'Aib' di Cagar Alam Tangkubanparahu Palabuhanratu

Jabar Sepekan

'Aib' di Cagar Alam Tangkubanparahu Palabuhanratu

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Minggu, 13 Okt 2024 17:00 WIB
Biawak mengais makanan di antara tumpukan sampah di Cagar Alam Tangkubanparahu, Palabuhanratu, Sukabumi.
Biawak mengais makanan di antara tumpukan sampah di Cagar Alam Tangkubanparahu, Palabuhanratu, Sukabumi. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Di kawasan Cagar Alam Tangkuban Parahu, sebuah papan peringatan besar bertuliskan "Dilarang Membuang Sampah di Tempat Ini" berdiri kokoh. Namun hal itu tak menghalangi perilaku masyarakat yang terus membuang sampah sembarangan.

Di tengah tumpukan sampah yang berserakan, seekor biawak besar bahkan terlihat mengais sisa makanan, mencerminkan kondisi memprihatinkan di area yang seharusnya terlindungi.

Pantauan detikJabar pada Senin (7/10/2024), biawak berukuran 1,5 meter itu tampak berjuang mencari makan di antara sampah plastik, popok sekali pakai, dan sisa makanan yang berserakan di sepanjang Jalan Panyawelan, Palabuhanratu. Deni, seorang warga yang melintas, mengungkapkan kondisi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sering melihat orang-orang membuang sampah di sini. Ini jelas mengganggu ekosistem," ujarnya dengan nada kesal.

Ujang, warga lainnya, menambahkan bahwa perilaku buruk ini tidak hanya dilakukan oleh penduduk lokal. "Pengunjung dari luar daerah juga ikut serta. Tidak ada yang benar-benar mengawasi mereka," katanya.

ADVERTISEMENT

Minimnya pengawasan dan rendahnya kesadaran masyarakat telah membuat kawasan ini terancam pencemaran. "Harus ada penegakan hukum yang lebih tegas. Jika terus dibiarkan, lingkungan dan satwa akan terancam," harap Ujang.

"Saya berharap ada perhatian serius untuk membersihkan kawasan ini. Ini adalah jalur utama menuju Kota Wisata Palabuhanratu, Ibu Kota Kabupaten Sukabumi," harap Ujang menambahkan.

Di pinggir kawasan, papan peringatan dengan latar belakang merah mencolok, mengingatkan pelanggar akan ancaman sanksi pidana sesuai Peraturan Daerah (Perda) No. 13 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sampah dan Retribusi Pelayanan Kebersihan, yang menyebutkan hukuman pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda hingga Rp 15 juta.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa sanksi tersebut tidak diindahkan. Tumpukan sampah terus menumpuk, mencemari tanah dan mengancam kelestarian lingkungan.

Menanggapi situasi ini, Prasetio, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukabumi, yang dihubungi detikJabar, menegaskan bahwa pihaknya akan segera mengambil tindakan.

"Kita akan angkut sampah tersebut secepatnya, sebagai fast respons kami terhadap masalah ini," ujar Prasetio.

Menurutnya DLH juga berencana memperkuat koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk mengatasi masalah pembuangan sampah sembarangan yang merusak kawasan konservasi ini. "Kita akan koordinasi lebih intens dengan BKSDA, pemilik kawasan, untuk bersama-sama menangani masalah ini dengan pengawasan yang lebih ketat," tambahnya.

Isep Mukti Miharja, Kepala Resor Konservasi Wilayah VI Sukabumi, mengakui bahwa komunikasi intensif dengan masyarakat sekitar sangat penting.

"Sampah di pinggir jalan itu seringkali dilempar begitu saja, dan kita tidak tahu apakah yang membuang itu warga sekitar atau orang yang kebetulan lewat. Tanpa komunikasi yang baik, perilaku membuang sampah sembarangan sulit dikendalikan," jelasnya.

Fenomena biawak yang terpaksa mencari makan di antara tumpukan sampah ini adalah potret kecil dari masalah yang lebih besar: kerusakan lingkungan akibat ulah manusia. Tanpa kesadaran dan tindakan nyata dari semua pihak, kawasan konservasi yang seharusnya menjadi tempat perlindungan akan berisiko menjadi sarang sampah.

"Biawak bisa makan apa saja. Bisa jadi, makanan alami di dalam kawasan kurang, sehingga mereka mencari di tumpukan sampah. Namun, sampah-sampah ini jelas tidak disarankan untuk dikonsumsi oleh satwa liar," katanya.




(sya/orb)


Hide Ads