Pasar Buku Palasari di Bandung dulunya ramai dikunjungi sebagai pusat para pecinta buku. Tempat ini menawarkan beragam buku, mulai dari buku baru, bekas, hingga buku-buku langka yang banyak dicari kolektor. Namun, sejak pandemi COVID-19, suasana pasar ini berubah drastis. Kini, suasana sepi terlihat di kios-kios buku, hanya beberapa pedagang yang masih setia menunggu di depan lapak mereka, berharap ada pembeli yang datang.
Setiap kali ada pembeli yang datang, para pedagang langsung menghampiri dan menanyakan buku apa yang dicari. Jika buku tersebut tidak tersedia di lapaknya, mereka akan membantu mencarikan buku tersebut di lapak pedagang lain. Semangat saling membantu ini menjadi ciri khas Pasar Buku Palasari.
Sebelum pandemi, Pasar Buku Palasari menjadi tempat favorit bagi pecinta buku dan salah satu destinasi wisata edukasi di Bandung. Selain buku baru, pengunjung juga bisa menemukan buku bekas berkualitas, buku langka, dan berbagai jenis buku lainnya yang sulit ditemukan di tempat lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pascapandemi, pasar ini semakin sepi. Demi memenuhi kebutuhan keluarga, para pedagang harus mencari cara baru agar buku-buku mereka tetap terjual. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah beralih ke penjualan buku secara online.
detikJabar, berkesempatan berkunjung kembali ke Pasar Buku Palasari, Kamis (7/11/2024). Meski tidak ada pembeli, sejumlah pedagang buku nampak sibuk mengemas buku yang akan dijual dengan cara online.
Di lapak Warung Buku Bandung, seorang wanita bernama Sari terlihat sibuk mengemas buku-buku yang dipesan melalui platform online. Buku-buku tersebut dikemas dengan plastik wrapping, lalu dilapisi dengan lakban, dan diberi label pengiriman yang berisi alamat pembeli.
![]() |
Setelah selesai dikemas, buku-buku itu disusun ke dalam plastik besar dan nantinya diserahkan kepada pihak ekspedisi untuk dikirimkan ke alamat pembeli. Sari bercerita bahwa ia mulai berjualan secara online sejak pandemi COVID-19. "Ya setelah pandemi saja, sudah berjualan secara online," kata Sari kepada detikJabar.
Sari mengungkapkan bahwa penjualan offline kini sangat sepi, kadang dalam sehari tidak ada pembeli yang datang. Menurutnya, penjualan online saat ini lebih intens dan bisa mencapai 100 buku terjual setiap harinya. "Sehari bisa 100 buku, kalau nunggu kadang ada, kadang enggak ada," ungkapnya.
Beragam buku dari berbagai dijual di tempatnya. Namun saat ini sudah lebih banyak menjual buku-buku perkuliahan. "Rata-rata sudah online, kita online sudah lama dan buku yang dijual macam-macam dari berbagai penerbit. Buku perkuliahan ramai, tapi sekolahan ada," tuturnya.
Para pedagang di Pasar Buku Palasari menggunakan berbagai marketplace untuk memasarkan buku mereka. Langkah ini mereka lakukan agar perputaran buku bisa lebih cepat dan stabil.
Tak hanya di lapak Sari, di lapak pedagang lain yakni milik Acil, juga menjual buku secara online. Menurut Acil, jika tidak mengandalkan penjualan online, penghasilan untuk keluarganya sulit didapat dari penjualan offline yang sepi. "Sekarang rata-rata pedagang offline juga sudah online, persentasenya 80:20, masih banyak yang online," ujar Acil.
Acil mengistilahkan, agar dapur tetap 'ngebul' beragam cara berdagang harus dia lakukan, salah satunya berjualan secara online ini.
Menurutnya juga, para pedagang harus beralih berjualan secara online agar mengikuti perkembangan zaman. Jika tidak begitu buku yang ada di lapaknya tidak akan terjual. "Tuntutan zaman, jadi harus ikut jualan online, kita ambil berkahnya saja, meski bagi sebagian orang dinilai ribet," pungkasnya.
(wip/iqk)