Harap-harap Cemas di Smansa Bandung

Round Up

Harap-harap Cemas di Smansa Bandung

Tim detikJabar - detikJabar
Sabtu, 08 Mar 2025 04:30 WIB
Gedung SMAN 1 Bandung
Gedung SMAN 1 Bandung (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Langit mendung kini sedang mengintai SMAN 1 Bandung. Sekolah favorit di Kota Kembang ini sedang menghadapi ancaman penggusuran setelah digugat Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.

Gugatan PLK terdaftar dengan nomor 164/G/2024/PTUN.BDG sejak 4 November 2024. Mereka menggugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung, serta intervensi ke Dinas Pendidikan Jawa Barat (Jabar) dengan objek sengketa di SMAN 1 Bandung.

Dalam petitumnya, pihak penggugat yaitu PLK menggugat supaya sertifikat hak milik yang tercatat atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandung dengan Nomor : 00011/Kelurahan Lebak Siliwangi pada 19 Agustus 1999 dan Surat Ukur Nomor 12/1998 seluas 8.450 M2 supaya dibatalkan. PLK lantas meminta supaya dokumen itu dicabut dan dicoret dari daftar buku tanah sertifikat hak pakai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sontak saja, setelah gugatan itu berjalan, SMAN 1 Bandung kini dilanda kecemasan. Persidangannya sudah berjalan 12 kali, dengan agenda terakhir menghadirkan saksi ahli dari Disdik Jabar pada Kamis (6/3) kemarin.

"Proses belajar saat ini tidak terganggu. Cuma secara psikologis, anak-anak ini khawatir karena memang mereka baru tahu kabarnya (sengketa SMAN 1 Bandung) kemarin," demikian perbincangan detikJabar dengan Kepsek SMAN 1 Bandung Tuti Kurniawati, Jumat (7/3/2025).

ADVERTISEMENT

Semenjak gugatan itu terdaftar di pengadiran, ada rasa heran yang menyeluti perasaan Tuti. Sebab semenjak berdiri pada 1950 dan menduduki lahan saat ini pada 1958, SMAN 1 Bandung tidak pernah mendapatkan informasi apapun tentang sengketa itu.

"Awal dapat informasi ya kaget lah. Saya dapat informasi itu dari surat yang disampaikan ke Disdik Jabar. Semudian saya dipanggil dan diberita tahu tentang gugatan untuk SMAN 1 Bandung," ucapnya.

Akhirnya, kabar itu coba untuk disembunyikan. Tuti dan pihak sekolah sempat menutupi kabar tersebut supaya tidak terdengar sampai ke kalangan siswa. Sebisa mungkin, mereka memberikan sejumlah dokumen yang dibutuhkan Biro Hukum Pemprov Jabar untuk kepentingan persidangan.

Namun yang terjadi kemudian, kabar gugatan sengketa lahan itu akhirnya sampai juga ke telinga para siswa SMAN 1 Bandung. Tepat pada Kamis (6/3/2025), kabar ini menyebar saat pihak sekolah mengadakan doa bersama, bertepatan dengan agenda sidang keterangan saksi ahli dari Pemprov Jabar di PTUN Bandung.

"Jadi tadinya kami silent dulu, hanya kami manajemen dan beberapa guru yang tahu, siswa mah belum dikasih tahu. Tapi akhirnya ramai pas sidang kemarin, pas kami juga mengadakan doa bersama. Yang mimpin doa waktu itu terucap soal proses hukum di SMAN 1 Bandung. Nah anak-anak kaget, dari situ akhirnya informasinya tersebar," ucap Tuti.

Sengketa ini rencananya akan berlanjut pada 20 Maret 2025 di PTUN Bandung dengan agenda pembacaan kesimpulan secara E-Court. Meski belum mengganggu proses pembelajaran, tapi Tuti tidak menampik psikologi 1.200an siswa di sekolahnya saat ini terkena imbasnya.

"Karena yang saya khawatirkan gimana anak-anak. Saya mikirnya yang terburuk, kalau seandainya gugatan itu dimenangkan penggugat, nanti proses layanan pendidikan pasti terganggu. Anak-anak pride-nya berbeda, kosentrasinya, psikologinya dalam pembelajaran pasti akan terganggu. Saya juga khawatir alumni kehilangan almamaternya," ucap Tuti.

Tak hanya itu. Setelah informasi ini menyebar, akhirnya muncul tagar #SAVESMANSABANDUNG yang tersebar di media sosial. Tuti pun mengaku, reaksi ini timbul dari kalangan siswa yang berharap supaya SMAN 1 Bandung tidak terkena dampak atas sengketa tersebut.

"Ramenya tagar itu kemarin pas sidang terakhir dengan menghadirkan dua saksi ahli. Karena sidang terakhir, kita mengadakan doa bersama. Terucaplah sama yang pimpin doa soal proses hukum di SMAN 1 Bandung. Nah anak-anak kaget dari situ, muncul lah tagar #SAVESMANSA, jadi weh rame," ucapnya.

"Tentunya anak-anak, bahkan sampai orang tua jadi khawatir kalau nanti kehilangan tempat belajarnya. Sekalipun kita berpikir yang terburuk, kalau misalnya direlokasi, kan tidak akan semudah itu. Meskipun saat ini proses belajar tidak terganggu, layanan pendidikan lainnya tidak terganggu, cuma secara psikologis pasti khawatir," ucapnyanya menambahkan.

Di ujung pembicaraannya, ada harapan besar yang Tuti inginkan bersama pihak sekolah. Ia menginginkan sengketa ini bisa segera selesai, dengan hasil SMAN 1 Bandung masih terus bisa menempati lahan sekarang supaya proses pembelajaran terus berjalan tanpa gangguan.

"Kami besar harapan agar proses hukum SMAN 1 inii segera selesai, kemudian bisa selesai dengan hasil yang kami harapkan. Agar proses layanan di SMAN 1 ini tidak terganggu. Kami tidak mau hal-hal yang tidak diinginkan ini terjadi. Kebayang nanti anak-anak seperti apa, karena kami sudah merasa ini adalah rumah kedua kami," pungkasnya.




(ral/dir)


Hide Ads