Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengungkapkan bahwa pihaknya sedang berupaya mengidentifikasi nasib hampir 50.000 orang yang dilaporkan hilang selama tiga tahun terakhir akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
Mengutip dari detikNews, menurut laporan kantor berita AFP, Jumat (14/2/2025), ICRC juga menerima informasi mengenai sekitar 16.000 tawanan perang serta warga sipil yang telah ditahan oleh kedua belah pihak yang bertikai.
Tak lama setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, ICRC membentuk Badan Penelusuran Pusat (CTA), sebuah biro khusus yang berfokus pada pencarian orang hilang dari kedua belah pihak dalam konflik tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak Februari 2024, jumlah kasus orang hilang yang belum terungkap meningkat lebih dari dua kali lipat, mencapai hampir 50.000 saat ini," ujar Kepala Biro CTA, Dusan Vujasanin, dalam konferensi pers di Jenewa. Ia menambahkan bahwa sebagian besar dari mereka yang hilang merupakan personel militer.
Setahun sebelumnya, CTA melaporkan tengah mencari tahu nasib sekitar 23.000 orang yang hilang akibat perang. Mereka berusaha memastikan apakah orang-orang tersebut ditangkap, terbunuh, atau kehilangan kontak setelah melarikan diri dari rumah mereka.
Vujasanin menjelaskan bahwa tujuan utama CTA adalah "untuk mencegah orang hilang, mencari mereka yang hilang, dan memberi tahu keluarga mereka sesegera mungkin."
Sejauh ini, biro tersebut telah menerima informasi dari kedua belah pihak mengenai sekitar 16.000 tawanan perang dan warga sipil yang ditahan sejak konflik dimulai.
"Jumlah ini tidak sama dengan jumlah tawanan perang yang saat ini masih ditahan," kata Vujasanin. Ia juga menekankan bahwa ribuan tahanan telah dibebaskan sejak awal perang.
Sebagai perantara netral, CTA berperan dalam menyalurkan informasi mengenai orang hilang kepada pihak-pihak terkait. Selain itu, mereka juga aktif dalam pencarian langsung untuk mengungkap nasib para korban konflik ini.
Artikel ini telah tayang di detikNews.
(ita/sud)