Cuaca cerah mengiringi perjalanan Dadan pagi itu. Dengan truk boks yang biasa ia kemudikan, pria berusia 36 tahun asal Tarogong, Kabupaten Garut, melaju menyusuri jalanan menuju Bandung.
Dalam waktu kurang dari satu jam, ia sudah tiba di kawasan Cileunyi. Bagi Dadan, perjalanan Garut-Bandung bukan hal baru. Setiap hari ia melintasi jalur tersebut karena pekerjaannya sebagai kurir ekspedisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkumis tipis dan mengenakan topi yang hampir tak pernah lepas dari kepalanya, Dadan menyebut perjalanan kali ini cukup lancar. Ia diberi waktu tempuh selama satu setengah jam, namun ia mampu menyelesaikannya dalam waktu yang lebih singkat. Bahkan, ia masih memiliki waktu sekitar 30 menit untuk beristirahat sejenak di sebuah minimarket. Di atas meja besi, ia menikmati secangkir kopi hangat dan sepotong roti sederhana, teman setianya di sela tugas mengantar paket.
Namun di balik kelancaran itu, Dadan tidak menampik adanya sejumlah hambatan yang kerap ia jumpai di perjalanan. Kawasan Parakan Muncang, Linggar, hingga Dangdeur menjadi titik-titik yang selalu menuntut kewaspadaannya. Menurutnya, banyak kendaraan besar seperti truk dan bus yang parkir sembarangan di bahu jalan. Kondisi itu diperparah dengan pengendara sepeda motor yang nekat melawan arus lalu lintas.
Sebagai pengemudi truk boks, kondisi tersebut sangat membahayakan. Ruas jalan menjadi sempit, dan Dadan harus ekstra hati-hati saat menyetir di antara kendaraan-kendaraan yang berdesakan.
"Membahayakan itu, apalagi kalau ada truk gede parkir dipinggir jalan, terus ada yang lawan arus dan di lajur kanan kita ada mobil, harus bener-bener pas mengendarai mobilnya, kalau enggak gitu bisa tertabrak," ujar Dadan.
Ia menyoroti perilaku pengendara yang kerap tidak mematuhi aturan lalu lintas. Dalam banyak kasus, lanjut Dadan, pengemudi kendaraan besar sering kali menjadi pihak yang disalahkan apabila terjadi kecelakaan, meski berada di jalur yang benar.
"Amit-amit sih ya, tapi kalau ketabrak kita yang disalahkan, padahal mereka yang salah," ungkapnya.
Menurutnya, perilaku seperti itu tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Ia menilai pelanggaran lalu lintas sama saja mempertaruhkan nyawa.
"Nyawa taruhannya, enggak sayang gitu ya. Kalau terjadi kecelakaan semua yang dirugikan, merugikan diri sendiri dan orang lain yang terkena dampak, bisa buat macet juga," tegas Dadan.
Dadan pun berharap aparat penegak hukum lebih tegas dalam menindak pelanggar yang kerap melawan arus. Baginya, tindakan tegas penting agar para pelanggar merasa jera.
"Tindak saja kalau menurut saya, supaya kapok," tambahnya.
Keluhan serupa juga disampaikan Nuraeni (32), seorang pengendara sepeda motor yang kerap melintasi rute Garut-Bandung. Ia mengaku harus ekstra waspada, khususnya saat melintas di kawasan Dangdeur yang dinilainya rawan.
"Ya betul apalagi di Dangdeur, bagi saya membahayakan, apalagi saya gak berani ambil jalur tengah atau jalur kanan, kalau ada yang lawan arah saya suka mengalah," ucap Nuraeni.
Saat ditanya mengapa ia memilih mengalah, Nuraeni menyebut sebagian pelanggar lalu lintas justru lebih galak saat diberi peringatan.
"Males ngasih tahunya, bisanya mereka lebih galak daripada kita yang memberi tahu, males saja," ujarnya.
Ia berharap, kesadaran pengguna jalan dapat tumbuh dari diri sendiri. Menurutnya, jalan adalah ruang publik yang harus digunakan secara bersama dan bertanggung jawab.
"Harus sadar saja, inikan jalan umum, bukan jalan milik pribadi, intinya itu," pungkasnya.
(wip/dir)