Keputusan Berat Menjual Rumah dan Menjaga Amanah Harry Roesli

Jabar Sepekan

Keputusan Berat Menjual Rumah dan Menjaga Amanah Harry Roesli

Tim detikJabar - detikJabar
Minggu, 22 Des 2024 19:00 WIB
Rumah Musik Harry Roesli.
Rumah Musik Harry Roesli. Foto: Bima Bagaskara/detikJabar
Bandung -

Bagi keluarga Harry Roesli, rumah bukan sekadar tempat tinggal. Di dalamnya, tersimpan jejak kreativitas, perjuangan, dan amanah besar untuk melestarikan seni dan idealisme yang ditinggalkan sang legenda.

Namun, kondisi memaksa mereka menghadapi dilema dan terpaksa menjual Rumah Musik Harry Roesli yang berada di Jalan Supratman Nomor 59, Kota Bandung.

"Udah lama ya wacananya, dari 2018 mau dijual," kata putra Harry Roesli, Layala Khrisna Patria saat berbincang dengan detikJabar, Selasa (17/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan perkara mudah bagi keluarga memutuskan untuk menjual rumah bersejarah itu. Laya menceritakan, keputusan menjual Rumah Musik Harry Roesli diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor.

Sejak Harry Roesli wafat pada 2004 silam, rumah tersebut terus merawat spirit dan amanah dari sang musisi. Selama dua dekade Laya dan keluarga meneruskan apa yang dilakukan Harry Roesli yakni menghadirkan sekolah musik bagi anak-anak jalanan.

ADVERTISEMENT

Namun, kondisi memaksa keputusan berat itu diambil. Selain biaya perawatan yang tak murah, rumah tersebut mulai ditinggalkan penghuninya.

"Memang saat itu untuk memutuskan rumah dijual bukan hal mudah karena melihat historinya. Tapi perlu diketahui, rumah ini bukan hanya milik Harry Roesli tapi keluarga besar. Dan seiring waktu, banyak menyebar keluarga dan tidak tinggal di sini lagi," ungkap Laya saat ditemui, Selasa (17/12/2024).

"Dan bisa dilihat segala terkait perawatan dan lain-lain memang bukan hal yang murah. Akhirnya kita kumpul keluarga dan sepakat tahun 2018 untuk menjual rumah," imbuhnya.

Rumah Musik Harry Roesli membutuhkan biaya hingga puluhan juta untuk operasional dalam sebulan. Biaya yang besar itu membuat keluarga harus mencari cara, salah satunya dengan menyewakan beberapa ruangan kepada orang lain.

"Karena operasional kan di lokasi strategis dengan rumah besar ya biayanya gak murah bulanannya. Jadi beberapa ruang disewakan untuk bertahan. Tapi jadinya ruang gerak kita terbatas," ujarnya.

Laya mengungkapkan, rumah yang masuk kategori Cagar Budaya Golongan B seluas 880 meter persegi itu dijual seharga Rp 25 miliar. Namun sejak awal, keluarga belum berjodoh dengan calon pembeli. "Dilepas di Rp 25 miliar. Yang mendekati (harganya) ada tapi mekanisme bayarnya gak cocok, kemudian harganya jauh ya jadi belum jodoh," ucap Laya.

Meski akan menjual rumah bersejarah itu, Laya memastikan tidak akan menghilangkan warisan yang ditinggalkan oleh sang ayah.

"Karena memang pesan bapak sebelum meninggal, jangan matikan lampu di meja kerja saya. Jadi kata-kata itu amanah banget, makanya waktu memutuskan rumah dijual kita berpikir bapak marah enggak, tapi yang penting spiritnya saja," tutup Laya.




(bba/sud)


Hide Ads