Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus menggencarkan implementasi energi terbarukan. Salah satu langkahnya ialah mulai menerapkan penggunaan panel surya untuk menghasilkan listrik di tiap-tiap sekolah negeri.
Pj Gubernur Jabar, Bey Machmudin mengatakan PLTS atap saat ini telah dibangun di 7 SMK dan SMA di Jabar. Selain demi menunjang penghematan energi, juga penggunaan PLTS atap untuk menunjang pembelajaran para siswa.
"Baru tujuh sekolah, mereka mengurangi biaya operasional seperti biaya listrik dan juga menambah pengetahuan siswa, bahwa betul bisa digunakan. Tentunya dengan adanya PLTS atap kita berharap ada perusahaan yang mau menyumbangkan CSR-nya untuk PLTS atap, karena sangat baik karena mengurangi polusi juga," ucap Bey, Kamis (21/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga telah menandatangani prasasti peresmian PLTS atap SMAN dan SMKN di Jabar, dalam acara West Java Energy Festival (WJEF) di Hotel Pullman Bandung. Bey mengungkap ketujuh sekolah tersebut ialah SMAN 1 Cianjur, SMKN 2 Bogor, SMKN 1 Purwakarta, SMKN 1 Cimahi, SMKN 1 Garut, SMKN 2 Tasikmalaya, dan SMKN 1 Cirebon.
Ia menargetkan pada tahun 2025 akan ada 7 sekolah lagi yang akan dibangun PLTS atap. Adapun total investasi yang dikeluarkan Pemprov Jabar menggunakan dana APBD tersebut, sekitar Rp5-6 miliar untuk ketujuh sekolah.
Saat ini kapasitas PLTS atap itu masih terbatas. Bey mengungkap ke depan, bukan tak mungkin jika ada perusahaan yang ingin menyumbangkan pendanaan, bisa jadi realisasinya bertambah.
"Tujuh lagi. Tapi kalau dari perusahaan mau menyumbangkan, bisa jadi menambah. 1 sekolah ini rata-rata Rp700 juta sampai Rp1 miliar. Itu hanya satu unit. Kalau keseluruhan tergantung kapasitasnya," sambung Bey.
Sebelum melakukan tanda tangan prasasti, Bey juga sempat mengalungkan selempang tanda pencanangan Duta Energi Sekolah, pada para siswa terpilih dari tujuh sekolah tersebut. Ia memanggil salah satu siswa dari SMKN 1 Garut yakni Teguh Rahmat Al Fauzi, siswa kelas 11 Teknik Energi Terbarukan.
Teguh mampu menjelaskan secara teknis apa saja yang dipelajari dari PLTS atap tersebut, bagaimana cara kerjanya, hingga perawatannya. Setelah berhasil menjawab pertanyaan yang cukup mudah, Teguh juga membawa pulang hadiah dari Bey.
"Kami belajar PLTS atap itu ramah energi, terus yang dipasang kan on grid, bisa mengurangi biaya pembayaran ke PLN. Kapasitasnya 25 watt peak, baru 30% yang digunakan dan itu mengurangi pembayaran listrik sebesar Rp1.880.000," jawab Teguh.
"Siswa-siswi ikut memasang juga. (Sulit nggak?) ya namanya belajar pak. Lamanya pemasangan sebulan. Yang dipasang itu on grid, jadi langsung konversi ke PLN langsung, jadi bila ada daya berlebih langsung ekspor ke PLN dan pendapatan di siang hari langsung digunakan ke beban," sambungnya menjelaskan dengan detail.
Kepada para Duta Energi Sekolah, Bey menitipkan pesan di antaranya beberapa langkah dalam menjaga lingkungan dan mendukung energi terbarukan. Seperti menggunakan sepeda atau berjalan kaki saat berpergian, mencabut listrik dan mematikan lampu jika sudah tak dipakai, serta menghemat penggunaan air.
Sementara itu Kepala Dinas ESDM Jabar, Ai Saadiyah Dwidaningsih mengatakan bahwa pembangunan PLTS atap diharapkan dapat menjadi trigger dan stimulus program ke depan. Ia berharap agar mekanisme pembiayaan selanjutnya tidak hanya bergantung dari APBD provinsi.
"Tapi kita akan membuka terkait pembiayaan lain, maka dalam forum ini kita diskusikan. Keterbatasan sejauh ini dari sisi anggaran, saya kira 7 sekolah ini bisa jadi stimulus berkembang ke depan. Kami sudah siap dengan bantuan dari British Embassy, memiliki 173 pra FS di sekolah seluruh Jabar," kata Ai.
Sementara itu Ketua DPRD Jabar, Buky Wibawa mengatakan program ini sangat apik dimulai dari sekolah. Sebab dengan program yang strategis dapat jadi sarana edukasi dan sosialisasi, sehingga siswa dibekali awareness transisi energi.
"Kami dari DPRD tentu saja menyambut baik upaya program ini dan paling kami juga patut mendukung dari sisi kebijakan, mungkin penganggaran termasuk pengawasan. Kami harap Provinsi Jawa Barat nanti jadi pelopor terbaik dalam sektor energi baru terbarukan ini," kata Buky.
"Hanya saja problemnya karena pemasangan tenaga surya di SMA ini biayanya mahal, jadi baru 30 persen di titik itu. Saya tadi tanya kenapa tidak 100 persen, ternyata terbentur biayanya mahal. Instalasinya mahal," sambung dia.
(aau/yum)