Jatuh Bangun Bisnis Rongsokan Abah Dadeng yang Mengubah Hidup

Kota Bandung

Jatuh Bangun Bisnis Rongsokan Abah Dadeng yang Mengubah Hidup

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 27 Jan 2025 20:08 WIB
Abah Dadeng, pengepul rongsokan di Bandung.
Abah Dadeng, pengepul rongsokan di Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Dadang Samsu (56) saat ini sudah bisa menikmati hasil jerih payahnya. Melalui usaha jual beli rongsokan yang ia rintis sejak puluhan tahun silam, kehidupan layak yang begitu diidam-idamkan sekarang bisa ia wujudkan.

Padahal, Abah Dadeng, begitu ia akrab disapa, masih ingat betul ketika awal pertama kali merintis usahanya pada 2004 silam. Bagaimana tidak, sebelum bisnis itu ia jalankan, Abah Dadeng terlebih dahulu memutuskan untuk berhenti sebagai pegawai honorer kecamatan di Kota Bandung.

Perasaan campur aduk tentu tak bisa ia tutupi ketika mengambil keputusan ini. Sebab, Abah Dadeng saat itu kerap berpikir bagaimana caranya mencari penghasilan untuk menafkahi istri dan anak-anaknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Wah kalau diceritain mah kerasa jatuh bangunnya. Luar biasa lah," kata Abah Dadeng mengawali perbincangannya saat ditemui detikJabar di lapak bisnis rongsokannya di wilayah Cisaranten Kulon, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung.

Pelan tapi pasti, Abah Dadeng mulai menemukan jalan untuk mengembangkan bisnis rongsokan. Bermodal koneksi kawan lama, jejaring-jejaring itu bisa ia kumpulkan hingga membuat usaha yang dirintisnya maju begitu signifikan.

ADVERTISEMENT

Sekitar tahun 2010an tercatat menjadi momen kejayaan bisnis rongsokan Abah Dadeng. Ia terhubung dengan koneksi bos-bos besar yang ternyata membuka peluang usahanya go internasional.

Sampai pada momennya, Abah Dadeng sempat mendapat orderan barang rongsokan untuk diekspor dalam jumlah besar. Tak tanggung-tanggung, barang yang diminta pun saat itu jumlahnya bisa mencapai 25 ton setiap bulan.

Meski tak merinci berapa pendapatannya di tahun itu, tapi Abah Dadeng sedikit membocorkan berapa uang yang bisa dia kumpulkan jika dikalkulasikan. Bayangkan saja, jika ada permintaan, Abah Dadeng tak bakal pikir panjang apabila margin keuntungannya bisa mencapai Rp 100-200 per kilogram.

Jumlah itu pun bisa naik berkali-kali lipat tergantung dengan harga minyak mentah dunia. Sebab menurut Abah Dadeng, harga plastik daur ulang akan terjaga bilamana minyak mentah pun tak mengalami deflasi yang signifikan.

"Dulu saya yang turun langsung ke Pelabuhan buat ngirim barangnya. Itu bisa tiga hari sekali saya baru pulang lagi ke Bandung karena di sana harus nyari barangnya dulu, sekalian ngebuka jejaring buat usaha saya," ujar Abah Dadeng.

Saat memasuki kejayaan, Abah Dadeng juga tak luput dari musibah. Salah satu yang paling ia ingat adalah ketika Abah Dadeng kena tipu seseorang dengan kerugian uang puluhan juta rupiah.

Namun dalam benak Abah Dadeng, semua itu ia anggap sebagai cobaan. Ia selalu punya prinsip untuk selalu berserah dan menyerahkan semua yang terjadi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

"Pernah, puluhan juta lah. Berat sebetulnya kalau harus dibayangin lagi, soalnya waktu usaha lagi naik-naiknya. Tapi mungkin itu yah yang namanya coba, disyukuri aja akhirnya," ucap Abah Dadeng.

Tak hanya itu saja. Saat berada dalam puncak kejayaan, Abah Dadeng lalu mengalami kondisi yang tak memungkinkan untuk melanjutkan bisnis rongsokan. Kondisinya mulai sakit-sakitan hingga membuat usaha itu sempat keteteran.

Sampai kemudian, Abah Dadeng memutuskan untuk memindahkan gudang rongsokannya di Gedebage pada 2015 ke tempat yang ia sewa hingga sekarang. Padahal di lokasi sebelumnya, Abah Dadeng punya lahan yang begitu ideal untuk menampung barang dengan jumlah yang besar jika ada permintaan pengiriman.

Dengan kondisi yang sekarang terbatas, Abah Dadeng masih tetap menekuni usaha rongsokan yang dirintisnya. Bedanya saat ini, ia sudah tidak lagi mengirimkan barang untuk permintaan ekspor ke luar negeri.

Namun yang menarik, ada satu prinsip yang selalu Abah Dadeng pegang hingga sekarang. Ia mengaku selalu membayar uang transaksi secara tunai, apalagi jika barang rongsokan itu berasal dari pemulung di jalanan.

"Pokoknya sebisa mungkin saya kalau ngambil barang ke bawah itu enggak pernah dianjuk (diutang). Soalnya saya juga suka kesel kalau ngirim, barangnya itu diutang," pungkasnya.

(ral/iqk)


Hide Ads