Ia menilai kebijakan pemerintah tentang minyak goreng ini tak tepat untuk saat ini. "Kenapa pada saat bersamaan, BBM naik, dan moditas lainnya naik. Itu artinya sedang tidak kondusif. Ini lah mengapa saya bilang kebijakannya tidak tepat pada saat ini," katanya.

Diberitakan detikFinance, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan pemerintah resmi mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan.

Sebelumnya, ditetapkan HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000/liter. Kini kebijakan itu telah dicabut.

"Menyikapi perkembangan situasi minyak goreng. Sesuai arahan Presiden, Kementerian Perdagangan per 16 Maret 2022 menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 11 tahun 2022 yang mencabut ketentuan HET Permendag Nomor 06 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng," jelasnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (17/3/2022).

(sud/mso)


Hide Ads