Perjuangan Siswa SDN Girijaya Melawan Hawa Panas Belajar di Tenda

Kabupaten Cianjur

Perjuangan Siswa SDN Girijaya Melawan Hawa Panas Belajar di Tenda

Ikbal Selamet - detikJabar
Senin, 25 Nov 2024 08:00 WIB
Pelajar SD di Cianjur Belajar di Tenda
Pelajar SD di Cianjur Belajar di Tenda (Foto: Ikbal Selamet/detikJabar)
Cianjur -

Siswa SDN Girijaya di Desa Cijedil, Kecamaan Cugenang, Kabupaten Cianjur masih harus belajar di tenda darurat. Kondisi ini masih berlangsung meski gempa dahsyat di Cianjur sudah dua tahun berlalu.

Gempa berkekuatan magnitudo 5,6 M dua tahun lalu memang memporak porandakan sejumlah wilayah di Cianjur termasuk kawasan Cugenang yang disebut sebagai pusat gempa.

Gempa itu juga turut meratakan sekolah SDN Girijaya. Setelah dua tahun, belum ada perbaikan ruang belajar hingga membuat siswa terpaksa masih bertahan di tenda untuk belajar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka melakukan kegiatan pembelajaran di halaman terbuka dengan atap yang ditutupi terpal dan dinding terbuat dari bambu. Terik matahari yang menyengat masuk ke dalam ruangan kelas seadanya tersebut, membuat hawa terasa panas.

Ruangan kelas yang terbuat dari tenda tersebut, didirikan oleh pihak sekolah serta masyarakat sekitar untuk dipakai sebagai tempat sebagai ruangan kelas.

ADVERTISEMENT
Pelajar SD di Cianjur Belajar di TendaPelajar SD di Cianjur Belajar di Tenda Foto: Ikbal Selamet/detikJabar

Siswa dan siswi di SDN Girijaya setiap harinya belajar dengan situasi yang tidak nyaman. Tak memiliki kursi dan meja membuat mereka terpaksa harus duduk lesehan beralas tenda. Sesekali tubuh membungkuk saat tengah kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Laela Amaliasari, guru kelas 2 SDN Girijaya, mengatakan kondisi tersebut sudah berjalan selama hampir 2 tahun lebih, tepatnya usai gempa Cianjur meratakan bangunan sekolahnya.

"Iya di sekolah ini sudah 2 tahun lebih kegiatan belajar di tenda, terpaksa kita dirikan dari pada para siswa harus tertinggal pelajarannya akibat tidak memiliki tempat belajar," ujar Laela.

Ia mengungkapkan, karena kondisi di tempat belajar terbuat dari tenda dan hawa di dalamnya terasa panas, membuat para siswa kehilangan fokus ketika proses pembelajaran berlangsung.

"Karena kondisi tersebut, kita batasi jam pelajaran hanya sampai pukul 10.00 WIB, karena kasihan anak-anak kalau melebihi jam segitu akan terus merasakan hawa panas akibat matahari di siang hari, dan kebijakan itu juga sudah ada pengarahan dari dinas terkait khusus untuk sekolah ini," ungkapnya.

Menurutnya, karena kondisi itu dirinya kerap harus menerima keluhan muridnya ketika belajar di tenda. Teriakan 'ibu gerah' sering sekali masuk ke gendang telinganya. Namun karena ia merasakan hal yang serupa sehingga hanya bisa membujuk muridnya untuk terus bersabar.

"Ada sering murid yang ngeluh karena gerah, saya hanya bisa bilang sabar ke mereka," imbuhnya.

Tak hanya itu, para murid yang belajar sambil membungkuk sudah menjadi pemandangan di sekolah tersebut, keluhan pegal juga mereka rasakan.

"Makannya kadang banyak juga murid yang belajar sambil tiduran, atau rebahan. Saya gabisa marah karena kondisinya yang begini, jadi saya diamin aja karena emang kasihan pegal belajar sambil membungkuk," paparnya.

Laela membeberkan muridnya belajar tanpa alas kaki. Menurutnya, karena ruangan kelas terbuat dari tenda dan tidak memiliki kursi, sehingga para murid terpaksa harus melepas alas kakinya ketika memasuki kelas.

"Mereka ketika belajar kan lesehan jadi tidak pakai sepatu, karena alasnya akan kotor dan akan semakin membuat tidak nyaman jika dipaksakan harus pakai sepatu. Bukan melarang tapi mencegah untuk membuat suasana di kelas dinyaman-nyamanin aja," bebernya.

Kondisi itu diperparah jika saat hujan turun. Tenda yang bocor akan membuat banjir ruangan, dan lagi-lagi langkah terpaksa harus dilakukan dengan proses pembelajaran menjadi terhenti, serta diganti dengan kegiatan kerja bakti.

"Jika hujan turun kami langsung berhentikan proses pembelajaran, karena banjir. Tapi Alhamdulillah anak-anak tanpa disuruh sudaj ngerti harus ngapain, ketika banjir kami sama-sama melakukan kerja bakti di sekolah," tuturnya.

Laela berharap kondisi seperti ini segera dilewati agar muridnya kembali belajar dengan nyaman. Selama 2 tahun pascagempa, kini bangunannya sudah dalam proses pembangunan kembali dan diharapkan segera rampung.

"Mulai dibangun baru bulan kemarin Oktober, semoga aja nanti awal tahun sudah beres semua dibangun agar bisa kembali belajar dengan normal," tegasnya.

Siswa Tak Nyaman

Sementara itu, Elsa (10), siswi SDN Girijaya mengaku tidak nyaman akibat belajar di dalam tenda. Namun hal itu tetap tidak menjadikan alasan untuk bolos sekolah.

"Kalau lagi belajar kadang tidak fokus karena panas di dalam tenda, tapi mau gimana lagi dari pada tidak sekolah mending maksain aja," kata dia.

Dia menambahkan, tidak jarang pakaiannya menjadi kotor, karena di dalam tenda selalu bocor.

"Kalau hujan pasti pakaian saya kotor, harus basah-basahan ketika mau belajar, jadi mending di kelas bangunan sekolah dulu dibanding kelas sekarang," kata dia.

Pelajar SD di Cianjur Belajar di TendaPelajar SD di Cianjur Belajar di Tenda Foto: Ikbal Selamet/detikJabar

Di sisi lain, Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cianjur Aripin, mengatakan sekolah tersebut sedang dalam proses pembangunan bersama satu sekolah lainnya di Kecamatan Cugenang.

"Jadi ada dua sekolah yang baru proses pembangunan di Kecamatan Cugenang, salah satunya SDN Girijaya. Target secepatnya bisa selesai," kata dia.

Menurut dia, terlambatnya proses pembangunan disebabkan dua sekolah tersebut berada di zona merah gempa.

"Awalnya akan dialihkan, tapi setelah berbagai kajian ternyata bisa tetap dibangun di sana. Tetapi bangunannya standar tahan gempa. Makanya baru ditahap pembangunan. Kami terus pantau dan perhatikan kondisi para siswa," kata dia.



Simak Video "Video Kondisi Gedung Sekolah di Cianjur Rusak Seusai Diguncang Gempa"
[Gambas:Video 20detik]


Hide Ads