Anggota Komisi 5 DPRD Jabar Zaini Shofari mengapresiasi wacana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Indonesia, Abdul Mu'ti untuk mengevaluasi sistem zonasi, UN, dan hal-hal yang bersinggungan dengan pendidikan masyarakat terkini.
Zaini menilai, sejauh ini temuan permasalahan PPDB mudah ditemukan di 27 Kota/Kabupaten di Jawa Barat. Ia berharap evaluasi tersebut dapat mendorong pemerintah lebih cepat mengaplikasikan regulasi yang mengurai carut-marut komunikasi dalam PPDB.
"Termasuk kurikulum merdeka nanti akan dievaluasi dan kami menunggu serta mengapresiasi langkah menteri yang baru. Jadi kita akan fokus di pendidikan dasar menengah itu," ucap Zaini pada detikJabar, Kamis (24/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Ketua Fraksi PPP tersebut mendorong ada ide yang segar demi pengembangan karakter dan pendidikan. Salah satunya, ia tengah mencoba mengkomunikasikan pada Disdik dan Dispora Jabar, terkait keselarasan sistem pendidikan dan keolahragaan.
Menurut Zaini, pendidikan tidak bisa dilepaskan dari animo masyarakat dan remaja yang antusias saat menonton klub kesayangannya, Persib. Ia melihat banyak penonton sepak bola masih berstatus pelajar dan punya antusias tinggi untuk nonton bola.
"Jadi saya usulkan pendidikan suporter harus melibatkan untuk anak SD-SMA untuk mengajarkan kita tidak hanya menang tapi juga mengusung sportivitas. Maka apapun yang terjadi, menang kalah itu harus kita terima. Pendidikan suporter itu menyangkut mentalitas penonton pelajar di dalamnya," kata Zaini.
Selain itu, ia juga menyinggung kesiapan stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) untuk menjadi tempat yang ramah anak. GBLA yang kini telah dikelola PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB) harus menyediakan tribun khusus pelajar.
"Misalnya dulu saya pendidikan olahraga, pendidikan mental juga harus ditekankan. Mental dan sportivitas itu harus ditekankan. Jadi untuk mendukung pendidikan suporter, kita usulkan tribun khusus pelajar," ujar Zaini.
"GBLA itu dikontrak 30 tahun dengan Kota Bandung, PT PBB secara penuh mengelola 30 tahun dan sekarang masuk tahap renovasi, jadi kita usulkan ada tribun khsuus pelajar. Anak pelajar dikoordinir gurunya, tiap sekolah bergiliran nonton sepak bola dengan harga minimum separuh harga misalnya," imbuh dia.
Menurutnya, dengan kapasitas sebanyak 45.000 pengunjung di GBLA rasanya bukan hal sulit untuk menyiapkan 3-5 ribu porsi tribun untuk pelajar. Zaini berkaca dari revolusi penonton sepakbola yang terjadi di Inggris. Ruang penonton diratakan dan tidak ada yang bertingkat, tiang besi penonton dan pemain dihilangkan, dengan catatan penonton harus membawa anak kecil.
"Hasilnya apa? Hari ini liga Inggris yang paling brutal sudah rapi. Nontonnya rapi, stadion bagus, yang nonton banyak, jadi kayak rekreasi di hari Minggu juga bisa nonton bola. Tapi itu butuh proses panjang, perlu diperkuat, ditambah pengelola tim sepak bolanya," tutur Zaini.
Ia optimis, dengan mendorong pendidikan suporter ini dapat mengantisipasi kejadian buruk dari awal. Salah satunya, kata Zaini, seperti kejadian berdarah Kanjuruhan.
"Saya sebagai anggota Komisi 5, ini penting juga. Saya sudah sampaikan ke Pak Erick Thohir, dia mengapresiasi pendidikan suporter ini. Mungkin butuh waktu 5-10 tahun, tapi kan hari ini Inggris sejak tahun 90-an di tahun 2000 sudah rapi dan terbiasa," ucap Zaini.
"Jadi saya mendorong ke Dispora dan Disdik, serta perangkat daerah terkait agar ada upaya itu untuk terlibat semua di situ. Termasuk DPRD dan Persib ada keterbukaan untuk sama-sama khusus ke pendidikan suporter. Biarkan mental di sini punya mental kuat. Rp600 miliar di Kota Bandung untuk dipegang Persib kan pasti punya kemampuan," imbuh dia.
(aau/mso)