Stasiun Radio Malabar dan 'Sinyal' Kemerdekaan

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Sabtu, 16 Agu 2025 10:00 WIB
Reruntuhan Stasiun Radio Malabar (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi).
Bandung -

Willem Frederik Christiaan Dieben, yang lebih populer dengan nama Willy Derby menulis lirik 'Hallo Bandoeng' dengan sangat apik. Lagu yang dirilis pada 1929 itu menggambarkan bagaimana komunikasi jarak jauh antara Belanda dan Hindia bisa terlaksana.

Lagu itu berkisah tentang seorang ibu renta di Den Haag, yang bertahun-tahun menabung untuk bisa menelepon anaknya yang terpisah jarak 12.000 kilometer di Bandung.

Sang anak berjanji empat tahun lagi akan pulang kepada ibunya di Belanda. Namun, ketika sedang dalam perbincangan yang penuh haru itu, apalagi setelah sang ibu mendengarkan bagaimana suara cucunya dari menantu 'sawo matang' menyapanya, ibu tua yang terlampau bahagia itu meninggal dunia.

Telekomunikasi berbasis suara itu terlaksana sebagai berkah dari perbuatan Cornelius Johannes de Groot (1883-1927) dengan karya monumentalnya, Stasiun Radio Malabar. de Groot adalah ahli radio yang ditugaskan Belanda untuk menemukan solusi komunikasi yang efektif selain bergantung pada kabel telegraf milik Inggris.

Radio Malabar di Gunung Puntang, Kabupaten Bandung itu diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Dirk Fock pada 5 Mei 1923. Dari sini, radio menjadi semakin populer karena hubungan langsung antara Hindia dan Belanda bisa terlaksana.

Warga beraktivitas diantara reruntuhan bangunan Stasiun Radio Malabar di Gunung Puntang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/10/2019). Stasiun Radio Malabar merupakan Stasiun Radio terbesar pada jamannya yang dibumihanguskan pada 1947 agar tidak dikuasai lagi oleh Belanda. Saat ini reruntuhan tersebut menjadi salah satu destinasi wisata sejarah bagi warga yang berkunjung ke Gunung Puntang. (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi).

Setahun sebelumnya, telah ada pemberitaan di media massa akan adanya kemungkinan keterhubungan Malabar dengan stasiun-stasiun radio di dunia. Misalnya, yang diberitakan De Indische courant (4 Oktober 1922):

"Preangerbode telah mengetahui bahwa suatu penyelidikan telah dimulai terkait kemungkinan pendistribusian stasiun-stasiun radio dunia yang diselenggarakan di Malabar di kalangan pers Hindia.

Pemulihan sistem radio di Malabar telah mencapai titik di mana kepulauan tersebut dapat dilengkapi dengan sinyal radio. Komunikasi dengan Eropa akan segera dimungkinkan kembali.

Membuat Komponen Sendiri

Gedung stasiun radio Malabar telah selesai pembangunannya pada 1918. Johannes de Groot lalu ditempatkan di situ. de Groot kemudian melakukan berbagai percobaan untuk melakukan komunikasi jarak jauh nirkabel.

Pemerintah Belanda sejatinya membeli dua pemancar dengan merek Telefunken. Satu untuk ditempatkan di Radio Malabar, dan satu lagi adalah untuk stasiun radio di Kootwijk, Belanda. Namun, ketika itu di Radio Malabar sudah ada pemancar yang dibeli oleh uang pribadi de Groot yang menggunakan teknologi Spark dengan merek Arc Poulsen. Malabar-Kootwijk saling memastikan keterhubungan telegrafi.

Tomi T. Prakoso, dosen Ilmu Komunikasi di STBA Yapari-ABA Bandung, sebagaimana dilansir detikJabar menjelaskan, kemampuan dari telegrafi (morse) diubah menjadi telefoni (komunikasi dengan suara).

"(Stasiun) penerimanya kemudian didirikan secara khusus di Rancaekek," ujar Tomi.

Gedung stasiun radio Malabar sangat besar. Antenanya berupa bentangan kabel sepanjang 2 kilometer yang dipasang di antara celah gunung Haruman dan gunung Puntang. Dibutuhkan daya listrik ribuan kilowatt yang diperoleh dari sebuah pembangkit listrik. Jarak pancaran yang harus ditempuh dari lokasi itu ke Belanda kurang lebih 12 ribu kilometer.

Di Malabar, de Groot bukan hanya menerapkan sebuah teknologi. Ia juga melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika itu dibutuhkan sejumlah komponen yang harus diimpor dari luar negeri. Untuk mendatangkannya diperlukan waktu berbulan-bulan. Tetapi, pesanan sering tidak sampai karena kapal pengangkut kena hadang bajak laut.

"Akhirnya diputuskan beberapa komponen dibuat sendiri, sehingga di Radio Malabar diadakan workshop pembuatan sejumlah komponen radio. Ketika itu dijalankan konon sering terdengar suara ledakan karena digunakannya gas tertentu," katanya.

Pada workshop tersebut tercatat ada sejumlah warga pribumi yang terlibat. Posisi mereka adalah sebagai pekerja pada Radio Malabar. Hal itu membuat pengetahuan tentang keradioan yang tadinya hanya eksklusif milik warga Belanda akhirnya menyebar ke warga pribumi.

"Workshop yang tadinya khusus diperuntukkan bagi perbaikan Radio Malabar akhirnya menjadi tempat transfer pengetahuan tentang pembuatan komponen radio," ujar Tomi.


(mso/mso)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork