Nelangsa Para Pemulung Hadapi Rencana Penertiban Bangunan TPA Sarimukti

Nelangsa Para Pemulung Hadapi Rencana Penertiban Bangunan TPA Sarimukti

Whisnu Pradana - detikJabar
Rabu, 16 Jul 2025 15:55 WIB
Bangunan liar di sepanjang jalan menuju TPA Sarimukti
Bangunan liar di sepanjang jalan menuju TPA Sarimukti (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar).
Bandung Barat -

Saprudin (52) sedang beristirahat di bawah sebuah gubuk setelah lelah memulung sejak pagi. Jari jemarinya mengapit sebatang rokok, padahal Rabu (16/7/2025) cuaca sedang panas.

Tempat istirahat itu ada di tengah-tengah Kampung Ciherang, RT 01/15, Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat. Bisa disebut sebagai 'kampung pemulung', karena penghuninya memang orang-orang yang bekerja memulung sampah di area TPA Sarimukti.

Beberapa hari yang lalu, tepatnya Senin (14/7/2025), Saprudin baru saja menjadi korban penertiban bangunan bedeng di sepanjang jalan menuju TPA Sarimukti oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Rumah serta warung sederhana yang dijaga oleh sang istri ikut kena gusur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penertiban bangunan liar itu dilakukan Dedi Mulyadi setelah berkunjung ke TPA Sarimukti beberapa hari lalu. Dedi berbincang dengan para pemulung dan orang yang menggantungkan hidup dari gunungan sampah se-Bandung Raya.

"Memang sebelum pembongkaran ada yang survei terlebih dahulu terus besoknya (Dedi Mulyadi) datang langsung. Dia bilang bahwa bangunan di pinggir jalan ini akan dibongkar karena kawasan ini mau dibersihkan," kata Saprudin saat ditemui di TPA Sarimukti, Rabu (16/7/2025).

ADVERTISEMENT

Seperti biasa, Dedi datang bersama beberapa orang juru kamera. Dalam video yang diunggah di akun Instagramnya, Dedi meminta para pemulung dan penghuni bangunan liar itu segera pindah dengan diberi uang kompensasi.

"Memang diberi kompensasi, waktu itu saya disuruh ngontrak. Kebetulan saya keseharian di sini mulung sampah, sementara istri jualan warung di bangunan ini. Kompensasinya itu buat penggantian bangunan warung Rp10 juta, kemudian buat tempat tinggal Rp5 juta," kata Saprudin.

Ia dan istrinya lalu memutuskan ngontrak rumah sederhana di daerah Cimeta. Jaraknya cukup jauh, lebih dari 2 kilometer. Sementara sehari-hari, Saprudin mesti memulung demi kelangsungan hidupnya hari demi hari, sehingga ia tinggal di kampung kakak iparnya.

"Saya pindah dan ngontrak di Cimeta, tidur di sana. Tapi kalau istirahat setelah mulung suka ke Kampung Ciherang, soalnya ke kontrakan kan jauh," ujar Saprudin.

Ia tak menolak direlokasi, namun minta agar ada solusi jangka panjang seperti modal dan tempat untuk membuka usaha serupa. Jika tidak, ia bingung darimana bisa dapat uang buat memenuhi kebutuhan istri dan anaknya.

"Mudah-mudahan diberi tempat untuk membuka usaha lagi warung, karena kan memang sehari-hari mulung. Tapi nggak cukup buat keluarga kalau hanya dari situ (mulung). Biaya sekolah anak lumayan kan, misalnya mulung dapat Rp20 ribu dari warung Rp20 ribu jadi dapat Rp40 ribu lumayan," ujar Saprudin.

Lain lagi dengan Mimin Mintarsih, pemilik warung tepat di depan gerbang masuk TPA Sarimukti. Perempuan 45 tahun itu menolak direlokasi, namun ia sudah didata oleh anak buah Dedi Mulyadi beberapa hari lalu.

"Ya kalau saya sebetulnya menolak, karena kan di sini sudah 19 tahun mengandalkan warung. Meskipun dikasih kompensasi, saya sebetulnya enggak mau dipindahkan," kata Mimin.

Saat ini ia masih cemas menanti kapan bangunan warung dan rumah tempatnya bernaung setiap hari akan dirobohkan. Untuk membangun tempatnya berjualan, ia mengeluarkan modal Rp25 juta.

"Buat warung ini saja saya keluar Rp25 juta, kalau dirobohkan kompensasi harus sesuai. Tapi uang kompensasi kalau enggak dipakai usaha ya habis. Makanya saya menolak dipindahkan," kata Mimin.

Saat ini, penertiban bangunan mulai berjalan. Sebagian gubuk-gubuk sudah rata dengan tanah, sebagian lagi menunggu giliran dirobohkan alat berat.




(mso/mso)


Hide Ads