Habis Samson Muncul Opa, ODGJ Bersenjata Tajam yang Hantui Warga Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Selasa, 25 Feb 2025 16:00 WIB
Opa, saat diantar ke Panti AWA dengan kondisi mirip Mumi (Foto: istimewa)
Sukabumi -

Tragedi berdarah preman Samson yang tewas dihakimi massa belum lama terjadi. Namun, belum sempat masyarakat bernapas lega, ancaman lain kembali membayangi. Kali ini datang dari Mustopa alias Opa, pria dengan gangguan jiwa yang aksinya saat kabur dari panti rehabilitasi membuat geger warga.

Opa bukan sosok asing bagi warga Desa Jayanti, Kecamatan Palabuhanratu. Pria berusia 37 tahun itu dikenal memiliki temperamen tinggi, sering membawa senjata tajam, dan mengancam siapa saja yang menghalangi jalannya.

Ia sempat diamankan dan dikirim ke Panti Aura Welas Asih (AWA), namun justru melarikan diri dengan cara yang sulit dijelaskan. Pelariannya dari panti membuka babak baru ketakutan di tengah masyarakat Sukabumi.

Kabur dari Sela-sela Jeruji

Dua hari setelah tiba di panti, Opa mendadak menghilang. Malam itu, Kamis (23/5/2024), ketika petugas melakukan kontrol rutin, mereka dikejutkan dengan ruangan isolasi yang kosong.

"Saat petugas kontrol sekitar jam 23.00 WIB itu ruang isolasi sudah jebol, setelah itu petugas kontrol melapor. Saat kita cek ternyata betul, Opa sudah kabur. Dia panjat dinding dan meloncat ke luar. Kita sempat cari dia lari ke arah hutan,"
ujar Irgiana, pekerja sosial Panti AWA, kepada detikJabar, Jumat (24/5/2024).

Penampakan Celah Sempit Tempat Opa Kabur Dari Ruang Isolasi Panti di Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Tak hanya berhasil keluar dari ruang isolasi, Opa juga mampu memanjat dinding setinggi 3,5 meter yang mengelilingi panti.

"Masuk ke panti pada Selasa (21/5/2024), kami mendapat laporan dari warga ada ODGJ yang diamankan, setelah diantarkan menggunakan ambulans Desa Jayanti oleh tentara petugas Babinsa setempat," kata Irgiana.

"Kondisi saat datang yang bersangkutan agresif, dan membahayakan penghuni panti yang lain. Sehingga kita putuskan yang bersangkutan kita masukan ke dalam ruang isolasi," tambahnya.

Bagaimana mungkin pria berbadan kekar, bertinggi 175 cm dengan rambut gondrong itu bisa lolos dari ruang isolasi berpengamanan ketat? Misteri ini masih belum terjawab hingga saat ini.

"Kondisi teralis patah di bagian lasan hingga menyisakan lubang 20 sentimeter. Diduga si Opa ini menjebol kemudian keluar dari lubang ukuran itu dan naik ke tiang jemuran dan melompat ke arah luar," kata Sopandi, petugas keamanan panti menceritakan dugaannya.

"Tingginya sekitar 175 sentimeter kurang lebih, dengan tubuh kekar berisi dan rambut gondrong. Saya juga masih heran bagaimana dia bisa melewati celah seukuran itu,"
tambahnya.

Sopandi juga menduga bahwa Opa mungkin mengalami luka saat melarikan diri. "Kemungkinan dia terluka, namun memang ada beberapa kain bekas yang diduga dipakai menutupi bekas patahan besi mungkin untuk menghalangi ujung tajam dari besi saat dia menyelinap ke situ," tuturnya.

"Setelah menyelinap lewat situ, dia kemudian naik ke tiang beton yang biasa dipakai jemuran lalu manjat ke dinding tembok yang mengarah keluar setinggi 3,5 meter. Setelah itu dia kabur melintasi hutan dan perkebunan warga," sambungnya.

Dari Kabur, Berlanjut ke Teror

Beberapa pekan setelah pelariannya, laporan tentang keberadaan Opa mulai bermunculan di kampungnya. Warga resah melihat pria itu berkeliaran, terkadang membawa senjata tajam. Hingga akhirnya, pada Sabtu (6/7/2024) pagi, ketakutan warga menjadi nyata.

Yamin Suryadi (57), seorang warga Kampung Jayanti, menjadi korban amukan Opa. "Pagi-pagi itu habis dari masjid ke rumah, terus masak air untuk bikin kopi sama nyuci. Nah, saat lagi nyuci di kamar mandi, tiba-tiba ada yang gedor pintu terus ngedorong. Saya berpikir, kok keras amat sih pintu digedor," kata Yamin kepada detikJabar kala itu.

Ketika ia bertanya siapa yang ada di luar, hanya ada satu kalimat bernada kasar dari balik pintu. "Aing!" suaranya setengah menghardik.

Tak lama kemudian, pintu rumahnya roboh. Sosok berambut gondrong itu menerobos masuk, mengayunkan golok sepanjang 30 sentimeter tanpa alasan.

"Dia jawab 'Aing', katanya. Dari suaranya, saya tahu itu si Opa. Saya bilang, 'Kenapa sih kamu ke sini terus, mau ngapain?' Setelah itu dia langsung dobrak pintu, jebolin pintu depan. Pintunya rusak, terus dia menghampiri dan nyerang saya bawa golok sepanjang 30 sentimeter," tutur Yamin.

Setiap ayunan golok yang dilancarkan mengenai kepala, bibir, punggung, dan kaki Yamin, membuat kondisi korban semakin parah dan mengharuskan penanganan medis segera.

"Sempat menghindar, tapi karena tempatnya sempit, akhirnya saya bela diri sebisanya. Dia menyerang membabi buta. Sampai akhirnya sabetan kena jidat, kepala, dan bibir. Dua jahitan ya. Lalu di punggung dan kaki," ungkapnya.

Setelah menyerang Yamin, Opa kembali menghilang.

Perburuan Opa dan Kekhawatiran Warga

Kepala Desa Jayanti, Nandang, bersama aparat keamanan, kala itu terus berupaya melakukan pencarian. Upaya kali ini lebih serius. Polsek Palabuhanratu bahkan mengerahkan drone untuk menyisir daerah perbukitan di kaki Gunung Jayanti.

"Kami cari dia sampai ke kawasan Puncak BPS, Taman Sari, bahkan ke perkebunan warga. Tapi hasilnya nihil," kata Nandang saat itu.

Nandang berharap, upaya pencarian saat itu bisa membuahkan hasil. Namun, faktanya tidak ada kabar setelah itu apakah Opa ditemukan atau tidak.

"Kami menyisir, di sekitaran Gunung Jayanti menggunakan drone ke kebun-kebun dan pesawahan di kaki bukit. Sampai ke kawasan hutan. Alhamdulillah ini artinya kesungguhan semuanya bagaimana saudara Opa bisa segera diamankan," tambahnya.

Kasus Samson, preman yang juga berstatus ODGJ yang tewas dihakimi massa, kemudian soal ancaman Opa yang masih berkeliaran, meningkatkan rasa frustasi di kalangan masyarakat. Hal itu memantik kekhawatiran legislator DPRD Kabupaten Sukabumi.

"Kalau tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin warga bertindak sendiri lagi," kata Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Hamzah Gurnita, yang juga warga Kecamatan Palabuhanratu, Selasa (25/2/2025).

Hamzah menegaskan bahwa peristiwa berdarah seperti kasus Samson seharusnya menjadi pengingat bagi pemerintah dan aparat untuk lebih serius menangani persoalan keamanan dan penanganan ODGJ.

"Kemana sistem kita ketika seorang pasien gangguan jiwa bisa kabur dari fasilitas perawatan yang seharusnya aman? Kalau panti rehabilitasi tidak bisa menjamin keamanan, bagaimana dengan lingkungan sekitar? Harusnya pemerintah berpikir bagaimana melengkapi dan memperbaiki fasilitas yang ada di panti tersebut. Ini bukan hanya soal Opa, tapi tentang kegagalan kita dalam menciptakan solusi yang manusiawi dan efektif," pungkas Hamzah.




(sya/yum)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork