Bendi Wijaya (35) ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Bogor Kota dalam insiden kecelakaan maut yang menewaskan 8 orang di Gerbang Tol (GT) Ciawi 2, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/2/2025) lalu. Dari hasil penyelidikan Unit Gakkum Satlantas Polresta Bogor Kota, truk bermuatan galon yang dikendarai Bendi juga menyalahi aturan.
Berikut fakta terbaru dalam insiden kecelakaan maut ini:
Truk Menyalahi Aturan
Dari hasil penyelidikan pihak kepolisian terungkap jika truk yang dikendarai Bendi menyalahi aturan. Pada waktu kejadian, Bendi hendak melewati GT Ciawi 2 menuju Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum menabrak sejumlah kendaraan yang sedang mengantre di gardu Tol Ciawi 2. Truk itu sudah kehilangan kendali sejak di KM 42 atau 1 km sebelum GT Ciawi 2 .
Bendi sempat loncat dari kendaraannya sesaat sebelum tabrakan. Kecelakaan menimbulkan api. Kecelakaan itu melibatkan tujuh kendaraan.
Mobil yang Ditabrak Alami Kebakaran
Sejumlah mobil yang ditabrak truk itu alami kebakaran. Dalam kejadian ini, dilaporkan ada delapan orang tewas dan sebelas lainnya luka, termasuk sopir truk yakni Bendi yang sempat mendapatkan perawatan medis.
8 orang yang menjadi korban dalam kejadian kecelakaan maut ini yakni Budiman, Yana Mulyana, Asep Fadilah, Supardi, Vika Agustina, Rahmat Gunawan dan dua korban yang alami luka bakar 100 persen yang berhasil teridentifikasi setelah pemeriksaan DNA yakni Ahmad Taufik dan Jamaludin.
Hasil Investigasi
Dari hasil investigasi polisi, truk itu ternyata melaju dengan kecepatan tertentu. Truk itu juga memuat barang terlalu banyak alias overload.
Batas kecepatan kendaraan yang melaju di Tol Jakarta, Bogor, Ciawi (Jagorawi) adalah 80 km/jam. Namun truk ini dideteksi oleh polisi telah melaju dengan kecepatan yang melebihi batas itu pada saat malam yang berakhir tragedi itu.
"Beberapa fakta yang kita temukan di TKP (tempat kejadian perkara) bahwa sebelum kecelakaan, sopir mengemudikan kendaraan di sekitar 90-100 km/jam sebelum terjadi kecelakaan," kata Wakil Direktur Lalu Lintas (Wadirlantas) Polda Jawa Barat Kombes Edwin Affandi kepada wartawan di Polresta Bogor Kota, Sabtu (15/2) kemarin.
Truk itu diduga sempat melaju di atas 100 km/jam. Ini diketahui polisi saat melihat video rekaman lalu lintas jalan tol itu.
"Terkait dengan hal tersebut, sopir terbukti berdasarkan alat petunjuk CCTV, kemudian dari keterangan saksi, maupun jejak kendaraan berdasarkan TAA (traffic accident analysis), kita kemudian mensimulasikan bahwa saat terjadi kecelakaan, kecepatan truk tersebut di atas 100 km/jam," ungkapnya.
Rem Truk Sudah Dimodifikasi
Selain itu, hasil investigasi lainnya jika, kondisi rem truk tersebut sudah tidak standar pabrik. Sehingga menyebabkan fungsi rem tidak berfungsi optimal.
"Ini menyebabkan kekuatan daya cakram rem atau daya pengereman berkurang dari yang seharusnya. Gambarannya adalah dengan adanya kelebihan muatan dan kurangnya daya cakram rem, ini menyebabkan kendaraan itu tidak bisa dikendalikan dengan baik," tuturnya.
Truk pemicu kecelakaan maut yang menewaskan delapan orang di Gerbang Tol (GT) Ciawi, Bogor, ternyata kelebihan muatan alias overload. Polisi menyampaikan mengalami overload hingga 12 ton.
"Kemudian, kita laksanakan pemeriksaan ramp check kendaraan. Di mana ditemukan bahwa dalam pengangkutan kendaraan ternyata kendaraan tersebut overload sekitar 12 ton," kata Kombes Edwin Affandi, kepada wartawan.
Angkut Muatan 2 Kali Lipat Lebih Berat
Seharusnya, truk tersebut mengangkut muatan dengan berat maksimal 12 ton. Namun, saat kejadian, ditemukan fakta truk yang dikendarai sopir Bendi Wijaya mengangkut sekitar 24 ton muatan.
"Harusnya kendaraan itu mengangkut sekitar 12 ton, namun kendaraan tersebut mengangkut sekitar 24 ton berdasarkan hasil perhitungan di lapangan," tuturnya.
Dapat Sorotan Dari Menteri PU
Menteri PU Dody Hanggodo menyebut penyebab kecelakaan itu karena truk ODOL (Over Dimension dan Over Load).
"Tadi kami juga sudah berdiskusi dengan Korlantas yang sedang mengerjakan olah TKP, dan salah satu penyebab utamanya adalah truk ODOL yang gagal berfungsi dengan baik," kata Dody melalui keterangan tertulis yang disampaikan Jasa Marga.
Dody juga mengatakan penyelesaian masalah ini merupakan tanggung jawab lintas institusi. Menurutnya, perlu dicari penyelesaian yang seimbang sehingga tidak mengganggu penyaluran logistik namun juga menekan angka kendaraan ODOL yang dirasa sangat memberikan dampak kerugian bagi banyak pihak.
"Dari segi kerusakan jalan misalnya, biaya preservasi yang dianggarkan Jasa Marga setahun sebanyak 5 kali, tetapi karena ODOL, mungkin hanya bisa satu kali dan akan menimbulkan tambahan biaya. Begitu pun dengan jalan nasional, kita juga mengalami hal yang sama," ujarnya.
(wip/dir)